Mudabicara.com_Isu melonjaknya tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Pati hingga 250% sempat mengundang kegemparan publik. Kebijakan ini tak hanya menimbulkan keresahan, tapi juga memicu unjuk rasa yang menuntut agar Bupati Sudewo melepaskan jabatannya.
Namun, Pati bukan satu-satunya wilayah yang dilanda gejolak akibat kenaikan PBB. Di berbagai daerah lain, warga pun mulai angkat suara dan menyuarakan penolakan terhadap lonjakan pajak yang dinilai terlalu tinggi. Berikut ini adalah sejumlah daerah yang turut diguncang aksi protes terkait kebijakan serupa.
-
Jombang, Jawa Timur
Gelombang ketidakpuasan juga mencuat di Jombang, Jawa Timur, menyusul lonjakan luar biasa pada tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai lebih dari 1.200 persen sepanjang tahun 2025.
Baca Juga: Ketum Parpol Hadiri Sidang Tahunan MPR RI 2025
Sekitar 5.000 warga telah menyuarakan penolakan mereka secara langsung kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang.
Kenaikan tajam yang mulai diterapkan sejak 2024 ini bahkan membuat polemik serupa di daerah lain, seperti pembatalan kenaikan 250% oleh Bupati Pati, terlihat sepele jika dibandingkan.
Salah satu warga yang sangat vokal adalah Heri Dwi Cahyono (61), yang terkejut saat tagihan PBB tanah miliknya tiba-tiba melonjak 12 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Ia pun berniat mengajukan keberatan resmi ke Bapenda.
Protes serupa dilakukan oleh Joko Fattah Rochim (63), warga Jalan Kapten Tendean. Sebagai bentuk protes simbolik, ia datang ke kantor Bapenda membawa galon berisi uang logam pecahan Rp200, Rp500, dan Rp1.000 untuk membayar PBB-P2 yang naik hingga 370 persen.
Aksinya mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap kebijakan yang dianggap memberatkan rakyat.
“Uang koin itu bentuk protes saya karena saya tidak punya uang, ini celengan anak saya sejak SMP, sekarang dia (kuliah) sudah semester 2,” kata Fattah, Selasa (12/8/2025).
-
Cirebon, Jawa Barat
Kebijakan pemerintah daerah Kota Cirebon yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak tahun lalu menuai keluhan dari sejumlah warga.
Banyak yang merasa terbebani, terutama karena ada kasus di mana tarif pajak naik hingga sepuluh kali lipat atau lebih bahkan tembus 1.000%.
Salah satunya dialami Darma Suryapranata, warga yang bermukim di kawasan Jalan Siliwangi. Ia mengaku kaget saat mengetahui tagihan PBB miliknya melonjak drastis.
Jika sebelumnya ia hanya membayar sekitar Rp6,2 juta, kini jumlah yang harus dibayarkan mencapai Rp65 juta.
Baca Juga: Hasto Ditunjuk Jadi Sekjen PDIP lagi, Tegaskan Dominasi 3 Periode Berturut-turut
“Tahun 2023 itu hanya enam juta dua ratus. Kemudian tahun 2024 Rp65 juta. Naiknya 1.000 persen lebih,” ujarnya pria 83 tahun itu dengan nada heran, Rabu (13/8/2025).
Namun, penetapan kenaikan PBB ini ternyata tidak merata. Tidak semua yang mengalami kenaikan sebesar itu. Eki, warga Kota Cirebon lainnya mengaku hanya mengalami kenaikan PBB yang tidak terlalu besar.
“Tahun 2023 kalau ngga salah itu sekitar Rp 80 ribu. Terus kemarin saya bayar PBB Rp141 ribu,” kata Eki.
Menanggapi kenaikan PBB, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani, angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan PBB telah berlaku sejak 2024.
Ia juga tidak menampik adanya sejumlah warga yang mengalami lonjakan tarif PBB cukup tajam, hingga mencapai 1.000%.
“Kenaikan itu berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Dulu itu, Kota Cirebon sudah hampir belasan tahun tidak diappraisal NJOP bidang tanahnya. Lalu ada penyesuaian NJOP,” kata Harry saat ditemui di kantor DPRD Kota Cirebon, Kamis (14/8/2025).
-
Semarang, Jawa Tengah
Warga Ambarawa, Kabupaten Semarang, Tukimah (69) dikejutkan oleh nilai PBB rumahnya yang naik hingga 441%. Keponakannya, Andri Setiawan (42), mengaku kaget lantaran PBB rumah budenya itu naik drastis, dari sekitar Rp 160 ribu menjadi Rp 872 ribu.
“Kenaikannya 441 persen, sampai lima kali lipat. Awalnya kami kira salah ketik,” kata Andri, Selasa (12/8/2025).
Andri mengisahkan bahwa sekitar dua bulan lalu, ia menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang dibagikan oleh ketua RT.
Saat memeriksa isinya, ia terperanjat karena tagihan pajak untuk lahan atas nama mendiang kakeknya melonjak drastis. Tahun sebelumnya, jumlah yang harus dibayar hanya sekitar Rp160 ribu.
Ia kemudian membandingkan dokumen tahun ini dengan yang lama dan menemukan bahwa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) melonjak tajam dari sekitar Rp400 juta menjadi lebih dari Rp1 miliar.
Menurut Andri, kenaikan pajak yang dikenakan tidak proporsional dengan kenaikan NJOP tersebut.
Ia pun berusaha mencari kejelasan dengan mendatangi sejumlah pihak, mulai dari RT hingga kantor kecamatan.
Proses administrasi itu sempat rampung dalam waktu sekitar satu minggu. Namun saat kembali, seorang petugas lain menyampaikan bahwa terdapat kekeliruan dalam prosedur yang dijalani.
Andri menyatakan kekecewaannya, karena menurutnya pemerintah tidak memberikan penjelasan atau sosialisasi yang memadai sebelum kenaikan PBB diberlakukan.
Ia juga mempertanyakan logika penetapan kenaikan, yang disebut-sebut karena lokasi rumah budenya dekat dengan jalan utama Ambarawa–Bandungan serta adanya kompleks perumahan di bagian belakang.
Menanggapi hal itu, Kepala BKUD Kabupaten Semarang, Rudibdo, membenarkan bahwa terdapat lonjakan PBB di beberapa wilayah.
Ia menjelaskan bahwa penyesuaian tarif dilakukan berdasarkan evaluasi terhadap lahan-lahan yang nilainya meningkat, terutama yang berada di jalur-jalur strategis.
“Khususnya di ruas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten, juga dalam rangka menyesuaikan nilai Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan oleh BPN,” kata Rudibdo, Selasa (12/8/2025).
-
Bone, Sulawesi Selatan
Kabupaten Bone turut dilanda gelombang protes setelah pemerintah daerah memutuskan untuk menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga tiga kali lipat.
Kebijakan tersebut memicu reaksi keras, termasuk dari DPRD Bone yang mempertanyakan dasar dan kajian dari keputusan tersebut.
Zulkifli, Ketua Cabang PMII Bone, menyampaikan bahwa para demonstran menuntut Bupati Bone, Andi Asman Sulaiman, untuk turun langsung memberikan penjelasan.
Mereka menilai kebijakan tersebut tidak transparan dan tidak adil, sebab ditemukan kasus di mana warga dikenakan kenaikan pajak hingga 300 persen, sementara daerah lain tidak.
“Alasannya Pemkab saat ditanyakan tadi, tidak mengetahui persoalan ini. Dia baru mau melakukan penelusuran sekaitan dengan adanya yang membayar sampai 300 persen,” ujar Zulkifli, Selasa (12/8/2025).
Namun demikian, belakangan Pemkab Bone sendiri membantah kenaikan PBB-P2 hingga 300%. Pemkab mengungkap kenaikannya hanya berkisar 65% yang mengacu dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Tidak ada kenaikan 300%, memang itu surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) ada kenaikan, tapi dari zona nilai tanah,” kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bone Muh Angkasa.
Menurut penjelasan Angkasa, lonjakan tarif PBB-P2 sebesar 65 persen dipicu oleh revisi nilai tanah berdasarkan pembaruan zona yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ia menegaskan bahwa peningkatan ini tidak diberlakukan secara merata di seluruh wilayah Kabupaten Bone.
Besaran pajak yang dikenakan disesuaikan dengan klasifikasi zona di masing-masing area, sehingga dampaknya bervariasi tergantung lokasi objek pajak.
-
Pati, Jawa Tengah
Gelombang unjuk rasa yang mengguncang Kabupaten Pati dipicu oleh keputusan kontroversial Bupati Sudewo yang menetapkan lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Kebijakan ini, ditambah dengan pemecatan massal tenaga honorer di RSUD setempat serta penggabungan beberapa sekolah, memperbesar ketidakpuasan publik.
Penolakan warga terhadap kenaikan pajak mulai menguat pada 7 Agustus 2025. Dalam kondisi itu, sebuah video beredar luas di media sosial menampilkan Sudewo dengan pernyataan keras bahwa dirinya siap menghadapi gelombang protes.
Namun sehari kemudian, 8 Agustus 2025, di tengah tekanan yang terus meningkat, Bupati Sudewo akhirnya mencabut kebijakan kenaikan PBB tersebut.
Ia mengklaim keputusan itu diambil demi menjaga stabilitas dan ketertiban di wilayahnya, sekaligus sebagai bentuk tanggapan atas keluhan masyarakat. Dengan demikian, tarif PBB dikembalikan ke angka tahun 2024.
Baca Juga: Gelar Rakortas, Menko Pangan Akan Tindak Pelaku Usaha Beras yang Melanggar Aturan
Bagi warga yang telah membayar pajak dengan tarif yang lebih tinggi, pemerintah menjanjikan pengembalian selisih dana melalui mekanisme yang dikelola Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) bekerja sama dengan pemerintah desa.
Sudewo juga menyebut bahwa perubahan kebijakan ini berdampak pada pembatalan beberapa proyek pembangunan, termasuk perbaikan jalan dan renovasi plafon RSUD RAA Soewondo yang disebut berisiko bagi keselamatan pasien.
Meski kenaikan PBB dibatalkan, gelombang protes tak mereda. Fokus tuntutan massa justru beralih, mendesak agar Sudewo mundur dari jabatannya. Ketidakpuasan warga kini meluas ke berbagai aspek kepemimpinannya, yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.
Situasi memanas pada 13 Agustus 2025, ketika ribuan orang memadati halaman Kantor Bupati dan Gedung DPRD Pati. Mereka menuntut agar Sudewo keluar dan bertanggung jawab langsung di hadapan massa.
Aksi tersebut berubah tegang ketika sebagian demonstran melempar botol air mineral dan merusak pagar kantor. Aparat kepolisian merespons dengan tembakan water cannon dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.