Mudabicara.com_Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat menerima delapan kasus pengaduan terkait masalah tunggakan SPP di tujuh sekolah swasta. Sekolah Dasar (SD) sebanyak 5 (lima), 1 SMPS dan 1 SMKS serta 1 (satu) SMK Negeri.
BACA JUGA : 10 MANFAAT BELAJAR SOSIOLOGI UNTUK ANAK MUDA
Pengaduan berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali. Mayoritas pengaduan diselesaikan melalui jalur mediasi, sehingga pemenuhan hak anak atas pendidikan tetap dapat dijamin.
Pengaduan meliput, Pertama, Permintaan keringanan besaran uang SPP mengingat semua siswa Belajar Dari Rumah (BDR) atau dikenal dengan istilah PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Kedua, Adanya “ancaman” pihak sekolah kalau tidak mencicil atau membayar tunggakan SPP maka siswa yang bersangkutan tidak dapat mengikuti ujian akhir semester.
Ketiga, ada yang ingin pindah ke sekolah negeri atau sekolah swasta yang lebih murah, namun terkendala dokumen raport hasil belajar dan surat pindah dari sekolah asal sebelum melunasi SPP yang tertunggak, padahal orangtua memang tidak mampu membayar tunggakan tersebut karena terdampak ekonomi dari pandemic covid 19, kecuali diberi keringanan dan dapat dicicil. Dengan tidak memberi dokumen dan surat pindah, berarti orangtua siswa akan kesulitan untuk mencari sekolah baru;
Keempat, kasus terbaru yang diterima KPAI, dimana orangtua siswa SD mengaku diminta pihak Yayasan untuk mengundurkan diri karena menunggak SPP sejak April 2020. Adapun besaran SPP adalah Rp 1.080.000 sampai Rp 1.250.000 per bulan. Seluruh dokumen raport dan surat pindah tidak akan diberikan sebelum tunggakan dilunasi, padahal orangtua tersebut mengalami kesulitan ekonomi sejak masa pandemic covid 19.
BACA JUGA : MENGENAL TEORI HERMENEUTIKA HANS GEORG GADAMER
“Membayar SPP adalah kewajiban orangtua, kewajiban anak adalah belajar, jadi pihak sekolah jangan memberi sanksi siswa ketika ada tunggakan SPP. Anak tidak bersalah, jadi tak layak diancam apalagi diberi sanksi,” ujar retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan di Jakarta, Pada Sabtu (09/01/2)
Kronologi Orangtua Siswa Diminta Mengundurkan Diri
Pada 11 Desember 2020, pengadu mendapat surat tagihan SPP sejak April-Desember 2020 dan harus dilunasi dalam waktu 4 hari, karena tidak sanggup melunasi akibat terdampak ekonomi dari pandemic covid, maka pengadu mengajukan permohonan penangguhan pembayaran SPP secara tertulis kepada pihak Yayasan melalui Kepala Sekolah.
BACA JUGA : MENGUJI VALIDITAS DATA PENEITIAN MAHASISWA
Pengadu berharap ada mediasi dengan pihak manajemen sekolah, namun pada 23 Desember justru pihak pengadu diminta mengundurkan diri dan wajib membayar tunggakan. “Diminta mengundurkan diri, berarti harus mencari sekolah baru, namun semua dokumen rapor dan surat pindah dari sekolah asal ditahan pihak sekolah sampai pelunasan tunggakan SPP. Lembaga pendidikan yang berbentuk Yayasan pendidikan memiliki fungsi social dan kemanusiaan, jadi seharusnya tidak merampas hak anak atas pendidikan”, urai Retno Listyarti.
Pengadu baru menyampaikan pengaduan ke KPAI pada Senin (4/1) melalui pengaduan langsung. Hari selasa, analis pengaduan membuat ringkasan kasus dan menyampaikan kepada asisten komisioner bidang pendidikan pada selasa (5/1). “Pada Rabu (6/1), sesuai SOP Pengaduan, maka KPAI bersurat untuk memanggil pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta untuk dimintai keterangan dan klarifikasi sebagai pihak teradu. Karena prinsip di KPAI, kedua pihak, yaitu pengadu wajib didengarkan keterangannya dan pihak teradu juga harus dimintai klarifikasi dan aduan yang diterima KPAI,” tambah Retno.
Pengadu tampaknya menyampaikan informasi dan penjelasan rinci telah melakukan pengaduan ke KPAI kepada awak media, sehingga pengaduan yang masih diproses KPAI menjadi pemberitaan. “KPAI biasanya tidak pernah menyampaikan kepada public pengaduan yang diterimanya, karena memang melindungi pengadu dan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak pengadu,” ungkap Retno.
Pengadu dan Teradu Sudah Mediasi Dengan DiSaksikan Dinas Pendidikan
Pengadu datang kembali ke KPAI pada Jumat (8/1) untuk menyampaikan bahwa dirinya sudah melakukan mediasi dengan pihak sekolah dengan dihadiri perwakilan pihak Sudin Pendidikan Jakarta Timur wilayah 1 dan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.
BACA JUGA : WAJIB TAHU! 7 REKOMENDASI USAHA UNTUK ENTERPRENER MUDA
Hasil mediasi siswa tetap bersekolah di sekolah tersebut, dan sudah diberi akses oleh pihak sekolah. Namun, orangtua siswa tidak mencabut pengaduan di KPAI dan tetap meminta KPAI melanjutkan proses hingga mediasi di KPAI.
“Dengan demikian, KPAI tidak menutup kasus ini dan akan tetap melanjutkan prosesnya. Senin (11/1) pukul 13 Wib, KPAI tetap akan meminta keterangan pihak sekolah maupun pihak pemerintah terkait kasus ini maupun proses yang selama ini sudah dilakukan. KPAI mengapresiasi Dinas Pendidikan Proviinsi DKI Jakarta yang sudah melakukan inisiasi dan proaktif melakukan mediasi antara pengadu dengan pihak sekolah”, pungkas Retno.
Hasil mediasi sebelumnya yang telah dilakukan dan kendala tidak tuntasnya penyelesaikan dapat disampaikan pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta kepada KPAI saat pemanggilan pada Senin (11/1) nanti. Selanjutnya KPAI akan mendorong penyelesaian secara mediasi dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak.
Informasi kedatangan pengadu ke KPAI pada Jumat (8/1) juga tampaknya disampaikan pengadu kepada awak media, karena KPAI juga dimintai klarifikasi oleh pihak beberapa media. Agar tidak simpang siur pemberitaannya, maka KPAI menyampaikan pernyataan resmi melalui rilis ini. Perlu diinformasikan juga bahwa KPAI tidak memiliki kewenangan menindak atau memberi sanksi sekolah, kewenangan itu berada di Dinas Pendidikan sebagai pihak Pembina, pengawas dan pemberi ijin operasional sekolah swasta di wilayahnya. Namun, KPAI dapat merekomendasi sanksi kepada pihak yang berwenang dari hasil temuan dan pengawasannya.
Rekomendasi KPAI
Pada masa pandemi Covid 19, potensi munculnya kasus-kasus masalah tungakan SPP di berbagai sekolah swasta maupun sekolah negeri seperi SMA/SMK yang masih memungut dana masyarakat dalam bentuk SPP pasti akan selalu ada, potensi terjadinya bisa saja di berbagai wilayah di Indonesia, apalagi kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini berlalu atau dapat dikendalikan. Oleh karena itu, KPAI mendorong dan mengingatkan stakeholder pendidikan bahwa :
BACA JUGA : RUSDI MATHARI SERTA 10 TULISAN EKSOTIS UNTUK ANAK MUDA
(1) Sekolah itu bukan organisasi perusahaan yang mengejar profit/laba tetapi Ia berada dalam payung Yayasan yang tunduk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 16 Tahun 2001 pasal 1 menyatakan bahwa tujuan didirikan yayasan adalah memberikan pelayanan di bidang sosial,keagamaan,dan kemanusiaan. Yayasan wajib berijin dan memiliki Tanda Daftar Yayasan yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kecamatan setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Pembinaan Mental dan Kesejahteraan Sosial sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor : 148 Tahun 2007 pada pasal 2;
(2) Pihak sekolah harus bersikap bijak dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Sekolah swasta yang bernaung dibawah Yayasan Pendidikan, harus menggunakan fungsi social dan kemanusiaannya ketika ada siswa yang orangtuanya mengalami kesulitan ekonomi di masa pandemic seprti saat ini. Apalagi, sekolah swasta juga mendapatkan Dana BOS dari pemerintah pusat melalui APBN. Masalah seperti ini seharusnya bisa dibicarakan secara internal, misalnya dengan memberikan keringanan pembayaran dan cara pembayaran dengan cara mencicil sesuai dengan kemampuan orangtua siswa, dan sebaiknya tidak melibatkan anak dalam masalah pembayaran SPP;
(3) Sekolah wajib memfasitasi kebutuhan penyaluran minat,bakat,dan kamampuan.Anak harus termotivasi untuk peningkatan prestasi sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 20 Tahun 2003 pasal 12 dan Pergub DKI Jakarta Nomor : 4 Tahun 2018, jangan mencampuradukan antara permasalahan orangtua dengan hak anak untuk tetap dijamin hak atas pendidikannya;
(4) Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan Provinsi atau kabupaten/kota adalah instansi yang memberikan ijin operasional kepada sekolah-sekolah swasta dan sekaligus sebagai pengawas, semestinya dapat membina sekolah-sekolah swasta agar dapat mengedepankan fungsi social dan kemanusiaan terhadap orangtua siswa yang mengalami masalah ekonomi pada masa pandemi covid 19.
Keberadaan dan operasional penyelenggaraan pendidikan oleh Yayasan wajib mendapat ijin dari Pemerintah Daerah,kewenangan Pemda adalah memberi atau mencabut ijin pendirian/operasional pendidikan sesuai Undang-Undang Republik Indinesia Nomor : 20 Tahun 2003 pasal 62;
(5) Khusus DKI Jakarta yang memiliki program “Kartu Jakarta Pintar”, maka program ini dapat membantu anak-anak yang orangtuanya mengalami kesulitan ekonomi saat pandemic ini. Sekolah swasta di DKI Jakarta seharusnya merasa beruntung menampung peserta didik sebanyak 60 -100 % adalah pemegang KJP pembiayaan SPP ditanggung Pemda dimana pihak sekolah tidak perlu repot menagih uang SPP kepada peserta didik,ajukan pencairan dana ke Bank DKI JKT, Bank DKI mendebet ke rekening sekolah setelah diketahui dan ditanda tangani oleh Kepala P4OP,yang berproses persetujuan berjenjang mulai dari Dinas Pendidikan Kecamatan. Yayasan pendidikan, sekolah di DKI itu terbantu operasional pendidikannya dengan adanya bantuan biaya personal pendidikan tentang KJP Plus berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor : 4 Tahun 2018 pasal 3 yang menyatakan bahwa program KJP Plus mendukung wajib belajar 12 tahun dan ada jaminan kepastian seluruh peserta didik mendapatkan layanan pendidikan
BACA JUGA : MENGENAL TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER
(6) Negara (dalam hal ini Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota), wajib memenuhi hak atas pendidikan warganya, jika kesulitan ekonomi dialami jangka panjang oleh para orangtua siswa, maka kursi-kursi kosong di sekolah negeri dapat dibuka untuk menerima anak-anak tersebut, sehingga hak atas pendidikannya tetap dijamin dan dipenuhi Negara dalam keadaan apapun, termasuk dalam kondisi pandemi Covid 19 seperti saat ini.