Peran Jokowi dan Operasi Senyap Polisi Tangkap Djoko Tjandra

Hukum351 Dilihat

Mudabicara.com_Bareskrim Polri akhirnya berhasil menangkap terpidana kasus pengalihan utang atau cessie Bank Bali Djoko Tjandra di Malaysia pada Kamis, 30 Juli 2020. Djoko Tjandra berhasil di ringkus setelah bersembunyi di luar negeri selama 11 tahun. Djoko Tjandra di jemput langsung oleh Kepala Bareskrim Komjen Polri Listyo Sigit Prabowo dengan menggunakan pesawat tipe Embrear ERJ 135 dengan nomor registrasi PK RJP dan mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma.

Perintah Presiden Jokowi

Terciduknya Djoko Tjandra ini disebut atas perintah yang di keluarkan langsung Presiden Jokowi kepada Kapolri Jenderal Idham Azis untuk memburu Djoko Tjandra. Jokowi memerintahkan penangkapan setelah kasus Djoko Tjandra ramai diperbincangkan publik dan menyeret sejumlah nama petinggi Polri.

Semenjak itu, Kapolri Jenderal Idham Azis langsung membentuk tim operasi senyap untuk menelusuri tempat persembunyian Djoko Tjandra di Negeri Jiran. Operasi penangkapan Djoko Tjandra dirancang sejak 20 Juli 2020.

“Atas perintah (Presiden) tersebut, Kapolri kemudian membentuk tim untuk menindaklanjuti perintah,” kata Listyo dikutip dari Kompas.com Jumat, 31 Juli 2020.

Strategi Polisi

Saat operasi pencarian Djoko Tjandra, Polri tidak bekerja sendiri, namun penangkapan buronan kelas kakap itu atas kerja sama dan koordinasi dengan Polisi Diraja Malaysia. Polri terlebih dahulu mengirimkan surat kepada Polisi Diraja Malaysia untuk melakukan upaya pencarian. Kerja sama itu disebut kegiatan police to police dan akhirnya berhasil.

“Alhamdulillah, Bareskrim dengan Kepolisian Diraja Malaysia, saat ini narapidana Djoko Tjandra sudah berhasil kami amankan,” ungkapnya.

Setelah ditangkap, kasus Djoko Tjandra harus menjalani proses hukum lebih lanjut baik di Kepolisian maupun Kejaksaan.

Djoko Tjandra seharusnya dieksekusi untuk menjalani hukumannya sesuai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Meski demikian, pihak Bareskrim dan Kejaksaan Agung belum membeberkan rinci proses hukum apa yang dimaksud.

Operasi penangkapan Djoko Tjandra dirancang sejak tanggal 20 Juli 2020. Pada tanggal tersebut, tepatnya pukul 11.30 WIB, Kabareskrim secara dadakan mendatangi kantor Menko Polhukam Mahfud MD .

Listyo mengatakan kepada Mahfud MD bahwa hendak menangkap Djoko Tjandra di negeri tetangga.

“Kabareskrim datang ke kantor saya, lapor, polisi siap melakukan langkah-langkah, punya skenario yang harus dirahasiakan,” kata kata Mahfud MD, Kamsi malam.

Skenario itu pun disebut hanya diketahui oleh empat orang, dirinya sendiri, Kabareskrim sebagai pelaksana, Kapolri Jenderal Idham Azis, dan Presiden Jokowi.

“Waktu itu juga, Kabareskrim berangkat ke Malaysia tanggal 20 itu,” ungkap Mahfud.

Saat itu, Mahfud berkeyakinan operasi akan sukses. Oleh sebab itu, Mahfud lebih banyak menahan diri berbicara di media terkait Djoko Tjandra.

“Karena media selalu bertanya setiap hari, tinggal menunggu waktu dan waktu itu sudah tiba tanggal 30 (Juli) ini,” kata Mahfud.

Kronologi Kasus Djoko Tjandra

Kasus Djoko Tjandra bermula ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat, sebagaimana diberitakan harian Kompas, 24 Februari 2000. Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut. Kemudian, pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Djoko Tjandra bersalah.

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara. Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko Tjandra diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini. Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012. Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Kabar bahwa Djoko Tjandra kembali ke Tanah Air mengemuka ke publik setelah ia berupaya melakukan PK, tepatnya sekitar Juni – Juli 2020. Bahkan, Djoko diketahui sempat berada di Indonesia serta mendaftarkan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia diketahui sempat membuat e-KTP beserta paspor di Jakarta Barat sehingga dapat mendaftarkan PK ke pengadilan. Setelah itu, Djoko Tjandra diketahui kembali meninggalkan Indonesia menuju ke Malaysia.

Tulisan Terkait: