10 Puisi Rivai Apin Yang Wajib Anak Muda Baca

Sastra2743 Dilihat

Mudabicara.com_ Puisi Rivai Apin memiliki kualitas yang tak kalah dari teman sejawatnya yaitu Chairil Anwar dan Asrul Sani. Sebagai pelopor sastrawan Angkatan 45 puisi Rivai Apin tak lepas dari narasi perjuangan kemerdekaan.

Tak hanya terkenal sebagai penyair dan sastrawan hebat namun sepak terjang Rivai Apin juga terpatri di berbagai sektor gerakan sosial masyarakat baik dalam kebudayaan maupun politik.

Tiga serangkai penyair yang memberi warna dalam perkembangan puisi Indonesia pun telah pergi namun karya-karyanya hidup dan mwarnai kesusastraan Indonesia hingga kini. Lalu apa saja karya puisi Rivai Apin, berikut ulasannya.

Baca Juga : 13 Puisi Asrul Sani Yang Wajib Anak Muda Baca

Sekilas Tentang Sastrawan Rivai Apin

Puisi Rivai Apin

 

Rivai Apin lahir di kota Padangpanjang pada 30 Agustus 1927. Ayahnya bernama Moh. Apin dan ibunya bernama Siti Khamelah. Ia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Nama besar Rivai Apin hampir terkubur dalam kesusastraan Indonesia, namanya tak setenar Chairil Anwar meskipun karya-karyanya memiliki diksi dan pemaknaan yang tak kalah tinggi dari karya Chairil Anwar.

Berkat jasa seorang penulis sekaligus penerjemah Harry Aveling puisi Rivai Apin terkumpul dalam sebuah buku berjudul Dari Dua Dunia yang Belum Sudah (1972).

Selian itu karya-karya juga termuat dalam buku berjudul Gema Tanah Air (1948, ed. H.B. Jassin) dan Tiga Menguak Takdir (1950).

Baca Juga : Mengenal Chairil Anwar, Sastrawan Besar Indonesia

Melalui karya-karya tersebutlah nama Rivai Apin mulai muncul kepermukaan sebagai penyair ternama yang telah berkontribusi dalam kemajuan kesusastraan Indonesia.

Karir Rivai Apin pun tak hanya di dunia sastra, sejarah mencatat tokoh yang belajar ilmu hukum di Jakarta ini pernah menjadi  redaktur berbagai majalah kebudayaan, antara lain Gema SuasanaSiasatZenith, dan Zaman.

Di samping itu, ia juga aktif sebagai tokoh kebudayaan dan politik sehingga pernah menduduki posisi penting seperti anggota KNIP, DPRD DKI Jakarta, dan Pimpinan Pusat Lekra (1959—1965).

Sebagai penyair Indonesia berpengaruh bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani sajak-sajak Rivai Apin pun penuh dengan bahasa keresahan, kemurungan, kesepian dan perjuangan.

Atas dasar puisi Rivai Apin tersebut HB Jassin berpendapat bahwa Rivai Apin merupakan satu dari tiga tokoh dari pelopor sastra angkatan 45.

Bahkan dalam buku Rumah Sastra Indonesia, (2002:71—73) Harry Aveling membagi tiga fase perkembangan Rivai Apin dalam berkarya.

1. Fase Imaji Laut 

Imaji laut mengambarkan keberanian dan kegagahan seorang lelaki. Bagi Rivai Apin laut merupakan sebuah tempat yang penuh dengan teka-teki. Sementara itu, pantai merupakan daerah perantara daratan dengan laut.

2. Fase Imaji Laut Yang Lebih Sempit 

Fase kedua ditandai oleh imaji yang lebih sempit, tetapi masih memakai imaji laut. Laut dan pantai melambangkan tenaga hidup, dan batu-batuan melambangkan kekalahan.

3. Imaji Padang Tandus 

Fase ketiga ditandai oleh imaji padang tandus

Ditengah prahara politik, Rivai Apin terindikasi sebagai orang yang berpihak pada komunisme sehingga pasca peristiwa G30-S/PKI Rivai Apin menjadi tapol di Pulau Buru selama 14 tahun.

Dalam kurun waktu menjadi Tapol inilah banyak puisi Rivai Apin yang hilang atau bahkan sengaja dihilangkan, ia bebas pada akhir tahun 1979.

Di masa-masa tuanya Rivai Apin membuat skenario film berjudul Peristiwa di Gang B (1995) yang tak kunjung difilmkan hingga wafatnya. Satrawan besar yang bujang hingga akhir hayat ini menghembuskan nafas terakhir pada April 1995 di Jakarta

10 Puisi Rivai Apin Yang Wajib Anak Muda Baca

1. Puisi Rivai Apin berjudul “Kebebasan”

Kebebasan

Di atas hancuran tembok yang kuruntuhkan
Berdiri aku atas kuda putihku, gaya dan jaya
Di hadapanku menghampar padang dan bukit
Dengan lengkungan langit yang membuatku lapar ruangan.
Lalu dadaku memberikan ruang
Bagi jantung yang memukul berdentangan
Memancarkan darah yang dia degap degupkan
Darah kudaku pun ikut menjalang dan dia
berlonjak-lonjakan oleh kekesalan
Lalu kulepas dan kami menderu pacu ke pantai-pantai.

 

Baca Juga : 9 Puisi Karya Chairil Anwar Yang Wajib Anak Muda Baca

2. Puisi Rivai Apin berjudul “Orang Penghabisan”

Orang Penghabisan
Untuk Chairil Anwar

Aku menyerah dengan seluruh kekayaanku:
Kekinian dan keakanan. Pada kursi panjang
Di kamar terang samar pada senja
Dengan rokok berkepulan di tangan.

Hari-hari aku jadikan pura dari kelaluan
Dan sekali-kali aku akan tertawa dan tersenyum sendirian.

Tiap hari-hari mati membenamkan aku
Ke dalam benda-benda yang berlapukan dan berdebuan
Tapi, sehabis kuap yang penghabisan, aku takut
Kepala akan berteleng dan mulut yang meliang
dengan bibir yang berat bergantungan
Akan keluar penyesalan: Hari-hari baru hanya cemooh keterlaluan.

3. Puisi Rivai Apin berjudul “Melalui Siang Menembus Malam”

Melalui Siang Menembus Malam

I
Sebelum gadis-gadis jadi remaja,
Sebelum daun-daun akan menghijau dan bunga berwarna segar,
Di sempit pinggiran, di mana batas hanya bisa dirasakan
– dan dia tidak akan meleset, tapi harus jujur dalam pengakuan –
Air mata akan menakik pipi
pikiran akan membakar hati,
menjadikan diri orang kering kurus sehabis nyala.
Musim kemarau telah bangkitkan
dan hembuskan dan sebarkan
napas kering maut,
Kebenaran kegembiraan dalam ledakan pertama
Dari balik tembok-tembok sepanjang gang-gang
maut mengintai tak kunjung putus
Manusia hanyalah anak dari beberapa jam.
Anak Manusia yang sekarang ini hanyalah tahu cita-cita yang patah,
burung-burung yang kehabisan nyanyi.
Dan hatinya, di padang kering, batu rengkah-rengkah digersangi harapan
Kini dia telah pahit mulut
dadanya berayutan, berat menarik ke dalam kubur.

II
Kebenaran kegembiraan dalam ledakan pertama
Kebenaran yang diakui hati
Tapi dipatahkan pikiran, karena
dia minta jaminan bagi kehidupan seperti manusia biasa.
Pahit pertama yang menyebar dalam mulut
dan menuba dada
Pengertian inilah:
dia telah mengaburkan batas
manusia biasa dan manusia luar biasa
Kedua-dua adalah anak-anak manusia
Yang ditentukan oleh beberapa jam
“pada pokok mula ialah perbuatan”
Kebenaran yang diakui hati tapi dipatahkan pikiran
manusia luar biasa minta jaminan bagi kehidupan;
Bagi orang yang lari sebagai binatang buruan: manusia biasa
Datang melecut pada luka-luka
dia yang telah lari ke dalam gua-gua terakhir
karena dia tidak mau jadi barang sewa.

III
Demi cinta dan jujur
mari kita berterus terang
Ini hidup yang menghampar di hadapan kita
demikian indah, demikian menarik, dan penuh goda
tapi jalannya telah menuju ke ketakutan
dan setan-setan di pinggiran jalan
bersorak-sorak menganjurkan.
Arus yang telah diikutkan
membuat lupa dan kemegahan
membuktikan ketakutan…
Adakah suatu kemegahan itu bumi
Adakah suatu kemegahan itu dasar
Kemegahan yang telah dihantui oleh ketakutan dan penyesalan,
tapi tak hendak diakui?

IV
Carilah penghabisan mimpi
Carilah penghabisan nyanyi
Tapi bagaimana? Kedua-dua tidak akan habis-habis
Kedua-dua akan putus-putus
Mereka kedua memang bisa,
memang bisa, tapi bagaimana…

V
Di mana akhir daerah akan terdapat
akhir daerah, yang membuka kaki langit
Tidak cukup kesepian, tidak cukup pembuangan
tidak cukup ketahanan dan kekuatan menjejak dasar
Tidak di atas tanah bumi, tidak di atas air laut
Dalam ketika-antara di dalam jarak bumi dan laut
Dan hirup udara dari dua rupa.
Bumi yang punya rupa dan nama
menguapkan awan sakal dan …
Di perhentian lanjut
Menyadari tempat dan ketika
Kemenangan dan kekalahan
Membuat pengakuan lalu pulang ke garis jalan,
Tujuan yang dimulai bersumber hati

VI
Di daerah tuju yang membuka kaki langit
di daerah yang setiap waktu dimandi hujan,
Biar di waktu siang atau di waktu malam.
Cari waktu yang tepat
Cari tempat yang wajar, dan ingat
Tidak ada waktu dan tempat bagi dia yang dilahirkan cahaya
dan hilang ditertawakan cahaya.
Dia yang dilahirkan di tengah malam terbongkar
dengan hutan rimba yang satu waktu patah-patah
dan lain waktu jadi padang kering
Dia akan hidup menuju pantai dan jadi penguasa
Karena dia percaya:
Inilah bumi, air, dan udara
Di atas mana, di dalam mana, dan di antara mana
Anak Manusia harus hidup.
Dia perhitungkan segala hidup
Dia buat perhitungan di tiap mati
Dia hanya menggenggam nilai
Laut kekalan yang tak kenal batas,
di atas mana kapal, hidup berlayar
Dia telah mandikan dirinya di dalam
biru, kejujuran laut dengan badai dan kaca
mata sumber segala yang hidup
kepundan yang memancarkan segala tenaga
Dan gadis dengan keindahan penuh sehabis badai,
Akan keluar dari laut yang biru bening.

Baca Juga : 13 Puisi Cinta W.S Rendra Yang Wajib Anak Muda Baca

4. Puisi Rivai Apin berjudul “Elegi”

Elegi 

Apa yang bisa kami rasakan, tapi tak usah kami ucapkan
Apa yang bisa kami pikirkan, tapi tak usah kami katakan

Janganlah kau bersedih – dan mari kami lanjutkan
Kami bawa ini kebenaran ke bintangnya dan ke buminya.
Kami pun tahu, karena ada satu kata dari kau yang kami simpan
Satu pandang dari tanah retak menggersang, lalu sedu menyesak dada
Ah, kenangan padamu akan terus memburu,
menakutkan seperti bayang di pondok seloyongan, bila pelita 
 telah dipasang
Tapi penuh kasih seperti Bapa yang mengulurkan tangan
Dan kau kembali, seperti di hari-hari dulu ketika kau dan ini 
 bumi masih mendegupkan hidup.
Kami tak kan lupakan kau, ketika memburu dan ketika lari
– karena apa yang kami buru dan apa yang kami lari
untuk itu kau mau serahkan nyawa
Dan kami yang menimbang jasamu
Pun tahu, seperti kau pun tahu, bahwa tak ada Dewa atau
       Tuhan lain lagi yang berharga untuk dihidupi selain itu
Berhembusan topan di padang tandus ini
Tapi tapak kami yang tertanam di padang gersang, di mana kau 
 dalam terkubur
Melanjutkan nyala, dan kami yang tegak berdiri di sini ialah api
Kita tahankan hidup di ini malam, malam yang akan melahirkan siang
Kita adalah anak-anak dari satu Bapa
Kita adalah anak-anak dari satu Ibu
Dan mati kita hanyalah soal waktu
Tapi kita semua mempertahankan satu Tuhan.
Adik yang akan datang. Kakak yang telah pergi
Kita angkutlah tanah-tanah yang retak, ini tanah-tanah yang gersang.
Keberatan beban, kesakitan bahu memikul, dan kepahitan hati 
 akan kekalahan
Akan menyaratkan cinta pada kepercayaan yang kita peluk.

 

5. Puisi Rivai Apin Berjudul “Peristiwa”

Peristiwa

Malam membenamkan aku ke gang-gang
Dan dari aku, dia tidak akan dapat tantangan.
Aku tahu, kapal-kapal telah berangkat
Dan tidaklah akan kukejar ini kepergian.

Aku tadi juga di tangga dan di telingaku membising:
Orang bersuit-suitan dan menyoraki,
Tapi satu kilat memutuskan:
Aku kembali ke tengah mereka.

Benciku, yang melendir di mulut kuludahkan ke kapal yang tak kena
dan satu ombak kecil enak saja membawa ludahku lari

Baca Juga : Mengenang Puisi Chairil Anwar Karawang Bekasi

6. Puisi Rivai Apin berjudul “Tiga Menguak Takdir”

Tiga Menguak Takdir

Di atas hancuran tembok yang kuruntuhkan
Berdiri aku atas kuda putihku, gaya dan jaya
Di hadapanku menghampar padang dan bukit
Dengan lengkungan langit yang membuatku lapar ruangan.

Lalu dadaku memberikan ruang
Bagi jantung yang memukul berdentangan
Memancarkan darah yang dia degap degupkan

Darah kudaku pun ikut menjalang
dan
dia berlonjak-lonjakan oleh kekesalan
Lalu kulepas
dan kami menderu pacu ke pantai-pantai

7. Puisi berjudul “Tugu”

Tugu

Bila rumah dan mimpi telah hancur

Jangan kaukatakan:
Binatang-binatang pada mati, semuanya keindahan pada redup
Dan kau telah sendirian menghadapi kenyataan. Tapi ingat!
Ini waktu akan punya tugu, berukirkan kata mula dan kata akhir.
Jangan ada yang pulang dengan darah dan air mata
Tapi sirami bumi, semuanya ini akan bangunkan kegemilangan
Batu kekalahan di atas batu kekalahan
Sekali waktu nanti akan menugu
di mana kita yang mengukir kemenangan.

