Mudabicara.com_Anggota Komisi III DPR RI dari daerah pemilihan Aceh, Nasir Djamil, menilai langkah Pemerintah Aceh yang mengirimkan surat ke dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk meminta dukungan penanganan pascabencana merupakan tindakan yang lumrah. Menurutnya, upaya tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk menyudutkan peran pemerintah pusat.
“Sebenarnya surat itu tidak ada yang luar biasa karena UNDP dan UNICEF itu setiap tahunnya punya program di Aceh. Karena itu, sangat wajar kalau Pemerintah Aceh menyurati kedua lembaga yang di bawah naungan PBB itu untuk membantu menanggulangi pascabencana di Sumatera dan Aceh khususnya,” kata Nasir Djamil kepada wartawan, Selasa (16/12/2025).
Baca Juga: Efek Banjir Bandang dan Longsor Diperkirakan Tahan Laju Ekonomi 2025
Ia menegaskan, permohonan bantuan yang diajukan kepada UNDP dan UNICEF tidak dapat diartikan sebagai kritik atau tudingan terhadap kemampuan pemerintah pusat. Nasir menilai Pemerintah Aceh tidak pernah menyampaikan anggapan bahwa negara tidak mampu menangani bencana di tiga provinsi terdampak.
“Permintaan kepada UNDP dan UNICEF bukanlah dimaksud untuk menyudutkan pemerintah pusat. Sebab, surat itu semata-mata atas dasar kemanusiaan,” kata Nasir.
“Surat itu mengandung misi kemanusiaan. Bukan ingin mengatakan bahwa pusat tidak sanggup menangani tiga provinsi yang mengalami banjir besar dan tanah longsor. Indonesia memiliki sila kedua dalam Pancasila yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab,” sambungnya.
Politikus PKS tersebut berharap pemerintah pusat dapat memahami konteks langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Aceh. Ia juga meminta agar proses penerimaan bantuan kemanusiaan yang masuk tidak terhambat oleh prosedur birokrasi yang berbelit.
Baca Juga: Rencana Single Salary ASN Masuk APBN 2026, KemenPANRB Tekankan Bertahap
“Kita mengharapkan agar pusat bisa memahami langkah yang diambil oleh Gubernur Aceh yang menyurati kedua lembaga itu. Apalagi saat ini ada beberapa kelompok masyarakat di luar Indonesia yang ingin datang membawa bantuan. Diharapkan birokrasi untuk menerima bantuan berupa barang dan orang jangan dipersulit,” kata Nasir Djamil.
“Solidaritas kemanusiaan antar warga negara tidak mungkin dicegah. Pusat harus memfasilitasi agar rakyat Aceh merasa terhibur dibantu oleh saudara-saudaranya se-Tanah Air dan juga dari luar negeri,’ tambahnya.
Pemerintah Aceh sebelumnya diketahui telah mengirimkan surat resmi kepada dua lembaga di bawah naungan PBB terkait permohonan bantuan penanganan pascabencana banjir dan longsor yang melanda wilayah Aceh.
“Secara khusus Pemerintah Aceh secara resmi juga telah menyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman bencana tsunami 2004 seperti UNDP dan UNICEF,” kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA, Senin (15/12).
Muhammad menjelaskan, hingga saat ini terdapat 77 lembaga bersama 1.960 relawan yang terlibat langsung dalam upaya penanganan bencana di Aceh. Keterlibatan tersebut berasal dari organisasi lokal, nasional, hingga internasional, dan jumlah relawan diperkirakan masih akan terus bertambah.
Sejumlah lembaga juga telah tercatat dalam Desk Relawan BNPB untuk Aceh, di antaranya Save The Children, Islamic Relief, ABF, DH Charity, FKKMK UGM, Mahtan Makassar, Relawan Nusantara, Baznas, EMT AHS UGM, Koalisi NGO HAM, Katahati Institute, Orari, Yayasan Geutanyoe, serta beberapa organisasi lainnya.












