Mudabicara.com_ Filsafat jiwa menjadi bagian penting dalam pembahasan filsafat, banyak para filosof baik barat maupun timur yang membahas topik filsafat jiwa.
Misalnya beberapa filosof awal seperti Aristoteles, Socrates dan Plato merupakan beberapa filosof barat yang membahas filsafat jiwa. Sementara untuk filosof timur ada beberapa tokoh antara lain Al Kindi, Al Farabi dan Ibnu Sina.
Dari beberapa tokoh filosof timur, salah satu yang paling terkenal membahas filsafat jiwa adalah adalah Abu Yūsuf Yaʻqūb ibn ʼIsḥāq aṣ-Ṣabbāḥ al-Kindī atau lebih dikenal dengan Al Kindi.
Kali ini mudabicara ingin mengulas secara mendalam tentang filsafat jiwa Al Kindi, Untuk lebih lengkapnya silahkan simak ulasan berikut sampai tuntas:
Baca Juga : Mengenal Teori Perubahan Sosial Ibnu Khaldun
Filsafat Jiwa Al Kindi
Berbicara mengenai filsafat jiwa tentu tidak asing lagi dengan pandangan salah satu filsuf muslim periode awal (klasik) yaitu Al Kindi. Al Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab, ia berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan.
Salah satu kelebihan Al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu Ia merubah pikiran-pikiran barat tersebut ke dalam perspektif Islam.
Al-Kindi sendiri telah menulis banyak karya dalam berbagai disiplin ilmu. Beberapa karyanya antara lain dari metafisika, etika, logika dan psikologi, hingga ilmu pengobatan, farmakologi, matematika, astrologi dan optik, juga meliputi topik praktis seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi.
Sedangkan dalam konteks filsafat Al-Kindi mengatakan bahwa fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu, menuntut keunggulan atau bahkan menuntut persamaan dengan wahyu.
Filsafat seharusnya tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.
Baca Juga : Mengenal Teori Realitas Alam Semesta Anaxagoras
Al Kindi mendefinisikan filsafat sebagai sebuah pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Pengetahuan tentang manusia inilah yang kemudian dalam pandangan Al Kindi kita kenal sebagai pengetahuan tentang jiwa.
Sebelum masuk pada penjabaran filsafat jiwa al kindi, perlu diketahui bahwasannya Al Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational).
Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut.
Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula.
Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan Al-Kindi seperti anjing dan babi.
Sedangkan bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja. Lantas apa makna filsafat jiwa Al Kindi yang sesungguhnya?
Jiwa Manusia dalam Pandangan Al Kindi
Di dalam al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, tidak menjelaskan secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan Al-Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah bukan urusan manusia.
Oleh sebab itu para filsuf Muslim membahas jiwa mendasarkannya pada filsafat jiwa yang dikemukakan oleh para filsuf Yunani, ketika sudah menemukan makna jiwa kemudian mereka para filsuf muslim menyelaraskan dengan ajaran Islam.
Jiwa atau roh adalah salah satu pokok pembahasan al-Kindi, bahkan al-Kindi adalah filsuf Muslim pertama yang membahas hakikat roh secara terperinci.
Al-Kindi berpendapat bahwa roh mempunyai esensi dan eksistensi yang terpisah dengan tubuh, dan tidak tergantung satu sama lain.
Baca Juga : Mengenal Tokoh Sosiologi Modern Max Weber
Menurut Filsafat Jiwa Al Kindi, jiwa itu bersifat rohani dan Ilahi. Sedangkan jisim mempunyai hawa nafsu dan sifat marah. Di sisi lain, Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith ( tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar).
Bahkan Al Kindi juga menegaskan jika Jiwa mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansi (jauhar)-nya berasal sari sustansi Allah. Dalam hal hubungan dengan Allah diibaratkan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.
Argument Al Kindi tentang perbedaan jiwa dengan badan, adalah jiwa menentang keinginan hawa nafsu. Seperti halnya saat nafsu marah mendorong menusia untuk melakukan kejahatan, maka jiwa berfungsi untuk mencegah atau bahkan menentangnya.
Kejadian semacam ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa sebagai yang melarang tentu tidak sama dengan hawa nafsu sebagai yang dilarang.
Contoh lain Saat manusia ingin bermaksiat, terkadang ada satu hal yang membuat niatan manusia untuk bermaksiat tidak jadi dilakukan.
Dorongan untuk mencegah atau berfikir ulang untuk tidak melakukan maksiat juga merupakan kerja jiwa yang mengingatkan manusia itu sendiri untuk tidak melakukan apa yang dilarang agama.
Baca Juga : Mengenal Teori Sosiologi Agama Max Weber
Relasi Al Kindi Dan Plato
Setelah membahas pandangan filsafat jiwa Al Kindi tentang Jiwa maka bisa kita simpulkan bahwa pandangan Al Kindi memiliki irisan dengan pandangan plato.
Dalam filsafat jiwa Plato mengatakan kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accident, rusaknya pada badan tidak membawa kerusakan pada jiwa.
Meskipun pandangan Al Kindi tentang jiwa dekat dengan pandangan Platom namun disisi lain Al Kindi tidak menerima pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam idea.
Al-Kindi membagi jiwa atau roh ke dalam empat daya antara lain sebagai mana berikut.
1. Daya bernafsu (al-quwwah asy-syahwaniyah) yang terdapat di perut.
2. Daya pemarah (al-quwwah al-gadabiyah) yang terdapat di dada.
3. Daya berfikir (al-quwwah al-natiqah) yang berpusat di kepala
4. Daya berfikir, karena daya itulah yang mengangkat eksistensi manusia kederajat yang lebih tinggi dan daya terakhir merupakan daya terpenting.
Tentang daya jiwa itu sendiri, Al-Kindi membandingkan daya bernafsu pada manusia dengan babi, daya marah dengan anjing, dan daya pikir dengan malaikat.
Jadi, orang yang dikuasai oleh daya bernafsu, tujuan hidupnya seperti yang dimiliki oleh babi, siapa yang dikuasai oleh nafsu marah, ia bersifat seperti anjing.
Dan siapa yang dikuasai oleh daya pikir, maka ia akan mengetahui hakikat-hakikat menjadi manusia utama dan hampir menyerupai sifat Ilahiyah pada Asmaul Husna.
Bijaksana, adil, pemurah, baik, mengutamakan kebenaran dan keindahan seperti agar hidup berjalan dan tertata secara seimbang.
Sedangkan dalam konteks akal Al-Kindi membagi akal pada empat macam, satu berada di luar jiwa manusia dan yang tiga lagi berada di dalamnya.
Baca Juga : Mengenal Tokoh Sosiologi Modern Max Weber
Akal yang selamanya dalam aktualitas (al-‘aql al-lazi bi al-fi’il Abadan). Akal berada di luar jiwa manusia, bersifat Ilahi, dan selamanya dalam aktualitas.
Kemudian akal yang bersifat potensial (al-aql bi al-quwwah), yakni akal murni yang ada dalam diri manusia yang masih berupa potensi dan belum menerima bentuk-bentuk indrawi dan yang akali.
Akal yang bersifat perolehan (acquired intellect) adalah akal yang telah keluar dari potensialitas ke dalam aktualitas, dan mulai memperlihatkan pemikiran abstraksinya.
Selanjutnya akal yang berada dalam keadaan actual nyata, ketika ia nyata, maka ia disebut akal “yang kedua”. Akal dalam bentuk ini merupakan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.
Ia dapat diibaratkan dengan proses penulisan kalau seseorang sunguh-sungguh melakukan penulisan.
Menurut al-Kindi, tidak semua roh yang lanjut pergi ke alam kebenaran, hanya roh yang telah suci yang bisa mencapainya.
Al-Kindi tampaknya tidak percaya dengan kekekalan hukuman terhadap jiwa, tetapi meyakini bahwa pada akhirnya jiwa akan memperoleh keselamatan dan naik ke alam akal yang berada di lingkungan cahaya Tuhan.
Roh yang telah masuk pada wilayah tersebut telah dapat melihat Tuhan.
Sebab itu, ruh selalu senantiasa mendambakan penyatuan kembali dengan sumbernya (Allah). Roh yang bersihlah dapat menyatu dengan sumbernya.
Baca Juga : Memahami Etika Protestan Dan Semangat Kapitalisme Max Weber
Menurut Al Kindi, roh yang kotor harus dibersihkan dulu ke bulan, kemudian lanjut ke Mercurius dan seterusnya hingga sampai ke alam akal yang berada pada wilayah cahaya Tuhan dan melihat Tuhan.
Sekian penjelasan mengenai filsafat jiwa Al Kindi, sampai jumpa pada pembahasan selanjutnya. Selamat Membaca!