Tak Lagi Serentak, MK Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

Politik4 Dilihat

Mudabicara.com_Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak lagi dilakukan secara serentak.

MK merekomendasikan agar waktu pelaksanaan pemilu nasional dipisahkan dari pemilu daerah, dengan jeda maksimal dua tahun enam bulan di antara keduanya.

Baca Juga: Festival Nelayan Cilacap 2025 Resmi Dibuka dengan Sedekah Laut

“Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden’,” ujar Ketua MK Suhartoyo mengucapkan amar putusan, Kamis (26/6/2025).

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada.

Dalam permohonannya, Perludem mengusulkan agar pemilihan umum tingkat nasional dan daerah tidak diselenggarakan secara bersamaan, melainkan diberi jeda waktu dua tahun.

Permohonan tersebut tercatat dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024 dan mencakup pengujian terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), serta Pasal 347 ayat (1) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Perludem berpendapat bahwa pelaksanaan pemilu serentak dengan lima jenis surat suara di tempat pemungutan suara berdampak negatif terhadap penguatan partai politik, menghambat proses penyederhanaan sistem kepartaian, serta mengurangi mutu pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilu.

Menurut pemohon, penggabungan jadwal antara pemilu legislatif dan pemilu presiden tidak semata soal teknis waktu, melainkan sudah menyentuh persoalan fundamental dalam tata kelola demokrasi.

Pemohon berpandangan bahwa ketentuan waktu pelaksanaan pemilu menimbulkan dampak signifikan terhadap pelaksanaan asas-asas pemilu sebagaimana tercantum dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Ia menilai bahwa ketentuan dalam UU Pemilu yang menggabungkan pemilihan presiden, DPR, DPD dengan pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota menyebabkan partai politik kesulitan dalam menyediakan waktu yang memadai untuk proses kaderisasi dan perekrutan calon legislatif di tiga tingkat sekaligus.

Baca Juga: Surplus Perdagangan Indonesia April 2025 Terendah Dalam 5 Tahun, Mendag Beri Penjelasan

“Akibatnya, ketentuan di dalam undang-undang a quo yang memerintahkan pelaksanaan Pemilu lima kotak secara langsung sekaligus, telah melemahkan pelembagaan partai politik. Partai menjadi tidak berdaya berhadapan dengan realitas politik ketika para pemilik modal, caleg popular dan punya materi yang banyak untuk secara transaksional dan taktis dicalonkan karena partai tidak lagi punya kesempatan, ruang, dan energi untuk melakukan kaderisasi dalam proses pencalonan anggota legislatif di semua level pada waktu yang bersamaan,” ujar pengacara pemohon, Fadli Ramadhanil saat membacakan permohonan di gedung MK, Jumat (4/11/2024).

Pemohon mengusulkan agar pelaksanaan pemilu dibagi menjadi dua tahapan, yakni pemilu nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, dan pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD serta kepala daerah.

Selain itu, pemohon juga mengajukan permintaan agar terdapat selang waktu dua tahun antara pelaksanaan kedua pemilu tersebut.

Tulisan Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *