Anak Muda Hati-hati, Ancaman Money Politic dalam Pilkada Merusak Demokrasi

Indepth468 Dilihat

Mudabicara.com_Tahapan penyelenggaraan Pilkada Serentak pada Desember 2020 sudah dilaksanakan. Pendaftaran Bakal Calon di Pilkada 2020 sudah dimulai pada tanggal, 4 hingga 6 September 2020 diseluruh daerah yang menyelenggarakan Pilkada. Pada tahun ini, sebanyak 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada.

Ancaman Politik Uang Dalam Pilkada

Dalam Pemilu baik di tingkat daerah maupun nasional, ancaman praktik money politik atau politik uang kerap terjadi. Politik uang disebut tidak bisa dihindari. Baik dalam proses pemilihan secara tidak langsung (Kepala Daerah dipilih DPRD) maupun secara langsung (Kepala Daerah dipilih rakyat).

Banyak pihak yang pesimis bahwa praktik money politik dalam Pemilu tidak bisa dihindari. Sikap pesimis itu bahkan ditunjukan oleh Pemerintah sendiri, Mahfud MD selaku Menkopolhukam.

“Selalu ada (Money politic). Ketika kita bicara kembali saja ke DPRD, money politic ada. Ketika sekarang pemilihan langsung, ada,” jelas Mahfud MD seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Minggu, 6 September 2020.

Politik uang disebut hanya berubah bentuk saja yakni dari pemilihan kepala daerah oleh DPRD maupun pemilihan kepala daerah secara langsung dipilih rakyat. Apabila pemilihan melalui DPRD, maka uang yang diberikan secara borongan, namun jika pemilihan secara langsung, maka politik uang yang diberikan berupa eceran.

“Kalau lewat DPRD itu borongan, kita bayar ke partai, selesai. Kalau ke rakyat, bayar ke rakyat pakai amplop satu per satu. Tinggal kita mau eceran apa borongan, sama-sama tidak bisa dihindari pada waktu itu,” ujarnya.

BACA JUGA: PEMUDA HARUS TAHU JADWAL LENGKAP TAHAPAN PILKADA SERENTAK 2020 

Hal senada juga dikatakan Siti Zuhro peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Menurut Siti Zuhro, praktik ini biasanya dilakukan karena para calon memanfaatkan kondisi ekonomi rakyat.  Peserta dalam kontestasi Pilkada seharusnya menghindari praktik politik uang demi kualitas demokrasi yang lebih baik.

“Memang masyarakat ada yang tidak mampu, masih menghadapi kemiskinan dan sebagainya, tapi jangan lah kesengsaraan masyarakat itu dieksploitasi dengan uang receh,” kata Siti Zuhro.

Money Politic Dilakukan Sejak Awal Pencalonan

Praktik politik uang ternyata tidak hanya bagi-bagi amplop kepada masyarakat saat pemilihan. Ternyata politik uang telah dilakukan sejak awal para kandidiat ingin mencalonkan diri. Misalnya membayar mahar politik kepada parpol, sebab, rekomendasi parpol adalah yang utama. Jika tidak ada rekomendasi, maka bisa dipastikan tidak bisa ikut berkontestasi dalam pilkada.

“Kita juga banyak mendengar, ketika masa pencalonan pun kita mendengar ada istilahnya uang mahar,” ungkap Direktur Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati.

Politik uang tidak hanya dilakukan peserta pemilu ke masyarakat. Akan tetapi politik uang juga bisa melibatkan penyelenggara pemilu.

Keterlibatan penyelenggara pemilu ini ketika selasai proses pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara. Saat inilah proses jual beli suara terjadi yang melibatkan penyelenggara pemilu. Sayangnya, praktik politik uang ini sangat sulit dibuktikan.

“Yang melaporkan khawatir kalau dilaporkan justru dikriminalisasi balik, atau ya susah saja,” ungkap Nisa.

Tulisan Terkait: