Mudabicara.com_ Setiap daerah mempunyai keanekaragaman masing masing mulai dari tradisi, bahasa sampai kepada budayanya. Sebagai Ibu Kota, Jakarta merupakan kota paling sibuk di Indonesia. Mulai dari pusat pemerintahan, politik, bisnis, sampai perusahaan asing dan swasta berada di Kota Jakarta.
Sebagai jantung negara Indonesia, Jakarta merupakan kota yang didominasi dengan berbagai macam individu dari daerah dan suku yang berbeda, hal ini juga disebabkan karena banyak penduduk luar Jakarta yang mencari peruntungan di daerah Ibu Kota ini. Namun, Jakarta juga mempunyai penduduk asli yang biasa disebut dengan Etnis Betawi.
BACA JUGA : 10 MANFAAT BELAJAR SOSIOLOGI UNTUK ANAK MUDA
Asal Muasal “Betawi”
Berdasarkan asal-usulnya, sebutan Betawi bukanlah nama yang sesungguhnya diberikan kepada suku yang tinggal di Jakarta ini. Kata Betawi lebih merupakan turunan kata yang muncul karena adanya penyesuaian lidah dan pendengaran dari kata Batavia.
Hal ini tampaknya mudah untuk dimengerti, sebab kata Batavia itu tidak hanya ada di Jakarta atau di Indonesia saja. Kata yang sama juga dapat kita temukan di negara bagian New York, Amerika.
Kata Batavia muncul disana ketika Batavia menjadi model bagi orang Belanda. Mereka ingin membangun New Amsterdam di sebuah kota di pinggir sungai Hudson. Namun ketika kota tersebut ditaklukan Inggris nama kota tersebut berubah menjadi New York.
Sebutan Batavia untuk wilyah Jakarta berawal ketika Portugis berusaha menguasai pelabuhan-pelabuhan dagang di wilayah Banten pada tahun 1520-an.
Tradisi Lebaran Betawi Duri Kosambi
Seiring dengan berkembangnya alat telekomunikasi, pada zaman sekarang silaturahmi semakin mudah dilakukan. Apalagi dengan adanya alat komunikasi yang makin canggih, bertemu bukan lagi menjadi tolak ukur sebagai menyambung tali silaturahmi.Dengan mengirim pesan singkat seakan akan silaturahmi seperti itu sudah lumrah digunakan.
BACA JUGA : MENGENAL KEBIJAKAN POLITIK PRESIDEN HABIBIE
Namun tidak dengan masyarakat Betawi di wilayah Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat. Istilah mereka adalah “Gue udah kerumah lu, lu juga harus kerumah gue”. Lebaran pada masyarakat Betawi ini merupakan salah satu kebudayaan yang unik dan harus dilestarikan.
Saat Hari Raya Idul Fitri semua rumah yang termasuk wilayah dari Duri Kosambi mengadakan Open House secara bergiliran. Dalam waktu tujuh hari setiap daerah yang merupakan bagian dari Duri Kosambi menerima tamu dengan sistematika yang sama dari tahun-tahun sebelumnya, tetamu berasal dari wilayar sekitar.
Uniknya, sistematika lebaran ini dilakukan dengan sangat teratur mulai dari hari pertama lebaran sampai hari ke tujuh memiliki jadwalnya tersendiri agar semua bisa saling mengunjungi kediaman satu sama lain.
Tentu saja ini merupakan hal yang unik dalam menyelamatkan masyarakat Betawi dari istilah Mati Obor; yakni ketika seseorang tidak mengetahui silsilah keluarganya sendiri. Ketika para sesepuh mereka sudah tidak ada, mereka tidak mencoba untuk melanjutkan tali silaturahmi yang sudah terjaga sejak dulu.
Saling Mengenal Di tengah Lebaran
Salah seorang warga asli kampung Duri kosambi menuturkan bahwa “tradisi lebaran masyarakat betawi ini sangat bermanfaat untuk saling mengenal. Alhasil, anak cucu mengetahui jalur nasabnya; ‘wah ini kita kalau kesana manggilnya apa’ kalau betawi kan ada encing, ada encang, ada abang, ada nyai, ada engkong, biar anak sekarang paham jalurnya itu.
Jadi apabila bapak kita meninggal kita yang menyambung tali silaturahmi, Hal ini sesuai dengan Hadith Rasulullah SAW”.
Biasanya masyarakat Betawi begitu antusias dan sangat mempersiapkan pernak-pernik hari raya. Dimulai dari mengecat ulang rumahnya, membeli kursi baru, menyiapkan vas bunga, sampai dengan menyiapkan makanan-makanan khas dan resep andalan masing-masing keluarga.
Jalan-jalan di wilayah perkampungan penuh sesak dengan masyarakat yang berjalan kaki sekitar 2 sampai 4 KM, namun ada pula sebagian kecil yang menggunakan kendaraan bermotor. Tradisi ini diramaikan oleh seluruh lapisan masyarakat dari masyarakat biasa sampai tokoh masyarakat seperti kyai dan pimpinan pondok pesantren di wilayah setempat.
Melihat manfaatnya yang kebanyakan positif oleh karena itu tradisi ini harus dilestarikan. Selain untuk silaturahmi dan menghindari mati obor kebudayan ini dapat dijadikan identitas masyarakat Betawi.
Generasi muda perlu mengetahui asal-usul bagaimana Tradisi Lebaran Betawi ini bisa terjadi meskipun belum tentu kebenarannya. Namun hal ini sangat menarik dan dapat dijadikan motivasi bagaimana pendahulu mereka menciptakan dan mempertahankan tradisi kebersamaan saat hari raya ini dari tahun ke tahun.
Tidak ada tradisi yang bersifat statis. Oleh karena itu masyarakat Betawi sepatutnya lebih selektif memilih hal-hal yang cocok untuk dipertahankan dan dimasukan ke dalam Tradisi.
Oleh : Rizka Istiani ( Generasi Muda Betawi)