Pengelolaan Potensi Konflik Laut Cina Selatan Dalam Diskursus “Normative Power” ; Implikasi Regionalisme dan Aktor Non-Klaim

Muda Talks382 Dilihat

Mudabicara.com_ Isu-isu laut Cina Selatan (SCS) telah  mengundang perdebatan kontroversial yang menimbulkan ketegangan secara hubungan bagi beberapa negara di kawasan, hal ini semakin memuncak sejak tahun 2012 dimana ada banyak kasus konfrontasi antara Tiongkok, Vietnam dan Filipina yang melibatkan penangkapan dan tuduhan terhadap kapal penangkap ikan asing secara illegal yang masuk tanpa izin.

Kondisi ketegangan kawasa pun semakin meningkat sejak tindakan provokatif yang dilakukan Cina atas insiden tersebut yang membuat dua negara Vitenam dan Filipina semakin marah dengan menaruh sintemen anti-cina dikedua negara ini, selain usulan yang diajukan oleh Filipina tentang kasus SCS kepada Pengadilan Permanen Arbiterase yang membantah klaim historis Cina terhadap perairan kawasan dianggap bagian dari sintimen yang merupakan bagian dari kepentingan politik internal sehingga Cina menolak atas tuduhan tersebut.

Menyikapi konfrontasi tersebut, keterlibatan aktor state menjadikan kondisi sengketa dikawasan sedikit teratasi, melalui gagasan beberapa negara angora ASEAN Non-Klaim yang berupaya memberikan jalur komunikasi antar pihak yang terlibat koflik dengan melalui pendekata “Normative Power” serta upaya penyelesaian konflik dengan jalur damai dan non-interferensi.

Keterlibatan organisasi multilateral pun mejadi hal yang peting sebagai upaya solid dalam melakukan negosiasi secara terbuka dengan upaya memberikan inisiatif kerjasama baik ekonomi maupun keamanan, sehingga dengan hal ini dapat menjadikan penyelesaian koflik tersebut lebih tersistematis dan beraturan serta dapat meningkatkan hubungan ASEAN-Cina semakin erat dan lebih mengedepankan prinsip consensus.

Oleh : Fikri Nugraha Salas

Tulisan Terkait: