Masalah Lama yang Tak Kunjung Beres, BPJS Kesehatan Terancam Gagal Bayar

Sosial112 Dilihat

Mudabicara.com_Beberapa waktu terakhir, ramai diabahas mengenai proyeksi gagal bayar BPJS Kesehatan pada tahun 2025 dan 2026. Diperkirakan, defisit BPJS Kesehatan akan mencapai Rp 20 triliun, karena jumlah klaim yang melonjak pesat dari tahun-tahun sebelumnya.

Penyebab sengkarut gagal bayar BPJS Kesehatan berasal dari beberapa faktor. Diantaranya, inflasi kesehatan di Indonesia yang naik signifikan dalam dua tiga tahun terakhir ini, yang membawa dampak bukan saja pada BPJS Kesehatan tetapi juga pada industri asuransi pada umumnya.

Baca Juga: 3 Fitur Menarik DANA Beri Kenyamanan Pengguna Khususnya Anak Muda

Kedua, tingginya utilisasi fasilitas kesehatan, yang bounced dari masa pasca pandemi. Dan ketiga, banyaknya peserta tidak aktif yang hanya mendaftar dan membayar saat memakai dan tidak berlanjut sehingga membuat klaim manfaat membengkak tanpa menambah iuran secara berarti.

Menanggapi hal ini, peneliti kebijakan sosial The PRAKARSA, Victoria Fanggidae mengatakan bahwa defisit BPJS Kesehatan ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru.

“Bahkan hanya setahun sejak diluncurkan, defisit sudah menjadi masalah. Pada saat itu, baru setahun beroperasi, yaitu 2015, defisit sudah mencapai Rp 9,4 triliun,” ucap Victoria.

“Hanya membaik setahun, pada tahun 2017 defisit terjadi lagi tiga kali lipat dari 2016, dan terus terjadi tanpa henti sampai pandemi COVID-19, saat utilisasi rendah karena berbagai pembatasan dan akses masyarakat ke fasilitas kesehatan dibatasi,” sambung Victoria.

Pemerintah perlu mempertimbangkan langkah-langkah terobosan lain. Riset The PRAKARSA mengenai defisit JKN mengusulkan kombinasi antara kebijakan kenaikan iuran dan alternatif pendanaan melalui ekstensifikasi barang kena cukai misalnya, sebagai langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikan permasalahan defisit pembiayaan JKN.

Mengutip riset The PRAKARSA ini, Victoria menyarankan agar: Pertama, pemerintah menyesuaikan nominal iuran dengan perhitungan aktuaria secara berkala dua tahun sekali sebesar 15%-18%.

Sejak diluncurkan tahun 2014, besaran iuran sudah berada di bawah kecukupan aktuarial sebagai asuransi.

Kedua, dalam hal kepesertaan, pemerintah perlu mendorong peningkatan jumlah peserta JKN dan mendorong kepatuhan perusahaan dan peserta mandiri dalam mendaftarkan diri dan mengiur teratur.Sanksi yang serius perlu ditegakkan untuk ini.

Baca Juga: Suporter Timnas Indonesia Pasti Tersentuh! Lirik Lagu Tanah Airku dan Sejarahnya

Ketiga, pemerintah perlu melakukan eksplorasi pendanaan lain seperti dari Corporate Social Responsibility, cukai rokok, cukai kendaraan bermotor roda empat atau lebih, cukai makanan dan minuman berpemanis.

“JKN adalah milik seluruh warga negara Indonesia dan sudah jelas manfaatnya dalam mengurangi pengeluaran masyarakat dan kesenjangan layanan kesehatan. Karena itu, pemerintah harus serius dalam mencari cara-cara terobosan, yang bisa merupakan kombinasi beberapa cara yang berbeda, untuk menyelamatkan JKN dari kebangkrutan, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 48 UU No.40 Tentang SJSN,” tutur Victoria menutup percakapan.

Tulisan Terkait: