Golkar: Putusan MK Momentum Rancang Ulang Sistem Pemilu

Politik13 Dilihat

Mudabicara.com_Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dan Pasal 167 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Permohonan tersebut diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan dikukuhkan melalui Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Dengan adanya keputusan ini, format pemilu serentak yang selama ini dikenal dengan istilah “Pemilu lima kotak” resmi tidak diberlakukan lagi.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menyatakan bahwa keputusan MK ini menjadi momen penting untuk merancang ulang sistem pemilu dan pilkada agar lebih selaras dengan struktur ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Baca Juga: MA Batalkan Pasal Penjualan Pasir Laut dalam PP Nomor 26 Tahun 2023

“Pertama, kami menghormati putusan MK tersebut. MK adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan apakah sebuah undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak. Karena putusan MK bersifat final dan mengikat, sebagai pembentuk UU, kami siap menyelaraskan dengan putusan MK tersebut,” ujar Zulfikar dalam keterangan, Jumat (27/6/2025).

Politikus Golkar itu menegaskan, hal ini menjadi dorongan kuat bagi DPR dan pemerintah untuk segera menyusun Undang-Undang Pemilu yang baru.

“Kedua, putusan MK ini secara substansi menegaskan struktur politik kita terdiri atas dua entitas, yaitu politik nasional dan politik daerah yang pengelolaanmya perlu penyesuaian,” ujarnya.

Zulfikar menambahkan bahwa keputusan MK tersebut memperjelas kedudukan pilkada sebagai bagian integral dari sistem pemilu nasional.

Ia juga melihat adanya peluang besar untuk mengintegrasikan ketentuan mengenai pilkada ke dalam Undang-Undang Pemilu, sejalan dengan arah kebijakan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.

“Ketiga, putusan MK ini secara teknis akan memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dan mengefektifkan penyelenggara pemilu dalam melaksanakan setiap tahapan.”

Ia berpendapat bahwa putusan MK ini semakin menegaskan status lembaga penyelenggara pemilu sebagai institusi permanen, sekaligus menutup ruang bagi wacana menjadikannya sebagai lembaga sementara atau bersifat ad hoc.

“Terakhir, putusan MK ini memperkuat prinsip bahwa kita merupakan negara kesatuan yang didesentralisasikan. Harapannya, bisa memunculkan budaya politik baru yang memperkuat dan meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah,” pungkasnya.

Pemilu Terpisah Mulai 2029

Pemerintah berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aspek teknis pelaksanaan Pemilu mendatang, sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pemisahan antara Pemilu nasional dan Pemilu daerah mulai tahun 2029.

Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, saat berada di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (26/6).

Ia menekankan bahwa keputusan MK tersebut bersifat final dan wajib dilaksanakan, sehingga tidak ada ruang bagi pemerintah untuk mengabaikannya.

“Putusan MK itu final dan mengikat. Pemerintah tentu berkewajiban untuk melaksanakan,” ujar Bahtiar dikutip dari Antara.

Ia menjelaskan, saat ini pemerintah sedang menyiapkan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu agar sejalan dengan ketentuan baru tersebut. Proses revisi dilakukan dengan menjaring masukan dari berbagai elemen masyarakat.

“Kami tengah menerima berbagai masukan dari masyarakat sipil, partai politik, dan kalangan akademisi untuk menyesuaikan pelaksanaan Pemilu ke depan,” jelasnya.

Susun Simulasi Pelaksanaan

Salah satu hal yang tengah dianalisis oleh pemerintah adalah opsi pemisahan antara Pemilu nasional dan Pemilu daerah. Bahtiar menyebut, wacana ini merupakan alternatif yang saat ini sedang dikaji secara mendalam.

“Pemisahan antara Pemilu nasional dan Pemilu lokal kami pelajari menjadi salah satu opsi dari masukan-masukan tersebut. Namun tentunya harus sinkron dengan desain keseluruhan sistem Pemilu,” kata Bahtiar.

Baca Juga: Jokowi Batal Maju Caketum PSI, Dukung Anak Muda

Oleh karena itu, ia menambahkan, pemerintah akan merancang simulasi pelaksanaan serta melakukan pemetaan terhadap konsekuensi teknis yang timbul akibat putusan MK tersebut.

“Nah, karena itu kami akan menyusun satu simulasi. Kira-kira apa saja konsekuensi teknis dari putusan MK tadi. Semua harus dikaji secara matang agar pelaksanaan ke depan tetap pro-rakyat,” tegasnya.

Sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), mulai tahun 2029, pemilihan anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, serta pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, akan diselenggarakan secara serentak namun tidak bersamaan dengan Pemilu nasional.

Kebijakan ini ditetapkan sebagai langkah untuk menyempurnakan sistem pemilihan umum dan memperkuat praktik demokrasi di tingkat daerah.

Tulisan Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *