PMI dan Kerja-Kerja Merawat

Opini536 Dilihat

Mudabicara.com_Hanya sedikit organisasi yang mampu efektif bekerja tepat setelah Indonesia merdeka. Dan Palang Merah Indonesia, sejak 75 tahun lalu, terbukti telah hadir di tengah bangsa Indonesia dalam setiap situasi genting, penanggulangan bencana, serta dalam kondisi yang mengedepankan rasa kemanusiaan.

Membaca sejarah, kita bisa menyimpulkan bahwa PMI adalah selalu tentang kerja-kerja merawat kehidupan. Ia menjadi simbol yang menguatkan kepedulian manusia untuk memompa tetes-tetes darah di tubuhnya, ke dalam urat-urat sempit di tubuh sesamanya.

BACA JUGA : DPR MINTA KAPOLRI PERJELAS PEMBENTUKAN PAM SWAKARSA 

Masa pandemi COVID-19 sekarang ini menjadi pembuktian komitmen PMI untuk bergerak di situasi sulit. Benar bahwa COVID-19 sebagai satu entitas mikroskopis telah meluluhkan banyak sendi kehidupan kita. Namun di sisi lain, sebagai fenomena, COVID-19 juga menunjukkan bahwa ada solidaritas yang tidak pernah padam di dalam kehidupan kita berbangsa.

Di Jakarta, imbauan Gubernur Anies Baswedan untuk tetap berada di rumah telah memengaruhi jumlah pendonor sukarela. Jika di hari normal PMI DKI Jakarta mampu memasok 1000 kantong darah per hari, sejak virus Corona mewabah, kini hanya 300-400 kantong per hari.

Memang wajar jika jumlah stok kantong darah berkurang, sebagai akibat munculnya kekhawatiran relawan untuk datang melakukan aktivitas donor. Tapi itu hanya satu soal, sementara, imbauan Gubernur Anies Baswedan adalah soal lain yang penting untuk ditaati. Apalagi itu berkaitan langsung dengan keselamatan kita bersama.

Dalam pada itu, PMI DKI telah melakukan serangkaian kegiatan lewat sinerginya dengan berbagai pihak. Mulai dari pembagian bansos, pembagian masker, serta sosialisasi terkait penanganan COVID-19 kepada masyarakat.

Dalam konteks ketersediaan kantong darah, PMI DKI juga menggerakkan mobil transfusi darah dengan standar COVID-19 ke wilayah-wilayah Jakarta. Begitu pula, kantor PMI DKI Jakarta telah memberlakukan standar dengan menyemprot disinfektan dua kali sehari.

Dapat dipastikan, calon pendonor yang datang langsung ke kantor (atau lewat mobil transfusi keliling) dicek suhu tubuhnya demi kesehatan mereka. Jika misalnya suhu tubuh calon donor melebihi 37,5 derajat celcius, petugas PMI DKI mempersilakan pendonor pulang sambil memberinya masker.

Hari ini, seperti telah disebutkan, tidak banyak orang yang datang untuk berdonor. Padahal permintaan kantong darah terus berlanjut dalam situasi apapun. Tapi di sisi lain kita juga perlu melihat, bahwa di tengah suasana gamang kolektif seperti sekarang, masih ada sekian orang yang tidak ragu datang ke tempat-tempat donor darah.

Mereka, para pendonor sukarela ini, seperti punya tingkat kesadaran di atas rata-rata kita. Dan sepatutnyalah kita belajar arti kemanusiaan pada mereka. Bukan semata karena aktivitas donor yang mereka lakukan, melainkan karena mereka merepresentasikan akumulasi wawasan, kebijaksanaan, dan pengetahuan tentang sikap kemanusiaan: bahwa, dalam situasi sulit sekalipun, mereka tetap datang bukan demi dirinya sendiri, seolah itu panggilan sepanjang hayat.

Jika bukan karena keberadaan para donor sukarela ini, kita jelas perlu bertanya seberapa menyedihkan perilaku kita sebagai manusia, terutama saat dihadapkan pada masa sulit pandemi.

Pandemi memang belum berakhir. Tapi ternyata kebaikan juga belum berakhir, dan kita dapat turut serta mengobarkan kebaikan itu. Hari ini, kita telah memiliki modal yang kondusif untuk menolong orang lain. Pengetahuan kita tentang protokol kesehatan telah lebih baik dari beberapa bulan lalu.

BACA JUGA : PENGURUS BESAR AL WASLIYAH INGIN PENDIRI AL WASLIYAH JADI PAHLAWAN NASIONAL 

Sehingga, sejauh kita setia pada protokol dan dapat memastikan kesehatan diri sendiri, kita tidak perlu ragu untuk datang mendonorkan darah. Di masa sulit inilah waktu yang tepat bagi kita untuk terus berderma demi kemanusiaan.

Selamat Ulang Tahun ke-75 untuk Palang Merah Indonesia.

 

Penulis : Wildan S Niam (Anggota Dewan Kehormatan PMI Provinsi DKI Jakarta)


Tulisan Terkait: