MA Batalkan Pasal Penjualan Pasir Laut dalam PP Nomor 26 Tahun 2023

Hukum11 Dilihat

Mudabicara.com_Mahkamah Agung (MA) menerima permohonan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 terkait Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut

Dalam keputusan yang dikeluarkan, MA menilai beberapa ketentuan dalam aturan tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, terutama Pasal 56.

“Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Muhammad Taufiq. Menyatakan Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32, Tahun 2014 tentang Kelautan dan karenanya tidak berlaku untuk umum,” demikian bunyi putusan yang dikutip pada Jumat (27/6/2025).

Baca Juga: Jokowi Batal Maju Caketum PSI, Dukung Anak Muda

Keputusan ini tertuang dalam perkara Nomor 5/P/HUM/2025 yang diputuskan oleh Ketua Majelis Hakim Irfan Fachruddin bersama anggota Lulik Tri Cahyaningrum dan H Yosran pada tanggal 2 Juni 2025.

Dalam putusannya, Mahkamah Agung juga menginstruksikan Presiden Republik Indonesia sebagai Termohon untuk segera mencabut pasal-pasal yang telah dinyatakan tidak sah tersebut.

“Memerintahkan kepada Termohon untuk mencabut Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut,” demikian disebutkan dalam putusan.

Selain itu, Mahkamah Agung menjatuhkan kewajiban kepada Termohon untuk menanggung biaya perkara sebesar Rp1 juta. Salinan keputusan tersebut nantinya akan diserahkan oleh Panitera MA kepada Sekretariat Negara untuk dipublikasikan dalam Berita Negara.

Regulasi Bertentangan dengan Pelestarian Laut

Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menilai bahwa Peraturan Pemerintah tersebut memberikan peluang bagi eksploitasi pasir laut untuk tujuan komersial, yang bertentangan dengan prinsip pelestarian lingkungan yang diatur dalam Undang-Undang Kelautan.

MA menegaskan bahwa Pasal 56 UU Nomor 32 Tahun 2014 dirancang untuk menangani kerusakan lingkungan laut, bukan untuk memberikan izin atau membenarkan aktivitas penambangan pasir laut.

“Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 56 UU Nomor 32 Tahun 2014 dimaksudkan untuk penanganan kerusakan lingkungan laut, melalui pencegahan, pengurangan, dan pengendalian lingkungan laut dari setiap pencemaran laut. Ketentuan tersebut tidak mengatur mengenai penambangan pasir laut untuk kemudian dijual (dikomersilkan),” bunyi pertimbangan MA.

Mahkamah juga menilai pengaturan penjualan pasir laut dalam PP tersebut sebagai kebijakan yang tergesa-gesa dan tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian, terutama di tengah meningkatnya ancaman abrasi dan tenggelamnya wilayah pesisir seperti di utara Pulau Jawa.

“Karena itu menurut Mahkamah Agung, pengaturan komersialisasi hasil sedimentasi di laut berupa penjualan pasir laut di dalam objek permohonan, adalah kebijakan yang terburu-buru dan tidak mempertimbangkan aspek kehati-hatian…,” sambungnya.

Penambangan Pasir Laut Dinilai Abaikan Tugas Negara

menyatakan bahwa menjual pasir laut hasil sedimentasi berisiko mencerminkan kelalaian pemerintah dalam menjalankan kewajiban menjaga dan merawat ekosistem laut.

“Karenanya kebijakan komersialisasi pemanfaatan hasil sedimentasi berupa pasir laut tersebut dapat dipandang sebagai pengabaian atas tugas dan tanggungjawab pemerintah dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014,” jelas MA.

Baca Juga: Tak Lagi Serentak, MK Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

Permohonan uji materiil ini diajukan oleh Muhammad Taufiq, seorang dosen,

Isi Pasal yang Dibatalkan

Berikut bunyi Pasal 10 dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 yang dinyatakan tidak berlaku oleh MA:

(2) Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pasir laut dilakukan melalui pengambilan, pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan/atau penjualan Hasil Sedimentasi di Laut.

(3) Penjualan Hasil Sedimentasi di Laut berupa pasir laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan.

(4) Izin usaha pertambangan untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijamin penerbitannya oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang mineral dan batubara atau gubernur sesuai dengan kewenangannya setelah melalui kajian oleh tim kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Sebagai informasi, permohonan ini diajukan pada 17 Oktober 2024, diterima di Pengadilan Negeri Surakarta pada 12 November 2024, dan diregister dengan Nomor 5 P/HUM/2025 pada 2 Januari 2025.

Tulisan Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *