13 Puisi Kuntowijoyo Yang Wajib Anak Muda Baca

Sastra1791 Dilihat

Mudabicara.com_ Puisi Kuntowijoyo tidak hanya mengukuhkan dirinya sebagai seorang sastrawan namun juga sebagai cendekiawan yang serba bisa dan sempurna.

Pria kelahiran Sanden, Bantul,Yogyakarta pada 18 September 1943 memulai dunia tulis menulis sejak zaman duduk dibangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pada waktu SMA, Kuntowijoyo masih menulis cerita pendek, dunia sastra baru ia jajaki saat berkelana mencari ilmu di Amerika Serikat.

Baca Juga : Mengilhami Puisi ā€œMuseum Pejuanganā€ Kuntowijoyo

Sebagai seorang tokoh cendekiawan, Kuntowijoyo memiliki keahlian menulis di atas rata-rata. Ia banyak menulis buku, cerpen, puisi bahkan drama.

Naskah drama berjudul Topeng Kayu pun mendapatkan penghargaan Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1973. Di sisi akademis Kuntowijoyo merupakan profesor bidang sejarah di kampus Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Oleh karena itu, Kuntowijoyo tidak hanya disematkan sebagai seorang Sastrawan, Sejarawan dan Budayawan bahkan ia termasuk cendekiawan modern Indonesia sekelas Nur Cholis Madjid.

Nah! kali ini mudabicara ingin memberikan 13 rekomendasi puisi Kuntowijoyo yang wajib anak muda baca. Selangkapnya simak ulasan berikut ini:

13 Puisi Kuntowijoyo Wajib Anak Muda Baca

Puisi Kuntowijoyo
Kuntowijoyo, Sumber : Tirto.id

Perjalanan Cahaya ke Langit

Bagi yang merindukan

Tuhan menyediakan

Kereta cahaya ke langit

Kata sudah membujuk

Bumi untuk menanti

Sudah disiapkan

Awan putih di bukit

Berikan tanda

Angin membawamu pergi

Dari pusat samudera

Tidak cepat atau lambat

Karena menit dan jam

Menggeletak di meja

Tangan gaib mengubah jarum-jarumnya

Berputar kembali ke-0

Waktu bagi salju

Membeku di rumput

Selagi kau lakukan perjalanan

Baca Juga : 22 Puisi Wiji Thukul Yang Wajib Anak Muda Baca

Kota

Kotaku yang jauh

Padam lampu-lampunya

Angin menerpa

Lorong-lorong jelaga

Kotaku yang jauh

Menyerah pada malam

Seperti di siang hari

Ia menyerah

Pada kekosongan

Tuhan

Nyalakanlah neon-neon itu

Laut

Siapa menghuni pulau ini kalau bukan pemberani?

Rimba menyembunyikan harimau dan ular berbisa.

Malam membunuhmu bila sekejap kau pejam mata.

Tidak. Di pagi hari kau temukan bahwa engkau

di sini. Segar bugar. Kita punya tangan

dari batu sungai. Karang laut menyulapmu jadi

pemenang. Dan engkau berjalan ke sana.

Menerjang ombak yang memukul dadamu.

Engkau bunuh naga raksasa. Jangan takut.

Sang kerdil yang berdiri di atas buih itu

adalah Dewa Ruci. Engkau nmenatapnya: menatap dirimu.

Matanya adalah matamu. Tubuhnya adalah tubuhmu.

Sukmanya adalah sukmamu. Laut adalah ruh kita

yang baru! Tenggelamkan rahasia ke rahimnya:

Bagai kristal kaca, nyaring bunyinya.

Sebentar kemudian, sebuah debur

gelombang yang jauh menghiburmu.

saksikanlah

Tidak ada batasnya bukan?

Baca Juga : Mengenang Puisi Chairil Anwar ā€œCintaku Jauh Di Pulauā€

Malam

Bayang-bayang bumi

Memalingkan tubuh

Memejam lelah

Meletakkan beban ke tanah

Maka malam pun turun

Memaksa kucing putih

Mengeong di pojok rumah

Memanggil pungguk

Yang sanggup mengundang bulan

Karena hari sedang istirahat

Di ladang angin mengendap

Tidur bersama ibu bumi

Dari kasih mereka

Ilalang berisik

Ditingkah suara jangkrik

Di sungai, air

Pelan-pelan

Melanda pasir

Justru pada tengah malam

Rahasia diungkapkan.

Isyarat

Angin gemuruh di hutan

Memukul ranting

Yang lama juga.

Tak terhitung jumlahnya

Mobil di jalan

Dari ujung ke ujung

Aku ingin menekan tombol

Hingga lampu merah itu

Abadi.

Angin, mobil dan para pejalan

Pikirkanlah, ke mana engkau pergi.

Baca Juga : Mengenang Puisi Nonton Harga Karya Wiji Thukul

Kelahiran

Setelah benih disemaikan

Di pagi pupus menggeliat

Bayi meninggalkan rahim

Memaklumkan kehadiran

Cempaka di jambangan

Menyambut bidadari

Turun memandikan

Bahkan hari menanti

Sampai selesai ia mengeluskan jari

MerestuĀ kelahiran

Membungkus dengan sari

Mendendangkan kehidupan

Para perempuan

Berdandan serba kuning

Pucuk mawar di tangan

Duduk bersila

Menggumam doa-doa

Hari yang semalam dikuburkan

sudah tiba kembali

SelaluĀ kelahiranĀ baru.

Pepohonan

Sebagai layaknya pepohonan

menampung kenangan

dunia yang tergantung di awan

sudah sampai di simpang

Ada kubu terbungkus daunan

mengeluh pelan

memanjakan impian

Ayolah kubur dukamu di rumputan

senja sudah mendekat

malam berjalan merayap

engkau tentu mengharap bulan

Dalam pepohonan

yang berbuah rindu

aku mendengar

sesuatu yang tak kutahu

Namun aku suka padamu.

Baca Juga : Mengenang Puisi Chairil Anwar Karawang Bekasi

Alam Sedang Berdandan

Tangan yang tak nampak

Menjentikkan kasih ke pohonan

Semi di cabang-cabang

Adapun di rumputan

Seribu warna jambon

Memberikan madunya

Pada lebah dan kupu-kupu

Wahai yang menghias diri di air sungai

Simpanlah senja di bawah batu-batu

Angsa putih ingin mencelupkan bulu

Menuai ikan-ikanmu

Perawan mencuci mukanya

Masih tertinggal wangi kulitnya di permukaan

Ketika burung mandi dan menyanyi

Terdengar bagai engkau bangkit kembali

Tangan yang tak nampak

Mendandani.

Desa

Yang berjalan di lorong

hanya suara-suara

barangkali kaki orang

atau malaikat atau bidadari atau hantu

mereka sama-sama menghuni desa di malam hari

Kadang-kadang kentong berjalan

dipukul tangan hitam

dari pojok ke pojok

menyalakan kunang-kunang

di sela bayang-bayang

Kalau ingin melihat hidup

pandanglah bintang-bintang

yang turun rendah

menyentuh ujung kelapa

atau berhenti di bawah rumpun bambu

mendengarkan tanah menyanyi

Tunggulah, engkau tak akan percaya

Siapakah mengerang dari balik dinding bambu

Barangkali ibu yang kehabisan air susu

Ya Tuhan!

Baca Juga : 13 Puisi Cinta W.S Rendra Yang Wajib Anak Muda Baca

Pemandangan Senja

Dua ekor ikan

Menutup mata

Mereka lihat tanda

Air berhenti mengalir

Maka gugurlah kepercayaan

Perempuan menangis di jendela

Menghentikan pejalan

Lelaki tidak juga datang

Merpati di pucuk atap

Kesal menunggu senja

Menahan dingin

Mengharapkan bintang turun menyapa

Jauh di langit

Kelompok pipit mencari pohonan

Adakah masih tersedia daunan?

Mereka hanya berputar-putar.

Terasa juga malam ini

Lelaki tidak akan pulang

Barangkali sore harus dibatalkan

Tidak ada lagi:

Merpati harus tidur di awan

Pohonan sudah ditebang

Tidakkah kaudengar tidak ada lagi peradaban?

Musim Panen

Setelah semusim

tangan-tangan sibuk

memotong pohonan

di kampung halaman

pak tani

mengundang anak-anaknya

memanen kolam

sudah waktu ikan dinaikkan

Segunduk matahari

menyingkirkan sepi

dari danau

mendorong sampan

berlayar dua-dua

Di bukit

batu sudah dipecah

sekejap saja, bagai hanya main-main

rumah-rumah berdiri

melindungi perempuan

melahirkan bayi

Hari itu derita dihapuskan

Keluarlah lelaki-perempuan

memainkan udara dengan selendang

menyulap siang dalam impian

warna-warni dan wewangi

Anak lelaki-perempuan

menabuh genderang

menyebar kenanga

memaksa matahari

berhenti di balik daunan

Malaikat dan bidadari

menonton tarian

senyum mereka

menyentuh pohonan

Semesta berpesta

di tengah hari

pada musim panen abadi.

Baca Juga : Mengenang Perlawanan Wiji Thukul Lewat ā€œPuisi Untuk Adikā€

Sang Utusan

Dikabarkan

pada tanggal satu bulan Muharam

akan tiba Sang Utusan

dalam perjalanan kembali

menjenguk warganya

Mereka keluar dari rumah-rumah

berdiri di taman

menantikan

Bunga-bunga mawar di tangan

nyanyi kudus

dan detak-detak

harapan

Tidak.

la tidak mengikuti angin utara

ia lewat menurut ilhamnya.

Pulang, ia akan mengetuk pintumu.

Mereka saling memandang

barangkali itu benar

lalu kembali ke rumah

menaburkan mawar di ambang

menyimpan nyanyian

Malam tidak tidur

untuk di pagi hari

mereka temukan

jejak Sang Utusan

di halaman.

Menara

angin selatan

mendaki pucuk menara

meliukkan puncaknya

dua meter dari tanah

orang berkerumun

dengan mata silau

mengagumi kubah

alangkah indahnya

sungguhkah ini terjadi

dua puluh jari meraba

dua puluh ribu jari meraba

sebenarnya,sebenarnya

beginilah

kalau sudah tiba waktunya

menara pun

merendahkan diri

mencium tanganmu.

Demikian pembahasan mengenai puisi Kuntowijoyo kali ini, sampai jumpa pada pembahasan sastra selanjutnya. selamat membaca.

Tulisan Terkait: