Mudabicara.com_ Laut Cina Selatan (LCS) yang disebut juga dengan South China Sea hingga kini masih
menjadi objek perselisihan. LCS diketahui kaya akan 40% cadangan minyak dan gas bumi dunia, menunjang keamanan pangan di kawasan ASEAN dan merupakan jalur strategis lalu lintas maritim dan ekonomi dunia. Nilai potensi ekonomi yang terkandung konon mencapai ratusan milyar US Dollar.
Perselisihan LCS kini melibatkan banyak aktor negara yaitu RRT, Indonesia, Filipina,
Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura dan Vietnam. Tidak dapat dipungkiri peran
Amerika Serikat juga ada dalam isu ini. Perselisihan dilatarbelakangi oleh claim Cina terhadap
kepemilikan LCS sebagai bagian dari teritorinya.
Cina menjustifikasi peta “Nine Dash Line” sebagai rujukan yang benar akan wilayah teritorialnya. Meskipun Cina sudah menyetujui dan meratifikasi United Nations Convention On The Law of The Sea (UNCLOS) yang adalah perjanjian hukum terkait laut yang dihasilkan oleh konferensi PBB dari tahun 1973 -1982, Cina nyatanya tidak menghormatinya dan malahan melanggar sembilan titik ditarik dari Pulau Spartly di tengah LCS dan mengklaim sebagai Zona Ekonomi Eklusifnya.
Cina bahkan melakukan latihan perang, membangun pangkalan militer dan membiarkan kapal-kapal nelayannya memasuki kawasan milik negara lain. Implikasi terhadap ASEAN adalah hampir seluruh anggotanya berselisih dengan Cina terkait wilayah ini. Misalnya Filipina dan Vietnam yang mempermasalahkan teritorial Kepulauan Spratly dan Paracel. Brunei yang menegaskan haknya terhadap pulau-pulau dalam ZEEnya, serta Indonesia terkait kepemilikan mutlak terhadap Pulau Natuna.
ASEAN harus memperkuat posisinya dalam negosiasi dengan Cina. Indonesiapun harus
bertindak tegas terkait kepemilikan wilayah Natuna. Kedepan, Cina bisa saja makin menunjukkan
‘taring’nya untuk menguasai LCS demi motif militer, ekonomi dan politik negaranya. Karena itu,
ASEAN harus satu suara dan menghimpun kekuatan untuk melawan klaim sepihak dari Cina.
Wilayah ASEAN yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan harus dibangun pos militer
dan keamanan untuk melindungi batas teritori dan kedaulatan wilayahnya.
Oleh : Demita Ginna Brigitte Mogontha