Mudabicara.com_ Pelecehan seksual kembali menjadi perbincangan publik. Kali ini pelaku merupakan salah satu dosen di Universitas Jember bernama Rahmat Hidayat (RH).
Selain itu, Ia merupakan dosen yang produktif. Bahkan, Ia menjadi salah satu dosen yang mendapat gelar master dan PhD dari kampus luar negeri.
BACA JUGA : MENGENAL KEBIJAKAN POLITIK HABIBIE
Mirisnya, korban seorang remaja perempuan yang masih berumur 16 tahun merupakan keponakanya sendiri. Lewat unggahan di media sosial instagram akhirnya orang tua korban akhirnya mengetahui bahwa putrinya menjadi korban pelecehan seksual.
Akhirnya, orang tua korban melaporkan kejadian yang menimpa anaknya ke Polres Jember pada Minggu 28 Maret 2021.
Trisna Dwi Yuni selaku pendamping korban dari LPM Imparsial membenarkan bahwa kejadian ini bermula dari unggahan IG story korban.
Setelah kejadian, korban bikin IG story isinya tuh dapet pelecehan, terus dikomenin ibunya. Dia kemudian membalas dan minta tolong,” kata Trisna
Modus Terapi Kanker Payudara
Lebih lanjut, kata Trisna, Ibunya mengatakan korban telah mendapat pelecehan sebanyak dua kali. Kejadian pertama terjadi pada akhir Februari 2021 pukul 11.00 WIB.
Saat itu, RH berdalih memberikan sebuah jurnal mengenai kanker payudara. RH menyebut korban menderita kanker payudara karena bentuk payudara korban.
BACA JUGA : PENGERTIAN PARTISIPASI POLITIK DAN MACAMNYA
Lalu, RH berdalih melakukan terapi kepada korban. Padahal, RH diketahui sama sekali tidak memiliki skill melakukan terapi. Hal tersebut dilakukannya sebagai dalih untuk melakukan tindak pencabulan kepada korban.
Tidak berhenti pada kejadian pertama, RH melakukan kembali aksinya pada 26 Maret 2021 sekitar pukul 10 pagi saat keadaan rumah sedang kosong. Namun, kali ini korban memberanikan diri untuk merekam kejadian tersebut lewat perekam suara.
Modusnya sama. Pelaku melakukan edukasi terkait kanker payudara dan ingin melakukan terapi kepada korban yang diklaim oleh RH tengah mengalami kanker payudara.
Kepada sang ibu, kata Trisna, korban mengaku dilecehkan sebanyak dua kali. Kejadian pertama terjadi pada akhir Februari 2021 pukul 11.00 WIB. Saat itu, RH berdalih memberikan sebuah jurnal mengenai kanker payudara. RH menyebut korban menderita kanker payudara karena bentuk payudara korban.
Lalu, RH berdalih melakukan terapi kepada korban. Padahal, RH diketahui sama sekali tidak memiliki skill melakukan terapi. Hal tersebut dilakukannya sebagai dalih untuk melakukan tindak pencabulan kepada korban.
Tidak berhenti pada kejadian pertama, RH melakukan kembali aksinya pada 26 Maret 2021 sekitar pukul 10 pagi saat keadaan rumah sedang kosong. Namun, kali ini korban memberanikan diri untuk merekam kejadian tersebut lewat perekam suara.
BACA JUGA : 10 MANFAAT BELAJAR POLITIK UNTUK ANAK MUDA
Modusnya sama. Pelaku melakukan edukasi terkait kanker payudara dan ingin melakukan terapi kepada korban yang diklaim oleh RH tengah mengalami kanker payudara.
Butuh Dukungan Publik
Disamping itu, Direktur LBH Jentera, Yamini yang menjadi kuasa hukum korban mengatakan bahwa penanganan kasus ini butuh dukungan dari banyak pihak.
“Berdasarkan pengalaman pendampingan korban kekerasan seksual atau pencabulan yang dilakukan oleh keluarga sendiri sering terjadi intervensi antar anggota keluarga yang akhirnya menimbulkan kemandekan kasus yang berakhir tidak terpenuhinya hak-hak korban”, kata Yamini.
BACA JUGA : 6 FAKTA SEJARAH UNIK DUNIA, SALAH SATUNYA PRESIDEN RONALD REAGAN DULUNYA PENJAGA PANTAI
“Kami selaku pihak kuasa hukum menggunakan asas lex specialis derogat legi generali (aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum umum), jadi kami menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak daripada menggunakan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” Yamini menambahkan.
“Ancaman Hukuman yang akan diterima pelaku ialah paling lama 20 Tahun Penjara”, ia menambahkan.
Ancaman lain bagi perbuatan ini juga termaktub dalam pasal 82 ayat (1) yang berbunyi “setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun & paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)”.
Kasus pelecehan seksual ini telah dikawal Pusat Studi Gender (PSG) Unej dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di bawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Jember.