SK Kemenkum Dianggap Sah, Pakar Minta Kader PPP Tak Terjebak Polemik

Politik24 Dilihat

Mudabicara.com_Kontroversi seputar kepemimpinan dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi perhatian sejumlah ahli hukum administrasi.

Ricca Anggraeni, akademisi Universitas Pancasila sekaligus penasihat di Indonesia Center Legislative Drafting (ICLD), menyatakan bahwa keputusan menteri dalam ranah ini bersifat final serta memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Pernyataan Ricca ini muncul menyusul terbitnya Surat Keputusan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menetapkan Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum PPP untuk periode 2025 hingga 2030.

Baca Juga: PB HMI Mengecam Keras Intersepsi Israel terhadap Global Sumud Flotilla: Sebut Sebagai “State-Sponsored Piracy”

“Ketika Menteri telah menetapkan salah satu pihak sebagai pemegang legitimasi, maka keputusan itu berlaku sah secara hukum, asalkan prosedur dan substansi keputusannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Maka seluruh pihak yang berkepentingan wajib tunduk pada keputusan tersebut,” jelas Ricca dalam pernyataan tertulis pada Sabtu (4/10/2025).

Lebih lanjut, Ricca menambahkan bahwa pihak-pihak yang merasa dirugikan masih memiliki jalur hukum melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Meski demikian, ia mengingatkan pentingnya memilah apakah permasalahan tersebut merupakan konflik internal partai atau benar-benar termasuk dalam kategori perkara administrasi negara.

“Bila ternyata ini hanya konflik di dalam internal partai, umumnya pengadilan mendorong penyelesaiannya dilakukan lewat mekanisme internal organisasi. Jadi, penting untuk tidak salah kaprah dalam menentukan objek yang disengketakan, agar tidak membuang waktu dan energi,” urainya.

Ricca juga menekankan bahwa sebagai entitas politik yang berdiri dalam kerangka konstitusi, PPP sepatutnya menjunjung asas negara hukum. Ia menegaskan bahwa melawan keputusan resmi yang telah diambil oleh pemerintah bukanlah sikap yang sesuai dalam sistem hukum demokratis.

Baca Juga: Menteri Agama Kukuhkan 89 Juri MQKI, Said Agil Pimpin Dewan Hakim Internasional

“Adanya perbedaan pendapat itu wajar. Tapi bila keputusan telah dibuat oleh otoritas yang sah, maka tidak semestinya diperdebatkan lagi. Keputusan tersebut harus dianggap sah secara hukum,” kata Ricca.

Ia juga mengingatkan mengenai asas praduga keabsahan (presumption of legality) dalam hukum administrasi, yakni setiap keputusan pejabat pemerintahan dianggap sah hingga ada pembatalan resmi dari pengadilan. Oleh karena itu, penolakan yang muncul dari sebagian pihak tidak dapat menggugurkan keputusan tersebut secara otomatis.

“Sebaiknya, energi yang ada digunakan untuk membangun kekompakan dalam menghadapi Pemilu 2029 ketimbang terus-menerus memperbesar perdebatan yang tidak produktif,” tutupnya.

 

Tulisan Terkait: