Mudabicara.com_Pemuda atau lebih akrab disebut kaum milenial yang ada di dalam lingkaran Pemerintahan dinilai tidak bisa berbuat banyak untuk melakukan perubahan, apalagi membisikan kepada presiden terkait kepentingan dan aspirasi milenial.
Pandemi Covid-19 atau Vius Corona seharusnya menjadi momen bagi milenial yang ada dilingkaran kekuasaan untuk melakukan perubahan terutama membuat birokrasi yang mudah dan tidak ruwet untuk sektor bisnis.
Hal itu disampaikan oleh Pengamat Ekonomi Indef, Bhima Yudhistira saat diskusi webinar “Pemuda Berkarya: Membangun Kreatifitas Pemuda Upaya Meningkatkan Ekonomi Nasional di Era New Normal” yang diselenggarakan oleh Mudabicara.com bersama Kemenpora RI, Senin, 3 Agustus 2020. Dalam diskusi ini, juga hadir sebagai narasumber adalah Dosen Fisip UI Dr. Ricardi S Adnan, M.Si, dan Prof. Faisal Abdullah, S.H., M.Si.DFM sebagai keynote speaker.
“Saya kira Covid ini momen-momen perubahan,” terang Bhima.
Baca juga : Pemuda Desa Merawat Nasionalisme di Tengah Pandemi
Bhima mengritik pemuda yang ada dalam Pemerintahan lantaran tidak berani menyampaikan ide dan gagasan inovatif hanya karena takut pada para orang tua yang ada di Kementerian
Padahal, orang tua yang ada di kementerian/lembaga tidak progresif bahkan menghalangi kreatifitas anak muda yang ingin mebuat perubahan. Pemuda tidak diberi ruang untuk melakukan inovasi. Pemuda hanya di beri pekerjaan yang remeh temeh seperti menjinjing atau menjadi notulensi.
https://www.instagram.com/p/CDeJiGlg-og/
“Jadi ada anak muda pintar bersemangat masuk dalam pemerintahan tapi disuruh jinjing tas atau catat notulensi, artinya cara mereka berkarya juga harus menembus batas-batas birokrasi yang kaku,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa banyak kaum milenial memiliki gagasan besar, progress dan aktif berorganisasi saat masih kuliah. Akan tetapi ketika berada di lingkaran pemerintahan justru diam dan terkesan tidak berani menyampaikan ide dan gagasannya untuk membuat perubahan.
“Masuk dalam pemerintahan satu, dua tahun enggak kedengaran kabarnya lagi,” terangnya.
“Nah ini tantanganya saya kira jauh lebih berat dari pada pemuda yang diluar pemerintahan,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia juga mengkritik pemerintah yang kerap menyampaikan bahwa bangsa Indonesia harus mengikuti perkembangan industri 4.0. Kata Bhima, tanpa disampaikan Pemerintah sekalipun, revolusi 4.0 tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta. Misal dengan munculnya startup seperti Gojek, Grab atau Tokopedia dan lain-lain.
Oleh karena itu, pemuda yang ada dalam pemerintahan harus di beri ruang untuk berinovasi dan berkreasi demi kemajuan Indonesia.
“Ini salah satu otokrotik juga, jadi ketika pemerintah mengatakan, kita harus revolusi industri 4.0 maka itu bukan hanya ditujukan pada sektor swasta pemuda di luar pemerintahan. Tapi berikanlah ruang pemuda-pemuda dalam Pemerintahan untuk berinovasi untuk menguji inovasinya dan berani menyatakan pendapat dan yang orang tua ini harus legowo karena pandemi ini mengajarkan banyak hal,” pungkasnya.