Mudabicara.com_ Memperingati Hari Perempuan Internasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) menggelar Webinar Virtual “Perempuan Pemimpin dan Kesetaraan Gender” secara virtual, Senin, 8 Maret 2021.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyoroti bahwa masih terdapat ‘tiga dosa besar’ dalam dunia pendidikan yang amat berpengaruh pada tumbuh kembang peserta didik dan keputusan mereka dalam menggapai cita-cita, yakni, intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan (bullying).
“Tiga hal ini sudah seharusnya tidak lagi terjadi di semua jenjang pendidikan dan dialami oleh peserta didik kita, khususnya perempuan, karena peserta didik perempuan umumnya lebih rentan terhadap tindak kekerasan,” ujar Mendikbud pada pidato pembukaannya yang disampaikan secara virtual, Senin, 8 Maret 2021.
Mendikbud memastikan, Kemendikbud terus berupaya mendorong terciptanya lingkungan belajar yang aman bagi peserta didik perempuan, dengan menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan bagi Jenjang PAUD, Dasar, dan Menengah.
Saat ini, Kemendikbud juga tengah merancang peraturan pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di perguruan tinggi guna menindaklanjuti permasalahan. Berangkat dari pengaduan siswa, guru, dan masyarakat; Kemendikbud mendorong sekolah dan perguruan tinggi untuk membentuk satuan kerja pencegahan kekerasan.
BACA JUGA: ENAM KEMENTERIAN LEMBAGA BAHAS FORMASI PPPK UNTUK HONORER GURU AGAMA
“Rancangan peraturan dan mekanisme ini dibuat dengan penuh kehati-hatian dan pertimbangan agar pelaksanaannya dapat berjalan secara tepat dan sesuai harapan,” tegas Mendikbud.
Akan tetapi, Mendikbud mengingatkan bahwa upaya yang dilakukan ini hanyalah satu ombak kecil di tengah upaya menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan. Sebab, berawal dari kesadaran dan kemauan seluruh lapisan masyarakatlah maka perjuangan dapat diupayakan menjadi gelombang yang lebih besar.
Lebih lanjut, Mendikbud menekankan bahwa lingkungan belajar yang kondusif dan suportif bagi perempuan, mulai dari rumah, sekolah, perguruan tinggi, sampai tempat kerja; akan mendorong munculnya lebih banyak perempuan pemimpin di masa depan dengan kecerdasan dan karakter unggul.
BACA JUGA: HARI PEREMPUAN SEDUNIA, MEMILIH UNTUK MENANTANG
“Momentum Hari Perempuan Internasional ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perjuangan mencapai kesetaraan gender masih panjang dan membutuhkan gotong royong semua golongan untuk mewujudkannya. Mari terus pertahankan semangat hari perempuan yang telah hidup lebih dari setengah abad ini, untuk Indonesia setara bersama,” imbau Mendikbud.
Regulasi Kemendikbud Dukung Penguatan Karakter Perempuan Pemimpin
Kemendikbud menerbitkan berbagai kebijakan untuk menciptakan sekolah yang menyenangkan dan aman bagi peserta didik perempuan serta mengembangkan karakter kepemimpinan. Sebagaimana tertuang dalam Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru dan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikkan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.
BACA JUGA: MOCHTAR NGABALIN: JANGAN MIMPI NYERET JOKOWI URUSAN PARTAI DEMOKRAT
“Dalam regulasi-regulasi ini, terdapat banyak program kegiatan yang dapat diikuti oleh anak-anak perempuan secara khusus, maupun bergabung dengan anak-anak laki-laki, dengan tujuan membangun karakter dan pemahaman di luar aspek kognitif, karena keberhasilan anak amat ditopang oleh pendidikan karakter, bukan hanya aspek kognitif,” jelas Inspektur Jenderal Kemendikbud, Chatarina Girsang pada kesempatan yang sama.
Dalam peraturan-peraturan tersebut, menurut Chatarina, terdapat berbagai kegiatan yang membangun kepercayaan diri dan karakter santun, mencegah perilaku negatif dan dapat disesuaikan dengan bakat dan minat masing-masing peserta didik. “Melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbud, akan terus melakukan kegiatan penguatan karakter bagi anak perempuan, agar mereka mampu mengembangkan talentanya dengan karakter positif,” harap Chatarina.
Menjadi Perempuan Pemimpin, Belajar Bertanggung jawab dan Percaya Diri
BACA JUGA: MENGENAL LETNAN KOMARUDIN SOSOK DI BALIK SERANGAN UMUM 1 MARET 1949
Ibu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Franka Makarim menyatakan bahwa seorang superwoman adalah perempuan yang menyadari bahwa dirinya dapat melakukan apapun yang ia cita-citakan. Nilai-nilai kepemimpinan dalam diri seorang perempuan tercermin dari kepercayaan diri dan rasa tanggung jawab yang ia miliki.
Pada kesempatan ini, Franka Makarim mengungkapkan kisah masa kecilnya. Di mana saat berusia 9 tahun, ia dibesarkan oleh ibu dan neneknya karena sang ayah telah meninggal dunia. Keteladanan dan nilai tanggungjawab yang ditunjukkan oleh kedua wanita tersebut, diakui Franka telah menumbuhkan keyakinan dan rasa percaya dirinya untuk melakukan segala sesuatu dengan penuh tanggung jawab.
“Saya berterima kasih sekali pada Ibu saya yang telah membesarkan saya juga Eyang saya, yang dalam usia tuanya tetap aktif bekerja dan berorganisasi. Wanita-wanita inilah yang telah memberikan contoh dalam hidup saya, bahwa kita bisa melakukan apa yang kita mau dan bertanggungjawab. Baik itu di rumah bersama keluarga maupun dalam memberi dampak pada masyarakat,” jelas Franka yang juga sebagai pendiri label perhiasan Nusantara Tulola Jewelry.
Franka mengakui, secara global, makin banyak dukungan di antara sesama perempuan untuk terus maju menjalankan perannya. “Kita punya tanggung jawab sebagai istri, ibu, dan karyawan atau pekerja, misalnya. Ini laki-laki juga punya tanggungjawab pada keluarga dan pekerjaan. Bagaimana kita membagi tanggung jawab di rumah dan dalam pekerjaan, ini semoga bisa semakin dilakukan,” ujarnya.
Senada dengan itu, Irjen Kemendikbud, Chatarina Girsang mengatakan, bahwa superwoman adalah perempuan yang dapat melakukan apa saja di manapun posisinya saat ini. “Seorang superwoman harus percaya diri (bahwa) dia bisa mencapai cita-cita dan saya meyakini, perempuan dikaruniai Tuhan kemampuan mengerjakan segala sesuatu dalam waktu bersamaan, yaitu multitasking,” ungkap Chatarina.
Chatarina menyoroti pentingnya peran keluarga dalam membentuk karakter anak perempuan. “Sejak kecil, ayah saya mendidik anak-anak perempuannya untuk berani maju, bermanfaat bagi sesama, dan tidak perlu takut, asalkan kami bertindak sesuai prinsip yang benar. Tidak perlu juga takut bersaing dengan laki-laki, karena perempuan punya hati yang kuat dan luas untuk berbagi dengan sesama,” ungkap Chatarina.
BACA JUGA: MEMBACA PUISI-PUISI LINUS SURYADI AG
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Angkie Yudistia, menyoroti bahwa peran perempuan masih terkendala stigma yang ada di masyarakat, khususnya bagi perempuan difabel. Ia mengungkap kesulitan yang kerap dihadapi karena sebagai perempuan penyandang disabilitas, ia harus memakai alat bantu dengar. “Tetapi, bagi perempuan, hanya ada dua pilihan. Mau menyerah atau optimis? Alangkah sayangnya kalau kita menyerah,” ujar Angkie seraya mendorong kaum perempuan untuk juga menguasai teknologi dan literasi finansial di era modern ini.
“Kita harus punya pola pikir bagaimana beradaptasi dengan keterbatasan ini,” imbuh Angkie yang merupakan pendiri Thisable Enterprise itu.
Ditambahkan Chatarina, salah satu tantangan besar bagi perempuan sebagai pemimpin adalah dalam membagi waktu dan peran. Oleh karena itu, ia menuturkan bahwa perempuan harus mampu beradaptasi percaya diri, berani, dan memiliki empati pada sesama.
“Ketika saya di rumah, saya melepaskan titel dan jabatan. Pengertian dan dukungan keluarga sangatlah penting. Sejak awal, suami dan anak-anak saya sangat mendukung, maka saya mampu berkiprah di Kemendikbud. Dengan kehadiran teknologi, kapanpun saya dapat berkomunikasi dengan keluarga,” terang Chatarina.
Menyambung pernyataan sebelumnya, Angkie juga menegaskan bahwa perempuan harus belajar menerima kondisi diri sendiri dan berdamai dengan perbedaan yang ada. “Berbeda itu tidak apa-apa. Justru dengan berbeda, lebih banyak nilai-nilai yang kita pelajari bersama. Perempuan dapat membangun cinta terhadap diri sendiri, dan kemudian bisa menumbuhkan rasa mencintai dan menyayangi sesamanya,” kata Angkie.
Perempuan Mengatasi Perundungan
Salah satu isu besar dalam dunia pendidikan adalah perundungan (bullying) yang juga rentan dialami perempuan. Angkie Yudistia mengakui, peran keluarganya amat besar dalam membantunya mengatasi perundungan. “Sejak kecil, saya menerima stigma karena menyandang disabilitas. Tetapi saya beruntung tumbuh dalam lingkungan keluarga suportif. Saya diajarkan terus meningkatkan kemampuan diri dengan sekolah setinggi mungkin dan tidak membalas bullying dengan emosi,” jelas Angkie.
Senada dengan itu, Irjen Chatarina menyatakan bahwa anak-anak harus didorong agar menjadi berani dengan diberikan afirmasi terhadap karakter positif dan membangun kepercayaan diri. “Saya sering mengatakan pada anak saya, ‘Halo anak cantik, anak ganteng, anak pintar’. Itu bukan sekadar pujian, tetapi membangun kepercayaan diri bahwa mereka bukanlah seperti yang mereka pikirkan ketika mereka tidak percaya diri. Kita bisa mengajarkan pada anak kita bagaimana menyikapi bullying dengan menunjukkan diri tidak takut, dan kalau sesuatu membuat kita tidak nyaman, kita harus berani menyampaikan,” ujar Chatarina.
Ibu Mendikbud Franka Makarim menyatakan hal yang sama. Ia mengaku pernah mengalami perundungan di sekolah, dan ia menilai bahwa perundungan punya efek jangka panjang. Beruntung, saat itu belum ada yang namanya cyber-bullying (perundungan dunia maya) yang kini marak terjadi di antara peserta didik. Baginya, nilai di dalam keluarga itu yang dapat membantu menghadapi perundungan.
“Bagi saya dan Pak Nadiem, kami menekankan kepada anak-anak kami, bahwa siapa mereka dan nilai mereka sebagai manusia, tidak tergantung dari persetujuan orang, terutama di media online. Dan itu juga tanggung jawab kita sebagai orang tua yang harus semakin kita perdalam. Kita harus ingat bahwa peran kita adalah untuk memberikan ketangguhan dan nilai di dalam diri anak-anak kita,” tegas Franka.
Franka yakin, perempuan selayaknya berani untuk menyuarakan pilihan dan harapannya. Penting untuk mengkomunikasikan kemauan kita agar nilai kesetaraan dalam pekerjaan maupun keluarga dapat dirasakan. Termasuk mengutarakan keinginan dalam hal karir, seperti apakah ingin berkarya sebagai ibu rumah tangga di rumah atau mau mengikuti kursus, belajar lagi, atau mempunyai anak. “Mari kita menemukan suara kita agar dapat menyampaikan apa yang kita inginkan dengan cara yang baik, pada orang-orang yang dapat membantu kita mencapai itu,” tutup Franka.
BACA JUGA: PROFIL MOELDOKO: DULUNYA ANAK BUAH SBY KINI BALIK MELAWAN
Informasi lebih lanjut mengenai program, kegiatan, kompetisi, dan perlombaan yang diselenggarakan Puspeka, dapat mengunjungi laman resmi cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id serta media sosial Instagram (@cerdasberkarakter.kemdikbudri), dan Facebook serta YouTube (Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI). Layanan Informasi dan Pengaduan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat diakses pada laman resmi Unit Layanan Terpadu (ULT) Kemendikbud, yakni ult.kemdikbud.go.id atau https://kemdikbud.lapor.go.id.