Mulyadi Dan Wasiat Penyatuan HMI

Muda Talks829 Dilihat

Mudabicara.com_Perjumpaan pertama saya dengan Mas Mulyadi P Tamsir terjadi saat sama-sama menjadi pembicara dalam sebuah seminar tentang HMI di Malang pada sekitar bulan April 2018. Jika dijumlah, perjumpaan saya dengan Mas Mul (demikian saya biasa menyapa mas Mulyadi P Tamsir) mungkin terhitung tidak terlalu banyak.

Meski demikian, setiap perjumpaan itu selalu meninggalkan kesan yang mendalam. Sebagai ketua umum organisasi sebesar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Mas Mul (Mulyadi) sangat egaliter dan jauh dari kesan angkuh sebagaimana yang banyak distigmakan orang terhadap para pimpinan HMI. Sebagai ketua umum PB HMI (MPO), saya juga merasa diperlakukan sangat baik. Sikapnya kepada saya tidak terlalu beda seperti beliau memperlakukan adek-adek HMI pada umumnya.

BACA JUGA: RESENSI BUKU LOGIKA KARYA DRS MUNDIRI

Pertemuan-pertemuan itu pada awalnya selalu serius karena konteksnya dikerangkai sebagai pelaksanaan amanat kongres HMI (MPO) di Sorong yang mengharuskan saya sebagai formatur terpilih untuk ikut mengurus proses hukum mantan ketua umum PB HMI (MPO) Bang Fauzi yang saat itu dilaporkan ke polisi oleh Mas Mul sebagai akibat dinamika internal HMI.

Mas Mul sering tidak mau memfokuskan diskusi pada sejarah kemunculan MPO yang menurutnya akan sangat egois pada masing-masing sudut pandang. Mas Mul lebih suka mengarahkan diskusinya untuk fokus pada jawaban dan solusi terhadap dinamika HMI yang masih terbelah dalam dua faksi utama: Diponegoro dan Majelis Penyelamat Organisasi. Saya sepakat dengan cara pandang tersebut, karena cara pandang ini akan menghasilkan situasi diskusi yang setara dan objektif membicarakan masa depan.

“Bukan bermaksud menghilangkan jejak masa lalu, tetapi saya dan mas mul menghormati sudut pandang sejarah kami masing-masing”.

Melihat sikapnya yang demikian, saya percaya ide pelaporan terhadap bang fauzi bukanlah berasal dari dalam dirinya sendiri. Sebab, sebagaimana yang juga saya sampaikan ke Mas Mul, pendekatan keamanan (represif) dalam sejarahnya terbukti gagal menyelesaikan dinamika MPO-Dipo.

BACA JUGA : MANFAAT BELAJAR SOSIOLOGI UNTUK ANAK MUDA 

Pendekatan keamanan untuk menjawab keberadaan MPO justru hanya akan menumbuh-suburkan kebencian dan permusuhan antar kader HMI di masa depan. Kepercayaan saya itu dibenarkannya. Saya masih ingat betul beliau mengatakan, “saya melaporkan Fauzi sebagai bentuk ketaatan saya terhadap hasil rapat PB HMI, tetapi kemudian saya tidak pernah menghadiri panggilan polisi atas tindak lanjut laporan tersebut”.

Tindakan yang terlihat bernafsu untuk “membunuh” MPO, ternyata justru menghadirkan hikmah yang sangat mendalam. Bagi saya, sikap itu mengingatkan pada istilah Jawa, “tego lorone, ora tego patine” (tega melihat sakitnya, tetapi tidak akan pernah tega melihat kematiannya).

Dalam tradisi jawa, situasi kebatinan seperti itu hanya ada dalam diri mereka yang memiliki ikatan batin super kuat. Melihat sikapnya yang demikian, tidak berlebihan jika saya menyimpulkan Mas Mul seperti melihat HMI sudah satu. Yang berbeda tinggal struktur administrasi organisasinya. Dalam konteks tersebut, Mas Mul selalu mendukung berbagai opsi upaya penyatuan MPO dan Dipo.

BACA JUGA : MENGENAL TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER 

HMI tetaplah HMI. Kepergianmu meninggalkan duka kepada kami seluruhnya tanpa terkecuali. Kini setelah engkau kembali pulang kepada-Nya, izinkan aku catatkan pesan ini sebagai wasiatmu. Selamat jalan mas. Bahagialah engkau di Surga-Nya! amiinn.

Penulis : Zuhad Aji Firmantoro/ Ketua Umum PB HMI (MPO) Periode 2018-2020

Tulisan Terkait: