Mudabicara.com_Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat panitia kerja (Panja) mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat bagi partai politik untuk mengusung calon kepala daerah (Cakada).
Baleg, hasilnya menyepakati putusan MK itu hanya verlaku untuk partai non-parlemen alias parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Melansir dari detikNews, rapat tersebut digelar di kompleks parlemen, senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Baleg DPR turut membahas revisi Undang-Undang Pilkada.
Baca Juga: Beasiswa OSC Medcom.id Dorong Anak Muda Kontribusi Memajukan Bangsa
Panja, dalam rapat tersebut membahas usulan perubahan substansi Pasal 40 UU Pilkada setelah putusan MK. Berikut ini draft yang ditampilkan dan dibacakan dalam rapat dan kemudian disetujui:
Ketentuan pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut
(3) Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan calon Wakil Bupati atau calon Walikota dan calon Wakil Walikota dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.
Baca Juga: Ketua Badan Anggaran DPR RI Tekankan Pembangunan Infrastruktur Harus Menopang Tiga Hal Ini
Kesepakatan Baleg DPR
Achmad Baidowi (Awiek), Pimpinan rapat Panja, menyebutkan draft tersebut tetap mengacu dari putusan MK. Menurutnya, putusan MK itu membuka peluang partai tanoa kuris DPRD untuk mengusung cakada.
“Ini sebenarnya kan mengadopsi putusan MK yang mengakomodir partai nonparlemen bisa mencalonkan kepala daerah. Jadi sudah bisa mendaftarkan juga ke KPU, kan sebelumnya nggak bisa, setuju ya?” tutur Awiek
Peserta rapat, termasuk pemerintah dan DPD, setuju. “Disetujui Panja 21 Agustus 2024, usulan DPR,” demikian tertulis dan ditayangkan di layar ruang rapat.
Syarat Parpol Usung Cakada Tetap 20 Persen
Di sisi lain, Yandri Susanto, anggota Baleg Fraksi PAN, menyebutkan parpol yang memiliki kursi di parlemen tetap akan mengacu dengan jumlah kursi 20% jika akan mengusung pasangan calon Pilkada.
Yandri menyatakan syarat dukungan dari partai pemilik kursi DPRD tidak bisa dicampur dengan partai yan tak punya kursi DPRD.
“Yang punya kursi itu tetap mengacu 20%, nggak bisa di-mix, kacau nanti kalau sebagian pakai kursi sebagian pakai suara, itu nggak bisa, nanti ke KPU-nya gimana,” tutur Yandri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8).
“Ini paslon, satu pakai kursi, sisanya ditambah suara sah, susah nanti, mengesahkan paslon susah nanti, ini sudah benar sekali, mengatur sedemikian rupa. Jadi paslon clear siapa yang usung, jadi tidak ada yang kita lawan di putusan MK,” lanjutnya.
Yandri menegaskan, upaya pihaknya mengadopsi putusan MK terkait syarat parpol dalam mengusung calon Pilkada. Dia menyebitkan, parpol nonparlemen dapat mengusung pasangan calon merupakan lompatan baru.
“Artinya kalau non-seat dulu hanya mendukung tidak bisa mengusung, ini ada lompatan besar dari MK, boleh mencalonkan kalau memenuhi syarat persentase, kalau partai-partai non-seat berkumpul, mencalonkan boleh, dulu tidak boleh. Jadi ini lompatan yang besar untuk demokrasi kita,” kata Yandri.
Sebelumnya dieritakan, MK kabulkan Sebagian gugatan yang diajukan Partai buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. MK Menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.