Mudabicara.com_MY Esti Wijayati, Ketua DPP PDIP, menolak upaya pemerintah yang sedang melakukan revisi sejarah. Esti berpendapat bahwa langkah tersebut memicu kontroversi dan menyakiti banyak pihak.
“Kami meminta dengan tegas stop penulisan ini karena sudah menimbulkan polemik dan melukai banyak orang,” kata MY Esti kepada wartawan di Sekolah PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (30/6/2025).
Esti menilai pemerintah tidak perlu bertahan menulis sejarah versi Kementerian Kebudayaan saat ini. Dia mengatakan program itu justru akan menimbulkan gejolak dan tidak sesuai fakta sejarah.
Baca Juga:
“Saya kira pemerintah tidak perlu bertahan untuk terus menuliskan sejarah versi Kementerian Kebudayaan saat ini. Karena begitu banyak catatan yang kemudian akan menimbulkan gejolak dan sekaligus mungkin tidak akan sesuai dengan fakta sejarah,” jelasnya.
Dia menyerukan kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon agar menghentikan kegiatan penulisan ulang sejarah.
“Maka lebih baik kami mengatakan, Pak Menteri stop saja untuk penulisan ini, untuk tidak kita teruskan,” tegasnya.
Esti menilai pemerintah terlalu gegabah dalam proses revisi sejarah. Menurutnya, PDIP menuntut agar penulisan ulang sejarah tersebut segera dihentikan.
“Ya, ya pasti pertama saya mengatakan, kami mengatakan terburu-buru tapi sekarang targetnya bukan tunda lagi. Dengan demikian banyak polemik yang muncul target kami tidak hanya tunda, target kami adalah stop,” ujarnya.
“Kalau kemarin kami masih bisa mengatakan tunda, jangan tergesa-gesa. Tapi kalau sekarang sudah berkembang menjadi sesuatu hal yang sangat krusial. Maka kita mengatakan tidak lagi tunda, tetapi kita katakan stop,” tutupnya.
Baca Juga:
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa proses penulisan ulang sejarah Indonesia tidak termasuk dalam sejarah resmi negara. Ia menjelaskan bahwa karya yang dibuat ulang oleh beberapa sejarawan tersebut merupakan bagian dari sejarah nasional.
“Nah, kalau ada menyebut official history atau sejarah resmi, ya, itu mungkin hanya ucapan saja, tetapi tidak mungkin ditulis ini adalah sejarah resmi tidak ada itu,” kata Fadli dalam rapat kerja di Komisi X DPR kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5).
“Tetapi ini adalah sejarah nasional Indonesia ya yang merupakan bagian dari penulisan-penulisan dari para sejarawan,” sebutnya.