Perdamaian dalam Perspektif Realisme Hubungan Internasional

Muda Talks1309 Dilihat

Mudabicara.com_Kali ini kita akan membahas tentang kajian Hubungan Internasional. Hubungan Internasional menurut J.C Johari merupakan merupakan sebuah studi tentang interaksi yang berlangsung diantara negara-negara berdaulat disamping itu juga studi tentang pelaku-pelaku non negara (non states actors) yang perilakunya memiliki dampak terhadap tugas-tugas negara.

Ada kenyataan yang dihadapi dalam memahami hubungan internasional bahwa masyarakat Masyarakat internasional terdiri dari aktor-aktor yang memiliki kedaulatan sendiri atau berada dibawah kedaulatan yang berbeda, karena itu tidak tunduk pada satu kekuatan politik dan hukum yang terpusat. Untuk memahami interaksi diantara mereka memerlukan pemahaman yang menyeluruh baik dari aspek politik maupun sejarahnya.

BACA JUGA : PENEMBAKAN 6 ANGGOTA FPI PERTARUHAN KEPERCAYAAN KEPADA POLISI

Oleh sebab itu ilmu hubungan internasional mempunyai tiga perspektif pendekatan dalam melihat hubungan antar negara yakni perpspektif realisme, perspektif liberalisme, dan perspektif kontruktivisme. ketiga pendekatan ini tentu mempunyai basis pohon filsafat keilmuan yang berbeda-beda pun dengan tokoh-tokohnya. Dalam tulisan ini kita akan membahas tentang bagaimana perdamaian dalam perspektif realisme hubungan internasional.

Teori realisme dalam hubungan internasional menawarkan konsep perdamaian yang sedikit berbeda dengan teori perdamaian pada umumnya. Pendekatan realisme berangkat dari human nature manusia sebagai makhluk amoral yang selalu tertarik untuk berperang dan berkonflik. Thomas Hobbes (1985) merupakan filsuf yang mejadi landasan pendekatan tersebut.

Bagi penganut realisme klasik, karakteristik sifat manusia inilah kemudian yang dipraktikkan dalam politik internasional di mana setiap negara berusaha untuk menyelamatkan kepentingan nasional masing-masing. Terlebih, karena tidak ada kekuatan di atas negara yang mampu untuk mengatur moral negara, menempatkan mereka pada kondisi nyaman untuk selalu berperang. Dalam istilah realisme, terkenal dengan jargon “war of all against all”.

Hipotesis Hobbes ini didukung oleh Hans J. Morgenthau (2006) melalui cara yang jauh lebih diformalkan. Morgenthau menguraikan enam prinsip realisme politik dengan menyatakan bahwa realisme telah terfondasi dalam sifat manusia.

Oleh karenanya, kemungkinan terciptanya perdamaian dalam perspektif neo-realis yang pragmatis dalam politik internasional yang bersifat anarki dan kompetitif ini akan cukup sulit dicapai.

Namun ada satu pendekatan menarik yang ditawarkan oleh Johan Galtung, ahli teori perdamaian tentang apa yang disebutnya sebagai negative peace. Dalam pandangan Galtung, negative peace adalah sekedar suasana yang digambarkan dengan tidak adanya perang. Kaitannya dengan studi hubungan internasional adalah bahwa kondisi tanpa perang inilah yang disebut sebagai kondisi balance of power di antara aktor-aktor negara. Balance of power ini merupakan kondisi keseimbangan kekuatan antara negara atau aliansi untuk mencegah satu entitas menjadi terlalu kuat.

Kondisi balance of power ini dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu meningkatkan kekuatan negaranya sendiri (kekuatan militer dan ekonomi) atau bekerja sama dengan negara lain (aliansi), sehingga ketika terjadi titik keseimbangan kekuatan, maka perang dapat dicegah.

Tulisan Terkait: