Kenaikan PBB Picu Protes, Sejumlah Daerah Cabut Kebijakan Usai Arahan Kemendagri

Politik89 Dilihat

Mudabicara.com_Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa sejumlah kepala daerah di berbagai kabupaten dan kota telah membatalkan serta menangguhkan rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Langkah ini diambil setelah munculnya protes dari masyarakat Kabupaten Pati, yang keberatan atas kebijakan pemerintah daerah setempat menaikkan PBB hingga 250%.

Baca Juga: Lembaga Baru Prabowo Siap Beroperasi, Sri Mulyani: Anggaran Pasti Ada

Pelaksana Harian Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Horas Maurits Panjaitan, mengungkapkan bahwa penolakan warga Pati dipicu oleh fakta bahwa sejak 2011, pemerintah daerah belum pernah memperbarui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang merupakan komponen utama dalam perhitungan PBB.

“Nilai dari pada PBB-P2 itu adalah, tarif dikali dengan NJOP dikurangi dengan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Dan NJOPTK itu adalah paling rendah Rp 10 juta, ini yang sebenarnya pengaturannya dalam rangka menghitung nilai PBB-P2 itu, sehingga kalau daerah tentunya nanti menetapkan, katakanlah 2011 belum dilakukan penyesuaian, maka jangan sekaligus langsung dibuat kenaikannya sampai seperti 2025, jadi kenaikannya jadi 14 tahun. Sehingga memang kelihatan jadi 300%,” ujar Maurits dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Kementerian Dalam Negeri merekomendasikan agar pemerintah daerah mempertimbangkan penyesuaian tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tiga tahun.

Meski demikian, merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, terdapat ketentuan yang memperbolehkan revisi tarif PBB dilakukan setiap tahun apabila situasi tertentu mengharuskannya.

“Masalahnya ini juga langsung dinaikkan terlalu tinggi, hampir 300%. Maka masyarakat menolak. Harusnya kalau hitungnya sekali tiga tahun, jadi jangan terlalu besar, paling juga di bawah 15% kalau pun dinaikkan. Karena kan dia harusnya bertahap, dihitung, dan juga harus melalui pengkajian,” terangnya.Maurits menegaskan, jika PBB memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah, mesti diberikan pengurangan. Bahkan, jika kenaikan dilakukan secara masif, kebijakan dapat langsung ditunda bahkan dicabut oleh Pemda terkait.

“Setelah kami koordinasi dan cek di beberapa daerah sudah banyak yang menunda, bahkan mencabut Perkada-nya. Termasuk Bone, kemarin kita sudah juga berkoordinasi, sudah mencabut. Dan beberapa di daerah lain, Jombang juga saya kira sudah dan beberapa daerah lain,” terangnya.

Di waktu yang bersamaan, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menegaskan bahwa persoalan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bukan bagian dari kewenangan langsung kementeriannya.

Baca Juga: Jelang Lawan Kuwait dan Lebanon, Jordi Amat Komentari Badai Cedera Timnas

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menginstruksikan agar pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap lonjakan tarif PBB yang terjadi di berbagai wilayah.

“Berdasarkan surat edaran Pak Menteri juga sebetulnya mengulangi apa yang kami sampaikan ke daerah, pertama di lakukan pemetaan terkait dengan kemampuan daerah untuk melakukan pembayaran dalam hal penyesuaian. Kemudian yang kedua juga sosialisasi yang maksimal, yang menyentuh semua stakeholders,” imbuhnya.

Tulisan Terkait: