Mudabicara.com_ Teori perubahan sosial merupakan salah satu teori yang melahirkan tata kelola dan pola kehidupan baru di masyarakat. Pergerakan sosial yang dinamis mengakibatkan teori perubahan sosial penting untuk dipelajari.
Namun tahukah kawan mudabicara tentang teori perubahan sosial dan salah satu tokoh pencetusnya. Jika belum tahu, jangan khawatir, kini mudabicara ingin mengulas tentang dua hal di atas. Selengkapnya baca ulasan kami berikut ini:
BACA JUGA : 15 Manfaat Belajar Ilmu Komunikasi Untuk Anak Muda
Biografi Singkat Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun merupakan seorang tokoh sejarawan, historiografi dan sosiolog muslim yang hidup antara abad ke- 14 sampai ke- 15. Ibnu Khaldun terkenal sebagai ilmuwan besar dengan karya monumental yang berjudul “Muqaddimah”.
Pemikiranya merupakan hasil dari pengalaman dan pengamatan langsung secara mendalam mengenai masyarakat dan negara.
Ibnu Khaldun lahir pada tanggal 27 Mei 1332 M dengan nama lengkap Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn al- Hasan Ibn Jabir di Tunisia.
Keluarganya berasal dari Hadramaut namun ketika dinasti Muwahhidun mengalami kemunduran di Andalusia dan kekuasaannya jatuh ke tangan kristen, Ibnu Khaldun kecil hijrah ke Tunisia.
Ibnu Khaldun memiliki kecerdasan alami dan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap fenomena-fenomena yang terjadi disekitarnya.
BACA JUGA : Profil dan Pemikiran Bapak Sosiologi Auguste Comte
Pendidikan Ibnu Khaldun
Sejak kecil ia banyak menerima ilmu dari ayahnya seperti anak kecil pada umumnya. Ia belajar membaca al-Qur’an dan fasih dalam Qira’ah Sab’ah.
selain itu juga Ibnu Khaldun belajar tafsir, hadist, fiqih, dan grammatika bahasa Arab dari sejumlah guru yang terkenal di Tunisia.
Ketika berumur 18 tahun terjadi dua peristiwa yang menyebabkan ia berhenti belajar. Petama, adanya wabah pes yang terjadi pada 1345 M di bagian besar belahan dunia bagian Timur dan Barat. Negara yang terdampak Samarkand hingga Magribi, Italia dan sebagian besar negara Eropa dan Andalusia.
Wabah ini memakan banyak korban termasuk kedua orang tuanya dan sebagian para gurunya, peristiwa tersebut menjadikan para ilmuwan meninggalkan Tunisia dan hijrah ke Afrika Barat laut.
Hal ini mengakibatkan Ibnu Khaldun terpaksa berhenti belajar dan mengalihkan perhatiannya pada upaya mendapatkan tempat tinggal.
Kedua, perpindahan, setelah beberapa pengembaraan ke berbagai negara Ibnu Khaldun mendapat tempat tinggal dan yang lebih mengembirakan ia berhasil menduduki jabatan penting di pemerintahan tempat tinggalnya yang baru.
Awal kariernya bermula dari mengabdi kepada pemerintah Abu Muhammad Ibn Tafrakin pada 1349 M dengan menduduki jabatan sebagai penulis. Jabatan ini juga membutuhkan keahlian dalam bidang mengarang.
BACA JUGA : Menelaah Teori Sosial Profetik Kuntowijoyo, Intelektual Muslim Indonesia
Karier Politik Ibnu Khaldun
Pada tahun 1351 M Amir Qusainthiang melakukan penyerangan ke Tunisia yang menyebabkan penguasa dan Ibnu Khaldun menyelamatkan diri ke Baskarah. Perpindahan ini merupakan babak baru lagi bagi kehidupannya, di mana ia terlibat lebih serius dalam perpolitikan.
Di Baskarah Ibnu Khaldun menduduki jabatan sebagai sekretaris sultan, anggota majelis ilmu pengetahuan dan pengawal sultan dalam perjalanan menuju shalat.
Pada tahun 1362 M ia melakukan perjalanan ke Andalusia, Gilbaltar, dan Granada, di Granada inilah Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretaris dan penulis pidato sultan. Pada tahun 1364 M pergi ke Bijayah, ia dipercaya sebagai Perdana Menteri dan menjadi Dosen Ilmu Hukum.
Berangkat dari pengembaraan dan pengalaman serta ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu Ibnu Khaldun matang dan kokoh sebagai seorang Intelektual.
Pengalamannya belajar ilmu agama, ilmu bahasa, dan ilmu filsafat memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran dan teorinya.
Teori Perubahan Sosial dan Pembentukan Negara
Teori perubahan sosial merupakan hasil pengamatan yang mendalam Ibnu Khaldun mengenai watak orang Badui di Baskarah. Baginya masyarakat selalu berubah dan memiliki akar sejarah yang berbeda. Di samping itu mereka memiliki norma, adat dan aturan yang harus mereka patuhi.
BACA JUGA : Mengenal Abah AOS, Ulama Kharismatik Dari Tanah Pasundan Dan Ajaranya
Biasanya masyarakat mengenal peradaban kemudian berorientasi pada kemajuan. Ibnu Khaldun memiliki dua pandangan dalam kontek perubahan sosial yakni :
1. Teori Masyarakat Badui dan Masyarakat Kota
Ibnu Khaldun menjelaskan di dalam karyanya yang sangat monumental dan terkenal berjudul Muqaddimah. Ia menilai manusia sebagai makhluk sosial yang mana akan tetap saling membutuhkan antara satu dengan yang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Ibnu Khaldun membagi dua kelompok sosial yang berbeda karakter. Pertama, badawah merupakan masyarakat yang tinggal dan menetap di pedalaman dan primitif.
Kedua, Hadharah merupakan masyarakat yang cenderung dengan kehidupan di kota, tentunya masyarakat yang sudah mempunyai peradaban.
Perbedaan tempat tinggal tersebut tentunya mempengaruhi pola hidup mereka. Masyarakat Badui hidup dengan kesederhanaan, tingkat ketaqwaan, keberanian yang tinggi, dan memiliki solidaritas (ashabiyah) yang kuat.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa inilah yang menjadi syarat kekuasaan. Sedangkan masyarakat kota hidup serba mewah dan lebih individualis.
Alhasil, menyebabkan kurangnya ikatan solidaritas maka masyarakat kota akan mengalami kehancuran yang kemudian masyarakat Badui inilah yang akan menduduki kota.
Ibnu Khaldun berpandangan bahwa munculnya sebuah bangunan kekuasaan akan menimbulkan anarki, kemudian anarki inilah yang akan menghancurkan peradaban.
BACA JUGA : Keindahan Masjid Agung Tuban, Ikonik Islam Pesisir Pantai Utara
Fenomena ini yang kemudian akan mengalami perubahan dari kehidupan primitif atau nomaden, ruralisme menuju kehidupan hadharah atau urbanisme.
Pembagian dua masyarakat menurut perspektif Ibnu Khaldun itu tidak terlepas dari pengaruh perubahan-perubahan yang pernah ia alami.
Untuk dapat menilik lebih jauh terkait dengan pemikirannya tentang perubahan sosial dan perkembangan peradaban manusia perlu melihat bahwa Ibnu Khaldun pernah menduduki sebuah kekuasaan, diangkat sebagai imam hingga hidup di penjara.
Teori Ashabiyah dan Teori Siklus
Konsep Ibnu Khaldun dalam menganalisis suatu persoalan politik dan negara menggunakan konsep Ashabiyah, menurut pandangannya ashabiyah adalah kunci awal lahirnya sebuah negara.
Apabila unsur ashabiyah sudah melemah, maka negara itu akan mengalami kehancuran. Teori perubahan sosial Ibnu Khaldun ini hingga sekarang masih menjadi inspirasi bagi pergerakan politik kontemporer.
Ibnu Khaldun mengklasifikasikan teori ashabiyah menjadi dua, yakni ashabiyah yang memiliki makna positif, dimana merujuk pada konsep persaudaraan.
Di dalam Sejarah Peradaban konsep ini membentuk solidaritas sosial masyarakat Islam untuk saling bekerja sama dan mengesampingkan kepentingan pribadi.
Sedangkan yang kedua ashabiyah yang bermakna negatif merupakan memunculkan kesetiaan dan fanatisme yang tidak berdasar pada kenyataan.
Makna yang kedua inilah yang tidak menjadi keinginan oleh sistem pemerintahan Islam sebab akan menyebabkan kaburnya nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan prinsip agama.
Pandangan Ibnu Khaldun mengenai masyaraka
Pandangan Ibnu Khaldun mengenai masyarakat dianalisis dengan pendekatan sosiologis. Ia mengilustrasikan dengan sifat alamiah manusia.
Bahwa manusia adalah makhluk hidup yang berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain dan juga memiliki tujuan yang sama sehingga terbentuklah ashabiyah.
Menurutnya pentingnya ashabiyah karena berdasar pada beberapa hal, yakni teori mengenai berdirinya suatu negara berkenaan dengan kenyataan suku.
BACA JUGA : Mengenang Ahmad Syafii Maarif, Anak Kampung dan Kemerdekaan Bangsa
Dimana suku bisa dilihat dari segi psikologi bahwa manusia tidak mungkin dapat mendirikan negara apabila tidak adanya suatu persatuan dan solidaritas bersama.
Selain itu dalam membentuk suatu negara akan melewati berbagai rintangan dan membutuhkan perjuangan yang kuat. Jika Imamah tidak dapat menundukkan lawan, maka akan mengakibatkan hancurnya suatu negara, sehingga dibutuhkan kekuatan yang besar untuk mewujudkannya.
Ibnu Khaldun mencetuskan teori mengenai tahapan timbul dan tenggelamnya sebuah negara atau peradaban, yakni
Pertama, Tahap Sukses. Tahap dimana otoritas negara mendapat dukungan dari masyarakat (ashabiyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.
Kedua, Tahap Tirani. Pada tahap ini penguasa melakukan perbuatan semena-mena terhadap rakyatnya dan nafsu ingin mengendalikan semuanya.
Ketiga, Tahap Sejahtera. Dimana ketika kedaulatan telah dinikmati maka penguasa lebih fokus pada usaha untuk membangun negaranya.
Keempat, Tahap Tentram dan Damai. Tahap ini penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibangun oleh pendahulunya.
Kelima, Tahap Kemewahan. Tahap ini merupakan tahap menuju kehancuran, dimana penguasa menjadi perusak warisan pendahulunya, mementingkan hawa nafsu dan tipu daya duniawi.
Demikian ulasan sosok inspiratif kali ini mengenai teori perubahan sosial Ibnu Khaldun, selamat membaca