8. Puisi Rivai Apin berjudul “Batu Tapal”

Batu Tapal

Pengertian kita ditapali batu dari Jogja
Pengertian kita ditapali batu dari 
Jogja
Biarpun apa yang terjadi
Pengertian kita ditapali batu dari 
Jogja
Angin bangkit berembus
sarat mengandung bau
mayat-mayat dari daerah mimpi yang telah terjadi.
Ingatlah bila angin bangkü
Ingatlah bila angin bangkü
Bahwa daerah yang kita mimpikan
Telah bermayat, banyak bermayat.
Pengertian kita düapali batu dari 
Jogja
Pengertian kita düapali batu dari 
Jogja
Dan tidak ada yang dapat menggolakkannya.
Ingatlah bila angin bangkü
dan mengandung mayat
daerah yang belum didapat
Ingatlah anak yang tidak punya kebun tempat bermain
Anak yang tidak punya matahari untuk mainan.
Musuh kita dapat memuja mati
Dan merangkak di malam bertanda mati
Tapi pengertian kita tidak düapali,
tidak düapali mati.
Pengertian kita düapali batu dari 
Jogja
Daerah kebun tempat anak bermain
Dan matahari memburu awan.
Pengertian kita düapali batu dari 
Jogja
Pengertian kita düapali batu dari 
Jogja
Biarpun apa yang terjadi 
Pengertian kita düapali batu dari 
Jogja

 

 

Baca Juga : 22 Puisi Wiji Thukul Yang Wajib Anak Muda Baca

9. Puisi Rivai Apin berjudul “Dari Dua Dunia Belum Sudah”

Dari Dua Dunia Belum Sudah

Pagi ini aku dengar beritanya,
Aku ke jalan
Orang-orang jualan dan hendak pergi kerja menepi-nepi
Oto-oto kencang, berat dengan serdadu-serdadu dan tank-tank
tak dapat digolakkan
Ada yang meronda, berdua-dua dan bersenjata
Di antaranya ruang lapan-lapan, tapi ada isi!
Semua beku padu:
manusia benda udara, tapi memperlihatkan harga
Aku pergi ke teman-teman berbicara, isi mengendap ke kelam
Berita: Jogja sudah jatuh, Maguwo…  Karno tertangkap
Hatta, Sjahrir …
….
Kami berbicara, menimbang dan melihat kemungkinan
Semua dari satu kata dan  untuk satu kata.
Senja itu aku pulang, sarat dengan berita dan kemungkinan.
Di rumahku aku disambut oleh keakuanku yang belum sudah:
buku yang terbuka, yang belum dibaca dan buku yang harus
aku sudahkan,
Tapi untuk ini aku sudah tinggalkan Bapa dan Abang
Dan baru pula teringat ini hari baru satu kali makan.
– yang periuknya selalu terbuka – Dan aku sudahkan
keakuanku
di dalam ruang kuburan yang digalikan oleh nyala pelita di
dalam kegelapan.
Tapi malam ini menghentam, sepatu lares pada dinding
kegelapan yang tebal
Dan ketika mereka telah pergi terdengar ratap perempuan,
bininya atau ibunya.
Padaku tak usah lagi diceritakan, bahwa ada yang dibawa
Aku hanya bisa menekankan kepala pada papan meja,
Buncah oleh itu kata yang belum punya bumi tapi telah mengejar
pula ke dalam dunia yang belum sudah.

 

10. Puisi Rivai Apin berjudul “Mak Oi”

Mak Oi

Mak oi, sekiranya dunia masih minta dijelaskan
cemerlang apa yang begitu dicinta.
Setidaknya, sayangku sayang, lupakan habis-habis,
kerna apa yang dipucuk hati, masihkah tidak membukti?
Pikirkanlah tipuan-tipuan cerdik
dan khayal cat cantik-cantik
tentang berkata benar apa sungguh kejujuran begitu pelit?
Sedemi cinta yang bisa berputik
dan belaian lidah bukan lagi kecupan palsu
Tenggelamkan kepalaku dalam-dalam di sumur dadamu
sehingga pada matahari aku tidak lagi malu.
Kau pun juga semoga,
lahir kita memang dari rahim yang begini
dan yang bukan putera nyata. Ia telah kita bunuh.

Sekian penjelasan mengenai puisi Rivai Apin, terima kasih telah mengunjungi portal website mudabicara. Jika artikel ini bermanfaat, silahkan share artikel ini ya!. Selamat membaca!

 

Tulisan Terkait: