Mudabicara.com_Ketua Komisi Pendidikan dan Kebudayaan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), M. Risdamuddin, menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan.
Menurut nya, Pemotongan anggaran yang menyasar tunjangan dosen non-PNS, bantuan sosial beasiswa, hingga layanan publik di perguruan tinggi ini dinilai berpotensi membebani mahasiswa dan mengancam akses pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu.
Baca Juga: Indonesia Jadi Pasar Utama, Google Siap Dukung Inisiatif Perlindungan Anak oleh Pemerintah
Menurut Risdamuddin, pemangkasan anggaran yang awalnya direncanakan sebesar Rp 22,5 triliun kemudian dikurangi menjadi Rp 14,3 triliun masih memberikan dampak serius terhadap keberlangsungan pendidikan tinggi.
Khususnya, pemotongan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang mencapai 50 persen dari total Rp 9,8 triliun berpotensi menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa.
“Kebijakan ini sangat merugikan mahasiswa, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. BOPTN adalah subsidi yang sangat dibutuhkan untuk menekan biaya pendidikan. Jika dipangkas, maka kemungkinan besar UKT akan naik, dan ini akan semakin membatasi akses pendidikan tinggi bagi masyarakat,” tegas Risdamuddin.
Lebih lanjut, Risdamuddin juga menyoroti pemotongan anggaran bagi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) yang mencapai 50 persen dari total Rp 6 triliun, serta bantuan kelembagaan bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang mengalami pemangkasan serupa dari total Rp 365 miliar.
Hal ini, menurutnya, akan semakin memperburuk kondisi pendidikan tinggi di Indonesia.
“Pemangkasan ini juga menyasar beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah yang berkurang 9 persen atau sekitar Rp 1,3 triliun. Ini sangat mengkhawatirkan karena KIP Kuliah merupakan penyokong utama bagi mahasiswa dari keluarga miskin agar tetap bisa mengenyam pendidikan tinggi,” tambahnya.
Selain itu, beasiswa kuliah bagi dosen dan tenaga kependidikan, baik di dalam maupun luar negeri, juga terkena pemotongan sebesar 25 persen.
Risdamuddin menegaskan bahwa kebijakan ini dapat menghambat peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, karena dosen yang merupakan pilar utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan justru mendapatkan perlakuan yang tidak adil.
“Saat kita berbicara tentang visi Indonesia Emas 2045, seharusnya investasi di sektor pendidikan diperkuat, bukan justru dikurangi. Pemotongan beasiswa dan tunjangan dosen ini bertolak belakang dengan semangat menciptakan SDM unggul yang siap bersaing di tingkat global,” ujarnya.
Baca Juga: Penyebab dan Gejala Saraf Kejepit, dari Usia Lanjut hingga Gaya Hidup Muda
Risdamuddin mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan ini dan memastikan bahwa alokasi anggaran pendidikan tetap terjaga.
Ia juga menegaskan bahwa PB HMI akan terus mengawal kebijakan pendidikan agar tetap berpihak pada kepentingan mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan.
“Kami meminta agar pemerintah lebih bijak dalam mengambil kebijakan fiskal. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak boleh dikorbankan demi kepentingan efisiensi anggaran sesaat,” pungkasnya.