Bendungan Tiga Dihaji, Potensi Peluang Tenaga Kerja Lokal

Opini880 Dilihat

Mudabicara.com_ Bendungan Tiga Dihaji merupakan proyek terbesar di Kabupaten OKU Selatan yang juga merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan angka fantastis yaitu sebesar 3,744 triliun. Terlepas dari angka fantastis tersebut, pelaksaan pembangunan yang berjalan sejak 2018 ini menimbulkan beberapa dampak lingkungan.

Antaranya lain pencemaran sungai selabung dan pencemaran udara akibat jalan utama rusak karena dilewati oleh truk-truk alat berat pembangunan proyek. Imbasnya tentu langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar.

BACA JUGA: MENGENAL TEORI GRAHAM ALLISON TENTANG PROSES KEBIJAKAN LUAR NEGERI DAN CONTOHNYA

Problematika Tenaga Kerja Di Tengah Pandemi Covid

Pandemi Covid-19 menjadi bencana yang sangat berdampak bagi masyarakat global maupun juga nasioal. Tidak bisa dipungkiri pandemi Covid-19 mengakibatkan lumpuhnya beberapa sektor strategis termasuk ekonomi. Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Aspindo) ada 6 juta orang yang dirumahkan akibat Corona.

Dampak tersebut juga dirasakan pekerja asal OKU Selatan, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan grafik pengangguran dari tahun 2019 ke 2020. Menurut data BPS tahun 2020, jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten OKU Selatan mencapai 6.305 orang.

Dari tingginya tingkat penggangguran tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata dan menjadi tanggungjawab pemerintah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Semenjak otonomi daerah masalah tenaga kerja sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah, sehingga pemerintah harus berupaya keras dalam mengatasi masalah tersebut.

BACA JUGA : PERGESERAN AKTOR DAN WAJAH BARU KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA PASCA REFORMASI

Dilema Pembangunan Bendungan Tiga Dihaji

Megaproyek Bendungan Tiga Dihaji yang izin operasinya telah disetujui oleh pemerintah seharusnya mampu menjadi alternatif lapangan pekerjaan untuk masyarakat lokal. Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No.6 Tahun 2019 bahwa perusahaan diwajibkan menyerap tenaga kerja dari masyarakat yang berdomisili di sekitar lokasi lokasi perusahaan.

Setali tiga uang dengan janji yang disampaikan oleh Bupati OKU Selatan Popo Ali Martopo kepada masyarakat Kecamatan Tiga Dihaji bahwa pembangunan bendungan akan menyerapkan 60% tenaga kerja lokal.

Alih-alih hal ini terealisasi, kenyataannya perusahaan pelaksana hanya menyerap sedikit sekali tenaga kerja lokal dan masyarakat setempat tidak merasakan dampak positif pembangunan bendungan tersebut.

Ini menjadi tantangan bagi pemerintah kabupaten OKU Selatan terutama bapak bupati untuk memperjuangkan nasib warganya untuk mendapat pekerjaan dalam rangka mengurangi pengangguran di Kabupaten OKU Selatan.

BACA JUGA : SISTEM POLITIK, PENGERTIAN DAN MACAM-MACAMNYA 

Solusi Untuk Masyarakat Terdampak

Tentu masyarakat berharap ada efek positif dari proses pembangunan bendungan. Kiranya pemerintah kabupaten OKU selatan memperhatikan resiko dampak lingkungan yang mengakibatkan hilangnya hak masyarakat untuk hidup pada lingkungan yang bersih dan layak.

Solusi atas pencemaran Sungai Selabung harus segera difikirkan. Paling tidak perusahaan pelaksana wajib  menyediakan pasokan air bersih sebagai pengganti. Hal itu diperlukan masyarakat sebagai kompensasi dari tercemarnya sungai selabung.

Memperbaiki jalan kabupaten yang rusak akibat lalu lintas alat berat juga menjadi pekerjaan rumah selanjutnya. Disamping itu, penyiraman air di jalan yang rusak supaya dampak debu dan risiko penyakit ikutan dapat diminimalisasi.

Proses di atas tentu memerlukan kerjasama dari berbagai pihak terutama Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga legislatif perlu mendorong dan mengawasi kinerja bupati agar bertanggungjawab atas kondisi lingkungan hidup, sosial dan melibatkan warga sebagai tenaga kerja.

BACA JUGA : 10 MANFAAT BELAJAR POLITIK UNTUK ANAK MUDA 

Terakhir meminta dokumen Analisis dampak lingkungan (AMDAL) ditinjau kembali, apakah dalam proses pembuatannya telah melibatkan publik? Dan sudah dilaksanakan dengan tepat? Jika iya, mengapa terjadi situasi kerusakan lingkungan hidup yang tidak terkendali.

Semoga persoalan pembanguna bendungan Tiga Dihaji menjadi refleksi bersama tentang pentingnya lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarat yang berkesinambungan.

 

Oleh : Satria Alza Perdana (Tokoh Muda OKU Selatan)

 

Tulisan Terkait: