Pesan Dibalik Kisruh Dana Zakat ACT, Mari Berbenah!

Opini542 Dilihat

Mudabicara.com_ Saat mengerjakan skripsi saya tertarik meneliti tentang dinamika zakat. Ada harapan luar biasa melihat semangat religiusitas dan kesadaran sosial yang tumbuh bersamaan soal zakat. Kala itu saya meneliti lembaga zakat Muhammadiyah dan Dompet Dhuafa.

Ada yang unik dalam filantropi zakat, Amil punya hak untuk mengelola 12.5% dari total pendapatan zakat sedangkan untuk shadaqah dan infaq lebih fleksibel angkanya kadang mencapai 20%. Pada bagian ini biasanya masing-masing lembaga mempunyai Standart Operasional Prosedure (SOP) masing-masing.

BACA JUGA : Zakat, Pahlawan Kesenjangan Pasca Covid-19

Kisruh Dana Zakat dan Jatah Amil

Alokasi dana untuk Amil sepenuhnya digunakan untuk operasional, gaji, fasilitas perkantoran hingga iklan. Bayangkan jika nilai total akumulasi mencapai 100 milyar dari zakat dan 50 Milyar dari Infaq. Belum lagi shadaqah, maka bisa jadi operasional yang diperkenanlan mencapai 22,5 M.

Pendekatan syariah memungkinkan itu, maka jika ada lembaga dengan pendapatan 540M per tahun maka secara syariah punya hak, setidaknya 67,5M untuk operasionalnya dengan asumsi seluruhnya dari zakat.

Berdasarkan keterangan resmi pihak ACT 2020 menerima 519 M dengan total operasional 13,7% atau 71,1M. Dengan berasumsi bahwa data dari Tempo benar sebab sampai saat ini belum ada bantahan resmi dengan pembuktian yang rigid.

Misalnya mari hitung akumulatif dari informasi di majalah Tempo. Jumlah eksekutif dan gajinya; 1 Presiden 250 juta, 3 Senior Vice President 150 juta, 10 Vice Presiden 80 juta, 14 Direktur Eksekutif 50 juta dan 16 Direktur 30 juta.

BACA JUGA : 10 Manfaat Belajar Hubungan Internasional Untuk Anak Muda 

Total perbulan dari para pimpinan lembaga adalah 2,68×12=32,16M plus bonus 6xgaji sebanyak 16,08M sehingga total menjadi 48,24 atau 8,9% dari total dan, apakah wajar?. Mungkin bisa positif dan negatif tergantung pads sudut penilaian.

Namun saya melihat dengan proporsi 8,9% maka lembaga telah menghabislan 2/3 alokasi anggaran operasional hanya untuk mengaji pimpinan eksekutifnya yang berjumlah 44 orang. Tentu jumlah tersebut belum termasuk tunjangan dan biaya operasional.

Pertanyaanya, apakah peran 44 orang tersebut merepresentasikan 2/3 kinerja lembaga dari total karyawan pada 2021 sebanyak 1688 orang?. Lembaga-lembaga konsultan Human Resource Department (HRD) biasanya memiliki perhitungan gaji dan insentif harus merepresentasikan proporsi beban dan kinerja.

Persoalan Gaji

Pertanyaan lain, apakah gaji pegawai terendah rasionya cukup berimbang dibanding para eksekutif?. Semakin kecil rasio semakin baik. Misalnya jika gaji terenda 5 juta maka rasionya 1:50  tetapi jika gaji terendah 10 juta rasionya turun menjadi 1:25, tidak ada batasan rasio karena sangat ditentukan garis hirarkis.

BACA JUGA : Memetik Manfaat Membaca Buku 

Secara teori, yang biasa diadopsi korporasi wajarnya paling besar adalah 2-3 kali hirarkis. Jika ada 8 jenjang maka gaji maksimal paling tinggi 16-24 kali penerima gaji terbawah. Jejang yang panjang ataupun pengali yang terlalu besar menunjukan abnormalitas beban dan harus ada reformulasi struktur.

Selain soal gaji dan fasilitas funtastis, ada jg soal “penggelapan” dan alokasi dana yg mengalir ke person by person dan tentu semuanya cukup menyita perhatian.

Tempo mengklaim memiliki bukti-bukti akurat dari catatan internal yang bersifat rahasia. Jika terbukti ini menunjukan perlunya pembenahan transparansi ke depan.

Tidak ada salahnya setiap program atau project memiliki dashbord terbuka. Memberikan informasi siapa penerima, pengelola, jumlah bahkan nilai donasi yang dialirkan serta return yang dihasilkannya.

Persoalan Transparansi

Transparansi tata kelola tak perlu ditakuti justru harus jadi tradisi. Transparansi nantinya tentu akan semakin meningkatkan kepercayaan publik dari pada sekedar menjual janji surga, pahala dan berkah.

Faktanya memang hal tersebut sering menjadi layanan dalam penggalangan donasi secara ritel. Sayangnya, kabar ramai lembaga zakat ini tidak menyajikan data secara komprehensif, laporan keuangan, proporsi alokasi dan tata kelolanya, bagaimana idealnya dan bagaimana eksisting yg terjadi!.

Pers punya hak memberitakan tinggal teman Forum Zakat (FoZ) dan internal lembaga zakat yang bersangkutan menjelaskan secara rigid soal kisruh dana zakat ACT. Bukan dengan klaim sudah berizin dan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) saja. Namun dengan menunjukan bagaimana tata kelolanya ke publik.

FoZ misalnya memberikan acuan bahwa dana zakat wajib habis dalam 1 tahun berjalan, untuk memastikan dana dapat termanfaatkan secara maksimal untuk umat.

BACA JUGA : Sejarah Makam Syekh Maulana Maghribi Ujung Negoro

Transparansi tata kelola misalnya memastikan tidak ada intrik dan hubungan kekeluargaan yang tidak profesional dalam program. Setidak-tidaknya memastikan project yang mengunakan dana zakat memang tepat menyasar kelompok yang berhak secara proporsional.

Dampak Kisruh Dana Zakat ACT

Dengan kisruh ini pastinya penerimaan ziswaf bakal menurun bukan hanya satu lembaga namun secara akumulatif akan berdampak kesemua. Terutama zakat-zakat korporasi dan Corporate social responsibility (CSR) akan berfikir ulang menggandeng lembaga zakat.

Seharusnya hal ini menjadi waktu yang tepat untuk berbenah guna mengedepankan transparan agar pengelolaan zakat terarah. Jika diakumulasi dana zakat sangatlah besar dan akan secara akseleratif meningkat seiring pertumbuhan kelas menengah muslim.

Saya berkeyakinan, seperti halnya prinsip pak Eri Sudewo pendiri Dhompet Dhuafa bahwa zakat itu sama dengan pajak. Bahkan pertanggung jawabannya lebih tinggi maka pengelola zakat harus lebih transparan dari pengelola pajak. Pastinya dampak dari dana zakat harus berkali lipat lebih besar dari dana pajak.

Sangat banyak para pengelola zakat yang ikhlas, menghabiskan waktu dan pikirannya untuk umat. Hal itu terbukti efektifitas dana zakat dalam pemberdayaan masyarakat di banyak tempat cukup tinggi.

Bahkan banyak perusahaan maupun para filantropis global memilih kolaborasi dengan lembaga-lembaga zakat di dalam aktivitas pemberdayaannya.

Saya masih menaruh harapan asalkan kita bersama-sama berbenah! Meski tak menutup mata sebagian lainnya mesti perlu perubahan sistem dan tata kelola secara serius.

 

Oleh : Hafid (Peneliti dan Pemerhati Sosial)

Tulisan Terkait: