Mudabicara.com_Saat ini anak-anak muda sangat banyak yang turun tangan melalui berbagai komunitas mempedulikan berbagai keresahan terhadap berbagai isu di Indonesia bahkan dunia.
Isu seperti kesetaraan, gender, politik, dan lingkungan membuat mereka tergerak untuk melakukan sesuatu melalui medium komunitas.
Hal tersebut menjadi wadah untuk belajar dan berkolaborasi menyuarakan isu-isu tersebut.
Salah satunya itu adalah Komunitas Green Welfare, berdiri sejak 2020, komunitas ini berfokus pada isu lingkungan. Dibangun oleh Nala Amira, 20, saat ia masih berstatus sebagai siswa.
Baca Juga: Bakal Kepung Gedung Sate Selama Tiga Hari dari 23-25 September 2024, Buruh: Pj Gubernur Tidak Peduli Kondisi Ekonomi Buruh
Minimnya pendidikan terkait dengan isu lingkungan, khususnya environmental sustanibility pada anak muda membuatnya resah.
Berdasar hal tersebut, dia dibantu dengan beberapa teman-temannya membangun Green welfare.
“Tahun 2020 itu saya melihat sustainability masih sangat segmented market-nya. Saat itu kebanyakan isu yang selalu dibahas oleh gen Z lebih ke human rights atau gender equality, dan environmental sustainability market-nya lebih untuk profesional. Dari situ aku melihat rasanya penting, nih, untuk ada platform bagi anak muda yang bisa mempelajari serta berkontribusi langsung ke proyek-proyek lingkungan,” ucap Nala.
Tak disangka, ternyata cukup banyak anak-anak muda yang tertarik bergabung dengan Green Welfare.
Berawal dengan lima anggota, kini Green Welfare bertumbuh mencatatkan angka pengikut di media sosial Instagram sebanyak 29 ribu.
“Kami ada tim yang year-long (jangka panjang) dan ada tim yang cuma project-based. Saat ini sekitar 90 anak muda menjadi volunteer di Green Welfare. Kalau year-long volunteer itu, dia per tahun, jadi per tahun kami buka lowongan. Kalau misalkan mereka enggak mau lanjut, enggak apa, jadi setiap tahun itu ada istilahnya perpanjang kontrak atau kalau mau sudah selesai, ya, di layoff-in. Kalau untuk project-based, kami sistemnya need-based,” ujar Nala.
Dilihat dari data yang dimiliki Green Welfare, berbagai aktivitas telah diselenggarakan selama sekitar empat tahun berdiri.
Di antaranya penanaman lebih dari 3.000 mangrove, lebih dari 65 kali kegiatan mengajar mengenai pendidikan iklim di sejumlah sekolah, hingga terlibat dalam lebih dari 200 kegiatan berkaitan dengan lingkungan.
Visinya memperkuat peran pemuda Indonesia dan komunitas lokal dalam mencapai Indonesia emas 2045, salah satunya terlibat aktif dalam aksi lingkungan dan sosial berkelanjutan.
Proram kerja Green Welfare dibagi dalam tiga kategori, yakni:
- kegiatan pendidikan iklim
- kegiatan eco-entertainment
- dan kegiatan nature-based solutions.
Sedari awal, Green welfare memang dibangun tujuan utamanya adalah sebagai wadah anak-anak muda.
Karenanya, sejumlah program yang dihadirkan difokuskan kepada anak-anak muda jenjang sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP). Namun, ada pula beberapa program yang difokuskan kepada jenjang yang lebih tinggi.
“Di Green Welfare itu ada tiga pilar yang kami percaya, pertama itu advokasi atau awareness. Kedua, critical understanding, dan ketiga,hands-on approach atau practical approach. Nah, ketiga pilar ini ada dalam program kami, dari sisi awareness kami punya eco-entertainment, kemudian untuk critical understanding kami ada kegiatan mengajar lewat pendidikan iklim, dan untuk practical approach kami ada program nature-based solutions,” tutur Nala.
Wakil Ketua Umum Green Welfare Regatta Lara, 21, menjelaskan dengan lebih terperinci. Dikatakannya, untuk program pendidikan iklim, ditekankan pendidikan iklim pada anak muda.
Adapun program itu dibagi menjadi dua jenjang, yaitu jenjang untuk tingkat SD-SMP dan tingkat SMA-Profesional.
Program pendidikan iklim di tingkat SD-SMP, Green Welfare secara rutin (minimal setiap bulan) melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah, baik Lembaga formal maupun informal.
Kunjungan tersebut ditujukan untuk memberi ajaran terkait pendidikan iklim. Sejauh ini, setidaknya sudah ada lebih dari 65 sekolah yang mereka singgahi.
Selain kegiatan, Green Welfare pun sudah menghasilkan dua buku terkait dengan isu lingkungan.
“Buku inilah (berisi cerita dan nasionalismenya) yang kemudian menjadi bahan ajar kami lewat kegiatan mengajar di sekolah-sekolah,” ujar Regatta.
Sementara itu, untuk pendidikan iklim di jenjang SMA-profesional, program yang dihadirkan Green Welfare lebih kepada menggelar kelas-kelas daring.
Kelas tersebut diisi oleh sejumlah mentor atau narasumber yang memang ahli di bidang lingkungan seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sedangkan, kegiatan eco-entertainment programnya lebih kepada creative event yang mengkolaborasikan antara lingkungan dan entertainment,
Contohnya menggelar kegiatan talkshow, pentas seni, atau kegiatan lainnya yang berkolaborasi dengan pihak lain.
Baca Juga: Jumlah Komisi DPR Akan Bertambah di Masa Pemerintahan Prabowo-Gibran
“Kami baru-baru ini bikin small art exhibition di acara Indonesia Net Zero Summit. Ajak anak-anak muda untuk submit karya seni mereka, kebanyakan yang submit itu rentang umur 10-15 tahun. Anak-anak muda ini menyampaikan aspirasi lingkungan melalui karya seni, terutama lukisan, dan 10 karya seni terbaik kami pajang dalam acara Net Zero Summit,” ungkap Ketua Umum Green Welfare Nifa Rahma.
Terakhir, kegiatan nature-based solutions, kegiatan tersebut lebih kepada kegiatan nyata. Yakni turun langsung ke lapangan melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan. Salah satunya lewat kegiatan menanam mangrove.
Dampak Nyata
Semenjak berjalan selama empat tahun, banyak hasil nyata yang tercapai oleh Green Welfare kepada anak-anak muda di Indonesia.
Green Welfare secara tidak langsung berhasil merangkul banyak anak-anak muda untuk lebih memahami terkait dengan iklim dan lingkungan.
“Banyak banget anak muda, baik itu dari anggota inti kami atau anak-anak muda yang mengikuti program kami, setelah mereka ikut program kami, mereka benar-benar menemukan passion mereka dalam environmental sustainability dan hal tersebut menjadi sesuatu yang mereka jalani sebagai karier hidup mereka,” kata pendiri Green Welfare, Nala.
Nala memberikan contoh aalah satu temannya yang dulu sama sekali tidak tertarik dengan isu iklim dan lingkungan.
Setelah mengikuti Green Welfare, ia justru menemukan passion pada bidang sustainable food technology dan kini sedang menjalani kuliah terkait dengan food technology systems. (M-3)