Mudabicara.com_ Platform marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan Lazada kini menghadapi persaingan ketat dalam memberikan pengalaman terbaik bagi konsumen. Dari gratis ongkir, program cashback, hingga berbagai promo bundling, semuanya ditujukan untuk menarik dan mempertahankan pengguna. Namun, di balik gemerlap diskon dan teknologi algoritma yang canggih, ada satu elemen yang sering luput dari perhatian namun diam-diam krusial: layanan pelanggan.
Fitur yang Mewah Tapi Belum Sepenuhnya Dimaksimalkan
Salah satu inovasi yang kini banyak digunakan oleh marketplace adalah fitur live chat. Fitur ini memungkinkan pelanggan berkomunikasi langsung dengan customer service (CS) secara real-time tanpa harus mengirim email atau menelepon. Konsepnya terdengar menjanjikan: mudah, cepat, dan efisien. Tidak perlu repot mencari call center atau menunggu balasan berhari-hari. Cukup klik ikon chat, ketik pertanyaan, dan jawabannya langsung muncul.
Sayangnya, realitas di lapangan belum seindah yang dibayangkan. Banyak pengguna yang mengeluhkan bahwa fitur live chat belum mampu memberikan solusi yang benar-benar memuaskan. Masih banyak CS yang menjawab dengan skrip otomatis, terkadang mengulang-ulang jawaban, atau butuh waktu lama untuk merespons. Bahkan dalam beberapa kasus, pengguna merasa lebih stres karena masalah yang awalnya sederhana justru menjadi rumit akibat komunikasi yang tidak jelas.
Fitur ini pada akhirnya menjadi seperti perabot mewah yang hanya mempercantik tampilan, tetapi belum digunakan secara maksimal. Alih-alih menjadi saluran komunikasi yang membantu, live chat justru bisa menimbulkan frustrasi jika tidak dikelola dengan baik. Padahal, sebagaimana teori E-Service Quality dari Parasuraman dkk. (2005), salah satu elemen penting dari layanan digital adalah responsiveness, yakni kemampuan perusahaan merespons kebutuhan pelanggan secara cepat dan tepat. Jika fitur ini tidak dikembangkan lebih lanjut dan tidak diberi perhatian serius, maka ia hanya akan menjadi pelengkap tanpa fungsi yang berarti.
Komunikasi Digital Bukan Sekadar Respons Cepat
kecepatan dalam komunikasi digital, terutama dalam konteks layanan pelanggan bukanlah segalanya. Betul bahwa pelanggan tentu ingin mendapatkan jawaban dengan segera. Namun, kecepatan tanpa empati, kejelasan, dan ketepatan solusi tidak akan menghasilkan pengalaman pelanggan yang baik. Inilah kesalahan umum yang masih sering terjadi dalam implementasi live chat. Banyak perusahaan yang terlalu fokus pada response time, tetapi lupa bahwa pelanggan butuh merasa dihargai, dipahami, dan dibantu secara nyata. Tidak jarang, pelanggan mendapatkan jawaban cepat, tetapi tidak nyambung dengan masalah yang dihadapi. Jawaban terkesan dipaksakan atau hanya meniru pola otomatis yang tidak menyentuh inti masalah. Ini menciptakan jarak antara pengguna dan perusahaan, sekaligus merusak kepercayaan.
Penting untuk mengingat dalam konteks ini, bahwa komunikasi melalui live chat tetaplah komunikasi antarmanusia. Bahkan jika tahap awal dilakukan oleh chatbot, harus ada batas jelas di mana sistem otomatis memberi jalan kepada manusia untuk menangani percakapan yang kompleks. Pelanggan bisa memaklumi jika jawaban tidak langsung sempurna, asalkan mereka merasakan ada itikad baik dan kehadiran nyata dari pihak CS. Teori komunikasi dua arah dari Schramm (1954) menekankan pentingnya feedback dalam sebuah komunikasi yang efektif. Interaksi yang berhasil bukan hanya tentang mengirim pesan, tetapi juga mendengar, menyesuaikan respon, dan membangun pengertian bersama. Inilah yang sering hilang dalam interaksi live chat—terutama ketika seluruh percakapan dikendalikan oleh sistem skrip.
Sebuah studi oleh PwC bahkan menunjukkan bahwa 59% konsumen akan meninggalkan sebuah merek setelah satu pengalaman buruk, bahkan jika mereka sebelumnya loyal. Artinya, satu interaksi yang gagal melalui live chat bisa berdampak besar. Marketplace harus mulai melihat percakapan digital sebagai aset strategis, bukan tugas administratif semata.
Menjadikan Live Chat sebagai Strategi, Bukan Pelengkap
Sudah waktunya marketplace di Indonesia memosisikan fitur live chat bukan sekadar sebagai alat bantu, tetapi sebagai strategi inti dalam membangun loyalitas pelanggan. Layanan pelanggan adalah titik temu paling langsung antara perusahaan dan konsumen. Ketika layanan ini dilakukan dengan baik, pelanggan tidak hanya puas, tapi juga terikat secara emosional dengan platform. Live chat harus dilihat sebagai bagian dari pengalaman pelanggan secara menyeluruh (customer experience). Bukan hanya tempat bertanya, tetapi ruang untuk merasa dihargai. Untuk mewujudkan hal ini, perusahaan perlu memadukan teknologi dan keterampilan manusia. Bot memang bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan dasar, tetapi perlu sistem eskalasi yang mulus ke agen manusia yang terlatih untuk memahami konteks.
Baca Juga: Nilai Plus Umroh via Travel Dibanding Umroh Mandiri (Backpacker)
Perusahaan juga harus mulai mengukur performa live chat bukan hanya dari jumlah chat yang diselesaikan, tapi juga dari tingkat kepuasan percakapan, kualitas solusi yang diberikan, dan retention rate pelanggan setelah berinteraksi dengan CS. Laporan McKinsey (2022) menunjukkan bahwa konsumen lebih loyal terhadap merek yang mampu memberikan pengalaman personal dan solusi yang cepat. Marketplace bisa belajar dari model layanan seperti yang digunakan oleh Apple atau Amazon, di mana komunikasi dengan CS menjadi bagian dari identitas merek. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah meningkatkan pelatihan bagi tim CS agar mereka bisa memberikan jawaban yang humanis, tidak sekadar skrip. Selanjutnya, lakukan evaluasi berkala terhadap kualitas percakapan dan buka ruang feedback dari pengguna. Jangan anggap kritik sebagai serangan, tapi sebagai bahan bakar untuk perbaikan berkelanjutan. ika semua ini dilakukan, fitur live chat bisa menjadi kekuatan utama marketplace dalam mempertahankan pelanggan. Karena pada akhirnya, yang membuat orang kembali bukan hanya promo besar atau pengiriman cepat, tetapi pengalaman menyenangkan saat mereka merasa didengar dan dibantu.
Era digital menjadikan komunikasi sebagai segalanya. Dalam dunia yang serba cepat, kita sering lupa bahwa pelanggan tetap ingin dilayani secara manusiawi. Live chat hadir sebagai jembatan baru antara pengguna dan perusahaan, tetapi jembatan itu harus kuat, hangat, dan bisa dipercaya.
Real-time memang penting. Tapi tanpa real trust, semua tinggal gimmick.
Penulis: Deffina Febrian (Mahasiswa S2 Manajemen Universitas Negeri Surabaya)