Soft Diplomacy Malaysia dalam Menghadapi Konflik Laut China Selatan

Muda Talks824 Dilihat

Mudabicara.com_ Di antara empat negara ASEAN (Brunei, Malaysia, Filipina, dan Thailand) yang terlibat
persengketaan di Laut China Selatan (LCS), Malaysia adalah negara yang tidak terlalu ambil
pusing dalam menanggapi konflik tersebut.

Tidak seperti Filipina dan Vietnam yang terbilang frontal dalam pertikaian yang tidak berkesudahan itu, Malaysia mecoba untuk tidak terprovokasi dengan pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan atas keterlibatannya, bahkan berusaha mengedepankan cara-cara damai demi menjaga perdamaian di kawasan yaitu ASEAN, dengan menghormati UNCLOS 1982.

Hal ini mengartikan, bahwa Malaysia tidak ingin mengunakan hard diplomacy sebagai solusi, namun berusaha mempromosikan soft diplomacy. Sikap Malaysia ini ditegaskan oleh PM Muhyiddin ketika melakukan lawatan kerja ke Indonesia pada Februari lalu. PM Muhyiddin memberikan statement yang menggarisbawahi bahwa pada konflik LCS terdapat dua kepentingan negara-negara besar, yaitu China dan US.

Dia menambahkan bahwa Malaysia dan negara-negara ASEAN lainnya yang tidak perlu ikut terpancing dalam perang kepentingan tersebut. Tentunya, hal ini sangat beresiko bagi PM Muhyiddin sebagai PM Malaysia yang baru terpilih, atas sikapnya yang dianggap kurang gertakan.

Banyak pihak yang beranggapan, bahwa sikap Malaysia ini sebetulnya didasari atas kepentingan proyek One Belt One Road (OBOR) yang sedang berjalan di Malaysia, salah satunya Proyek Pembangunan Kereta Cepat di Semenanjung Malaysia Timur. China sebagai investor tunggal, dianggap telah membuat Malaysia kurang memiliki power terhadap konflik LCS.

ASEAN menyambut baik sikap Malaysia tersebut. ASEAN merasa diuntungkan karena masih adannya angin segar dalam penyelesaian konflik LCS secara damai, sehingga keutuhan dan keharmonisan negara ASEAN pun tetap terjaga.

Begitupun dengan Presiden Indonesia, Jokowi juga menyambut baik hal ini, bahwa demi terciptanya stabilitas regional, maka diperlukan penyelesaian dengan menghormati hukum internasional yang lebih universal.

Terkait dengan hal ini, diharapkan semua pihak bisa belajar dari Malaysia yang bisa menanggapi masalah LCS dengan lebih calm dan mengedepankan perdamaian di ASEAN.

Oleh: Nanda Sucitra Putri

Tulisan Terkait: