Mengenal POP Kemendikbud yang Buat NU dan Muhammadiyah ‘Marah’

Sosial787 Dilihat

Mudabicara.com_Sejak awal ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo, Nadiem Anwar Makarim sudah mengakui bahwa ia tidak mengerti tentang pendidikan, terlebih lagi soal sejarah pendidikan di Republik ini. Hal itu, secara telanjang diakui Nadiem kepada masyarakat Indonesia bahwa ia hanya seorang pebisnis.

Jadi tidak heran, jika setiap kebijakan Nadiem mengarah pada hal-hal yang berbau bisnis. Misalnya, POP (Program Organisasi Penggerak) yang belakangan ramai diperbincangkan publik karena dinilai berorientasi bisnis dengan adanya keterlibatan Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation dalam POP tersebut.

BACA JUGA : https://mudabicara.com/dana-desa-hanya-stimulan-desa-harus-sadar-potensi/

“Saya bukan dari sektor pendidikan tapi saya lebih mengerti apa yang akan ada di masa depan kita karena saya bidangnya, bisnis saya di bidang masa depan untuk mengantisipasi masa depan,” kata Nadiem di Istana Negara, Jakarta, tanggal 23 Oktober 2019 seperti dikutip dari CNBCIndonesia.com.

Beberapa pekan terakhir, proses seleksi organisasi/lembaga yang tergabung dalam POP Kemendikbud menjadi polemik. Pasalnya, proses seleksi dinilai transparan dan tidak matang. Selain itu, POP menjadi polemik, juga karena pernyataan Nadiem yang ingin memberikan dana hiba Pemerintah kepada Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation dalam POP tersebut.

NU, Muhammadiya dan PGRI Mundur dari POP

Tak main-main, tiga organisasi besar yang selama ini berkecimpung dalam dunia pendidikan di Republik ini menyatakan mundur dari POP. Tiga  organisasi besar itu yakni NU, Muhammadiyah dan PGRI.

Ada tiga alasan Muhammadiyah mundur dari POP Kemendikbud. Pertama, Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka. Tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud,” ungkap Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno, Rabu, 22 Juli 2020.

Kedua, kriteria pemilihan ormas dan lembaga pendidikan yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas dan tidak transparan.

Ketiga, Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan. Kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa ikut serta dalam POP.

Sementara itu, adapun alasan NU mundur karena konsep POP Mendikbud tidak matang. NU menilai ada berpotensi menjadi masalah besar dan menjadikan POP ini patut untuk dievaluasi.

Pertama, tidak jelasnya organisasi yang bisa mengajukan usulan untuk menjadi bagian dalam pelaksanaan program. Banyak organisasi yang tidak jelas dan tidak memiliki kredibilitas di bidang pendidikan yang lolos dalam program ini mulai dari semisal lembaga, paguyuban, organisasi alumni, zakat, budaya dan lain sebagainya. Menurut NU lebih banyak lembaga yang tidak jelas kredibilitasnya dari pada yang jelas.

Kedua, prosedur seleksi menurutnya juga tidak jelas. Hal ini terlihat dari kurang konsistennya mekanisme perekrutan dan terkesan menjadikan ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah sebagai legitimasi agar program ini tampak memiliki kualitas.

“LP Ma’arif NU punya prinsip jangan sampai meminta bantuan. Karena kalau minta berarti tangan kita di bawah. Yang dilakukan Ma’arif adalah kerja sama, karena tangan kita sejajar. Jadi Ma’arif NU tidak pernah menjajakan proposal permintaan. Kami buat proposal setelah pasti dan jelas kesepakatannya,” terang Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU), Arifin Junaidi, Sabtu 25 Juli 2020 dikutip dari laman resmi nu.or.id.

Ketidakjelasan POP yang ketiga, lanjutnya, adalah efektivitas program yang harus dijalankan di tengah pandemi Covid-19 yang masih mewabah sampai saat ini. Berbagai program seperti workshop dan program lainnya harus dilaksanakan dalam waktu terbatas. Hal ini, tegasnya, tidak akan dapat dilaksanakan dengan maksimal.

“Ada workshop yang menelan biaya Rp1 M dan program jalan-jalan,” tambah Kiai Arjuna menyebut beberapa program yang ia sebut tidak peka terhadap situasi sulit yang sedang dialami bangsa.

Dengan dasar inilah, LP Ma’arif NU mengambil sikap untuk keluar dari program tersebut dan meminta Mendikbud untuk meninjau kembali program ini.

Sedangkan alasan PB PGRI mundur karena berbagai pertimbangan di tengah pandemi Covid-19. Menurut PGRI dana POP seharusnya bisa digunakan untuk menunjang kebutuhan infrastruktur sekolah, guru, dan murid.

Kemudian, PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar. Mengingat waktu pelaksanaan yang singkat, mereka menilai tidak bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga bisa timbul akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Selain  itu, mereka juga menilai kriteria penetapan dan pemilihan peserta program organisasi penggerak tidak jelas. Tapi, sama halnya dengan Muhammadiyah dan NU, PGRI berkomitmen akan tetap memajukan pendidikan di Tanah Air.

Nadiem Minta Maaf

Nadiem meminta maaf kepada NU dan Muhammadiyah atas ucapanya yang ingin memberikan dana hibah kemendikbud kepada  Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation. Nadiem berjanji akan mengevaluasi POP itu. Ia berharap tiga organisasi besar yang selama ini terlibat langsung dalam dunia pendidikan kembali bergabung di POP.

Namun, apa mau di kata, nasi sudah menjadi bubur, NU dan Muhammadiyah menolak mentah-mentah tawaran Nadiem untuk kembali bergabung di POP.

Apa Itu POP Kemendikbud?

POP merupakan program yang dibuat Kemendikbud untuk mendukung hadirnya Sekolah Penggerak yang melibatkan peran serta organisasi. Fokus utama POP ialah meningkatkan kualitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Organisasi yang berpartisipasi dapat menerima dukungan pemerintah untuk mentrasformasi sekolah menjadi Sekolah Penggerak. Pada tahun 2020-2022 POP memiliki sasaran peningkatan meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD dan SMP.

Adapun komponen POP adalah, pertama kepala sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar. Kedua, guru berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa.

Ketiga, siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, bernalar kritis, kreatif, kolaboratif (gotong royong) dan berkebhinekaan global. Keempat, terwujudnya komunitas penggerak yang terdiri atas orang tua, tokoh dan organisasi kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah meningkatkan kualitas belajar.

Tipe POP

Program yang dapat diikuti oleh organisasi yang sudah memiliki pengalaman merancang dan mengimplementasikan program bidang pendidikan. Organisasi yang mengikuti salah satu dari ketiga tipe program harus bisa menunjukkan rekam jejak program yang pernah mencapai peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktek mengajar guru dan kepala sekolah. Bukti dampak tersebut harus ditunjukan secara kuantitatif.

Program Gajah

Organisasi yang mengikuti ‘Program Gajah’ akan mendapatkan bantuan pemerintah selama dua (2) tahun dari 2020-2022 untuk menjalankan program di lebih dari 100 PAUD/SD/SMP.

Program Macan

Organisasi yang mengikuti ‘Program Macan’ akan mendapatkan bantuan pemerintah selama dua (2) tahun dari 2020-2022 untuk menjalankan program di 21-100 PAUD/SD/SMP.

Program Kijang

Organisasi yang mengikuti ‘Program Kijang’ akan mendapatkan bantuan pemerintah selama dua (2) tahun dari 2020-2022 untuk menjalankan program di 5-20 PAUD/SD/SMP.

Tulisan Terkait: