Mudabicara.com_ Maluku dikenal sebagai daerah penghasil rempah di nusantara. Banyak kalangan mengenal Maluku dengan kekayaan alam yang melimpah ruah baik laut dan darat.
Kekayaan alam yang begitu kaya membuat bangsa Portugis dan Belanda ratusan bahkan ribuan tahun lalu berbondong – bondong ke Maluku. Tujuannya tak lain untuk menguasai kekayaan alam Maluku.
BACA JUGA : 10 MANFAAT BELAJAR POLITIK UNTUK ANAK MUDA
Sejarah panjang pergolakan Maluku dengan bangsa asing telah menelan banyak korban. Hal itu dilakukan demi menjaga kekayaan alam dari eksploitasi para penjajah.
Cengkeh, Pala, Fuli, Kopi dan masih banyak lagi hasil rempah di tanah maluku yang jadi target bangsa asing. Mereka giat melalukan ekspedisi sampai ke tanah yang disebut tanah raja – raja ini. Motivasinya ialah untuk meraup hasil sebanyak-banyaknya dan kemakmuran bagi bangsanya sendiri.
Memotret Hasil Rempah Pulau Kur
Pulau Kur terdiri dari dua kecamatan yaitu kecamatan pulau – pulau Kur dan kecamatan Kur Selatan. Kecamatan pulau – pulau Kur meliputi desa Kaimear, Lokwirin, Finualen, Tubyal dan Sermaf.
Sedangkan kecamatan Kur Selatan meliputi desa Kanara, desa Warkar, desa Yapas, desa Rumoin, dusun Fitarlor, dusun Pasir Panjang, desa Niela, desa Tiflen dan dusun Fadol.
Pulau Kur termasuk dalam wilayah administratif kota Tual propinsi Maluku. Kota Tual sendiri pernah menjadi bagian dari kabupaten Maluku Tenggara sebelum pengesahan UU No. 31 tahun 2007 yang mengisyaratkan kota Tual sebagai daerah otonom.
BACA JUGA : PEMUDA, KORUPSI DAN PARTISIPASI POLITIK
Kota Tual merupakan salah satu kota yang telah lama disinggahi oleh orang-orang yang datang dari luar. Mereka bertujuan mencari rempah-rempah di kepulauan Maluku. Secara geostrategis Kota tual memiliki posisi yang sangat strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan rempah-rempah.
Pulau Kur sampai saat ini masih asing terdengar sebagai daerah penghasil rempah di wilayah kota tual. Daerah ini tak begitu familiar untuk masyarakat luar. Bukan hanya orang – orang di luar kota Tual namun di dalam kota Tual pun banyak yang belum tahu tentang kekayaan di pulau Kur.
Aksesibilitas Yang Terbatas
Mirisnya seringkali orang – orang mengasosiasikan Kur sebagai daerah terisolir, tertinggal dan terbelakang. Padahal kaya akan hasil alamnya.
Tentu stigma ini terbangun atas dasar aksesibilitas yang cukup susah ke pulau Kur. Mulai dari pendidikan, kesehatan sampai pada akses transportasi laut. Secara geografis pulau kur terpisah dari kota Tual, pulau ini sendiri berposisi pada bagian barat kota Tual.
Untuk sampai ke pulau Kur kita harus menggunakan kapal laut dan memakan waktu kurang lebih 8 jam perjalanan laut dari kota Tual. Itu pun kalau cuaca alam bersahabat.
BACA JUGA : MEMETIK MANFAAT MEMBACA BUKU
Di saat musim barat cuaca tak bersahabat tentu warga kesulitan untuk bisa sampai di kota Tual atau sebaliknya dari kota Tual ke Pulau Kur.
Keadaan ini menyebabkan Pulau Kur masih tertinggal dan jauh dari aksesibilitas layaknya warga negara yang lain. Paling tidak seperti umumnya warga kota Tual.
Selain kendala di atas, penggunaan jaringan telekomunikasi internet dan seluler belum sampai ke masyarakat Pulau Kur. Orang kur belum merdeka sepenuhnya dalam pengertian kemerdekaan sejati.
Komoditas Rempah Melimpah
Pulau Kur memiliki komoditas utama seperti cengke, pala, dan kenari yang bisa terbilang mendatangkan kehidupan yang layak.
Namun, kenyataannya dengan hasil komoditas yang ada kerapkali petani cengkeh , pala mengalami kesulitan dalam menjual hasil-hasil yang ada.
BACA JUGA : SISTEM POLITIK, PENGERTIAN DAN MACAM-MACAMNYA
Pada musim panen petani hanya mengandalkan pembeli luar yang datang dari pulau banda naira, pulau seram. Di saat bersamaan Sebagian petani memilih membawah hasil panennya langsung ke kabupaten seram bagian barat ( salah satu kabupaten di propinsi maluku).
Biayanya hampir sama, namun pembeli yang langsung ke pulau kur membeli dengan harga yang tidak menguntungkan petani.
Kendati begitu, membuat petani cengke tak surut semangatnya untuk menjaga dan merawat pohon cengke, palah, kenari yang tumbuh disepanjang hutan / perkebunan petani.
Dalam tradisi petani kur, ketika datang musim panen, yang dilakukan adalah mengedepankan kegotong royongan atau istilah Bahasa kur disebut “Dahekaren” yang pemaknaannya sama seperti gotongroyong.
Pekerjaannya lumayan, mulai dari memetik di pohon sampai pada mengeringya dengan menjemur diterik matahari. Petani akan bersyukur jika panen bersamaan dengan musim kemarau.
Cengkeh dan Pala

Dalam catatan sejarah cengke dan pala adalah komoditas paling diburu di abad ke-16. Perburuannya mendorong pelayaran dunia, sekaligus penjajahan. Namun, aromanya tak pernah benar-benar harum bagi petani sampai saat ini.
Menghadapi masalah ini, tidak banyak pula yang dilakukan petani, kerapkali yang di ucapkan petani adalah bagaimana pemerintah kota Tual bisa membantu perihal membuka aksesibilitas pasar yang mudah di akses dan dengan harga yang terjangkau.
BACA JUGA : KONSEP KEAMANAN HUBUNGAN INTERNASIONAL DAN SOAL INTERVENSI KEMANUSIAAN
Sudah banyak upaya yang dilakukan, mulai dari tulisan-tulisan di sosial media facebook Instagram dan lain sebagaianya, tujuannya untuk membuka mata pemerintah kota tual tentaang hasil kekayaan di pulau kur. dengan niat sebagai bentuk penyampain aspirasi ke pemerintah.
Sampai detik ini, pemerintah kota tual tidak punya niat baik mengenai nasib petani cengke, pala di pulau kur.
Banyak sekali kegunaan dari cengke dan pala, tidak semata dari hasil petani di jual meraup untung. Ada kegunaan lain yang bisa pemerintah memanfaatkan ketika terjadi harga pasar cengke dan pala turun.
Daun cengkeh dan pala, misalnya, bisa menjadi minyak atsiri yang bisa menjadi bahan industri farmasi, pangan, dan kosmetik.
Daging buah pala juga bisa menjadi beragam makanan dan minuman, seperti jus dan manisan. Namun, hingga kini, daun cengke dan pala, lalu daging buah pala, dibuang begitu saja.
Hanya sedikit yang mau mengolahnya. Selain petani tidak memiliki keahlian untuk mengolah, juga karena ada pikiran dari petani bahwa mereka cukup menggantungkan hasil dari buah cengke dan pala saat panen.
Seandainya saja perhatian pada budidaya cengke dan pala, serta pengolahan unsur lain yang bernilai ekonomis, paripurna, cengkeh dan pala pulau kur akan lebih menjanjikan bagi petani.
Aksi Pemuda Untuk Pulau Kur
Tahun 2020 sekelompok anak muda dari pulau kur meminta kepada pemerintah kota tual untuk membuka akses pasar bagi petani cengke dan pala di Kur.
Sudah sewajarnya pemerintah kota tual memberikan kemudahan bagi petani, misalnya pemerintah bertanggungjawab mencari pasar dan bisa dengan harga yang terjangkau.
Pernyataan senada juga di sampaikan ketua DPRD kota tual yang akan berusaha meyakinkan pemerintah kota tual mengenai dengan akses pasar pada petani di pulau kur.
Tetapi saat ini belum ada langkah serius pemerintah kota dalam upaya membuka askses untuk petani, pemerintah kota terlihat enggan membuka peluang dan akses ke petani di pulau kur. Entah alasannya apa.
Wilayah administratif kota tual satu–satunya daerah yang punya penghasilan cengke dan pala adalah pulau kur, selain dari itu tidak ada daerah di kota tual yang punya kekayaan alam yang melimpah seperti pulau kur. Semuanya lebih pada sektor perikanan.
BACA JUGA : MENGENAL NURCHOLISH MADJID KETUA UMUM PB HMI DUA PERIODE
Inilah problem dasar petani kita di indonesia, yang membuat petani makin hari makin susah. Padahal dengan komoditas yang ada, selain unutuk keberlangsugan hidup petani yang baik tentu juga membantu pemerintah daerah dalam menggerakan ekonomi dan peningkatan PADnya.
Potret tentang nasib petani di pulau kur kota tual propinsi maluku adalah satu dari sekian juta petani kita di Indonesia yang mengalami nasib yang sama.
Pulau Kur sebagai contoh kecil yang punya hasil kekayaan melimpah ruah di kota tual, tetapi selalu terbelakang dan tertinggal. Stigmatisasi ini terus menjadi narasi publik guna menutup mata pemerintah dan seakan-akan pemerintah juga turut membenarkanya.
Sehingga keseriusanya mengenai segala problem yang di alami petani tidak jadi prioritas dalam hal kebijakan pemerintah daerah kota tual.
Barangkali problem yang terjadi ini bagian dari ketidakamampuan komunikasi kepala daerah membuka konektifitas antara para pengusaha yang bergerak di bidang ini.
Oleh : Abidin Tatroman (Tokoh Muda Tual)