Mudabicara.com_Diaktifkannya kembali calling visa bagi Israel pada 23 November 2020 lalu telah menciderai seluruh elemen bangsa yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan menolak segala bentuk penjajahan. Aktifasi kebijakan ini dapat kita lihat pada laman resmi kemlu yang menyatakan bahwa WNA dari 9 negara di mana Israel termasuk di dalamnya dapat mengajukan calling visa jika ingin masuk ke Indonesia.
BACA JUGA : KETUA DPD KUTUK PEMBANTAIAN SEKELUARGA DI SIGI SULTENG
Menurut Kemenkumham pemberian calling visa terhadap WNA Israel telah diberikan sejak tahun 2012 berdasarkan Permenkumham Nomor M.HH-01.GR.01.06 Tahun 2012. Kemenkumham juga berkilah bahwa upaya pemberian calling visa ini mengakomodasi hak-hak kemanusiaan para pasangan kawin campur, baru kemudian untuk tujuan investasi, bisnis, dan bekerja. Selain itu proses pemberian calling visa ini juga dilakukan dengan ketat tim penilai dari berbabagi institusi diantanya Kemlu, Polri dan BIN.
Meski kemenkumham menolak tudingan upaya ini bagian dari upaya normalisasi. Namun KPIQP (Koalisi Perempuan untuk al Quds dan Palestina) berpendapat bahwa pengaktifan calling visa ini tidak dapat dipungkiri sebagai bagian dari soft diplomasi menuju normalisasi hubungan politik dengan Israel. Apalagi mengingat bahwa Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Sehingga kebijakan ini hanya akan menjadi celah bagi tercapainya goal akhir : normalisasi hubungan.
Kebijakan ini tentu bertentangan dengan dukungan terbuka Jokowi terhadap Palestina. Secara khusus pada Sidang Majelis Umum (SMU) ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Indonesia sudah menegaskan komitmennya sebagai pihak yang memainkan peran dari solusi perdamaian. “No one, no country should be left behind,” demikian janjinya. Apalagi mengingat bahwa hanya negara Palestina satu-satunya negara peserta Konferensi Bandung yang belum mengecap kemerdekaannya.
Untuk itu, aktifasi kebijakan calling visa tidak hanya mencederai komitmen Indonesia terhadap Palestina, namun sekaligus mencederai amanah pembukaan UUD yang menegaskan penolakan segala bentuk penjajahan. Ini juga bertentangan dengan pesan founding father Indonesia, Soekarno yang mengamanatkan untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina hingga ia merdeka. Maka atas dasar hal tersebut KPIQP menyerukan agar Presiden Jokowi menonaktifkan kembali kebijakan ini.
Ketua KPIQP Nurjanah Hulwani secara tegas menyatakan, “Saya menyayangkan kebijakan pemerintah Indonesia yang membuka calling visa untuk warga Israel. Kebijakan ini tentunya melukai bangsa Palestina yang sedang berjuang mengambil haknya untuk merdeka. Bagaimanapun Indonesia berhutang kepada bangsa Palestina yang telah mengakui kemerdekaan Indonesia setelah Mesir. Cara yang paling sederhana membalas kebaikan bangsa Palestina adalah mencabut kembali kebijakanya untuk tidak membuka calling visa untuk Israel.