Mudabicara.com_ Sebagai sebuah komunitas yang di bayangkan (imagined community), Indonesia hadir sebagai sebuah karya monumental yang dikreasikan tangan-tangan visioner para pemuda. Oktober 1928 adalah momentum bagiamana komunitas yang dibayangkan itu perlahan tapi pasti bergerak menjadi sebuah kenyataan yang tak terbendung. Dalam menjalankan peran sejarahnya itu, pemuda Indonesia bersama-sama kaum intelegensia,melakoni posisi sebagai motor penyadaran dan perubahan.
Mereka menjadi kelompok yang memberikan kesadaran bagi khalayak ramai tentang duduk persoalan yang tengah terjadi sekaligus memberikan arah solusinya. Dalam banyak momen mereka menjadi kelompok yang memecah kebuntuan atau stagnansi politik, termasuk polarisasi masyarakat yang berkepanjangan. Di sini, pemuda memainkan peran kritis dan penyeimbang bagi penguasa maupun pihak yang bertikai.
BACA JUGA : PEMUDA, KORUPSI DAN PARTISIPASI POLITIK
Sejarah menunjukan peran kontinum pemuda dalam percaturan kehidupan politik yang membuat mereka selalu berada dalam episentrum dalam momen pergerakan adalah dalam rangka meluruskan praktik manipulasi kekuasaan, mengingatkanj makna berbangsa dan bernegara maupun membela kedaulatan rakyat.
Tidak mengherankan jika persoalan yang melibatkan pemuda apakah ditahun 1928, awal kemerdekaan, tahun 1966 hingga jatuhnya orde baru di 1998 lagi-lagi pada akhirnya selalu terkait dengan soal menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Sehingga sebenarnya selain persoalan mewujudkan imaji kebangsaan, para pemuda selalu terlibat dengan upaya mewujudkan imaji tentang tegaknya kedaulatan rakyat banyak.
Terkait dengan penegakan kedaulatan rakyat itu, situasi bangsa kita saat ini sejatinya cukup memprihatinkan. Layaknya sebuah pengulangan saja dari masa ke masa selanjutnya. Dalam sitasi inilah muncul kembali sebuah tantangan bagi para pemuda untuk sekali lagi ambil peran besar. Terutama sebagai sebuah elemen, bersama dengan anak-anak bangsa lainnya, yang dapat memulihkan kembali kondisi demokrasi kita.
Pelemahan demokrasi sebagai momentum
Meski demokrasi diakui oleh mayoritas masyarakat sebagai sistem politik yang paling tepat dijalankan bagi bangs akita, namun akhir-akhir ini semakin terindikasi mengalami pelemahan kualitas. Hal ini ditandai di antaranya, dengan menguatkan praktek oligarki yang dimulai dalam internal partai untuk kemudian berimbas di luar partai.
Kehidupan politik kita saat ini sejatinya ditentukan oleh segelintir orang. Para elite politik yang berkolaborasi dengan pemilik modal dengan arahan/masukan para political advisor mendesain kehidupan politik bangsa dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Akibatnya meski terdapat prosedur dan intitusi demokratis serta kontestasi electoral secara real rakyat kerap menjadi penonton semata. Ini tercermin misalnya dari berbagai kebijakan yang tidak kunjung mampu meningkatkan marwah kehidupan mereka.
BACA JUGA : 10 MANFAAT BELAJAR POLITIK UNTUK ANAK MUDA
Selain itu, focus pada pembangunan fisik dan ekonomi tidak terlalu diikuti dengan pembangunan demokrasi. Apa yang terjadi di akhir September 2019 sesungguhnya merupakan puncak gunung es sebuah bangun sistem politik yang tidak aspiratif dan memiliki keterjaraka dengan masyarakat.
Korupsi sebagai sebuah keprihatinan bersama di level masyarakat, ternyata tidak dimaknai sama dengan kalangan elite. Di sinilah hakikat oligarki dan elitisme menunjukan lagi raut wajah yang tidak ramah atas kehendak masyarakat kebanyakan.
Melihat kondisi dan kebutuhan dasar bangs akita tersebut, terdapat momentum bagi pemuda untuk berperan. Pembangunan kembali kehidupan demokrasi saat ini harus menjadi penjuru bagi pergerakan kaum muda saat ini dan menjadikannya sebagai momentum kembali untuk berkiprah sebagai elemen penyadar sekaligus penyeimbang dan penggerak.
Peran yang harus diambil pemuda itu tidak saja terhenti pada rasa, melainkan sebuah misis historis yang total dan meyeluruh menuju pematangan kehidupan berbangsa, bernegara dan berdemokrasi.
Strategi Pergerakan
Dalam upaya membangkitkan lagi kualitas demokrasi diperlukan strategi yang meibatkan beberapa hal.
Pertama, Memperkuat solidaritas kaum muda dalam rangka membangun dan mengokohkan jati diri. Di sini berarti pemuda harus memiliki standing position yang disepakati secara kolektif, yakni sebagai bagian yang tak terpisahkan dari rakyat. Ini bermakna bersedia mengabdikan dirinya sebagai pembela kedaulatan rakyat. Sejurus dengan itu pemuda harus berani membebaskan diri dari segala bentuk elitism dan praktek oligarki.
Kedua, dalam upaya membangun posisi tersebut, para pemuda harus mendasarkan diri pada penelaahan yang komprehensif. Dengan kata lain, berdasarkan intelektualisme agar perjuangan memiliki akar legitisami intelektual yang kuat. Tanpa intelektualisme, eksistensi para pemuda tidak akan berbeda dengan sekumpulan kerbau yang mudah dikendalikan atau dimanipulasi.
BACA JUGA : SISTEM POLITIK, PENGERTIAN DAN MACAMNYA
Untuk itu harus ditumbuhkan budaya literasi dan berdialog dengan banyak kalangan demi mencari sintesa pemikiran yang terbaik. Lihatlah para tokoh pemuda kita masa lalu yang demikian akrab dengan buku dan beragam bacaan bermutu kelas dunia. Pemuda juga harus terbiasa berwacana dan berdialog mematangkan sudut pandang dan sikap.
Dengan terbiasa berdialektik ini, akan banyak terobosan pemikiran dan konsep yang orisinal, cerdas dan relevan bagi kehidupan bangsa. Friedrich Nietzsche mengatakan untuk menghancurkan potensi pemuda itu mudah yakni tempatkan mereka pada kelompok yang berpikiran sama, yang dari situ akan muncul stagnansi atau kejumudan berfikir.
Ketiga, membangun sinergi dan berinteraksi. Dalam memainkan peranya, jelas pemuda tidak bisa sendiri. Berjuang dalam skala nasional memerlukan rekan-rekan seperjuangan yang beragam. Untuk itu pemuda harus membuka diri seluas-luasnya. Di satu sisi, mereka harus berakar dan hadir secara positif di tengah masyarakat. Karena musykil jik apemuda tidak faham apa yang sesunguhnya terjadi di masyarakat padahal akan berjuang bersama mereka.
Di sisi lain, pemuda harus bersinergi dengan beragam komunitas dan kelompok-kelompok kepentingan/pergerakan lain. Hal ini agar perjuangan menegakan demokrasi itu akan menjadi lebih efektif dan berdampak luas.
Keempat. Memberikan pendidikan dan contoh yang relevan kepda masyarakat. Para pemda harus dapat menunjukan kepad khalayak perilaku demokratik. Ini berarti pemuda harus menjadi pelopor sikap saling menghargai perbedaan, mengedepankan musyawarah, membela keadilan dan menegakan nilai-nilai persamaan.
Selain itu pemuda juga harus menunjukan sikap kritis yang membangun dan menjauhkan diri dari sikap kritis yang membangun dan menjauhkan diri dari sikap manipulatife demi meraih tujuan. Kesemua itu harus dilakukan dengan tulus dan bersungguh-sungguh. Hal ini penting, karena memberikan contoh nyata akan jauh lebih efektif ketimbang segudang wacana saja.
Oleh : Prof Firman Noor (Peneliti Politik LIPI)