Mudabicara.com_ Siapa yang tidak kenal Rusdi Mathari seorang wartawan yang penuh talenta dan pernah bekerja di beberapa media nasional.
Mesti kini para pembaca tidak bisa betemu langsung dengan Rusdi Mathari namun tulisan serta celotehnya bisa di nikmati di rusdimathari.wordpress.com.
BACA JUGA : 10 MANFAAT BELAJAR FILSAFAT UNTUK ANAK MUDA
Satu kata yang masih bisa dibaca yakni “Karena Jurnalistik Bukan Monopoli Wartawan”
Beberapa buku hasil karya Rusdi Mathari juga pernah diterbitkan salah satunya Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan.
Siapakah Rusdi Mathari?
Rusdhi Mathari lahir di Situbondo 12 Oktober 1967 dengan nama asli Rusdi Amirullah. Rusdi Mathari yang akrab disapa cak Rusdi ini meninggal di umur 51 tahun di Jakarta pada 2 Maret 2018. Hampir separung hidupnya ia jalani dalam dunia Jurnalistik.
BACA JUGA : MENGENAL TEORI HERMENEUTIKA HANS GEORG GADAMER
Rusdi Mathari pernah mendapat beberapa penghargaan terbaik terkait penulisan berita dan juga penah menjadi peserta crash programe reportase investigasi ISAI di jakarta.
Riwayat Rusdi Matahari Dalam Dunia Jurnalistik
1.Sebagai freelancer di Suara Pembaruan (1990–1994)
2. Redaktur InfoBank (1994–2000)
3. Situs berita detikcom dan Penanggung jawab rubrik PDAT Majalah Tempo (2001–2002)
4. Redaktur Majalah Trust (2002–2005)
5. Redaktur Pelaksana Koran Jakarta (2009–2010)
6. Redaktur Pelaksana BeritaSatu (2010–2011)
7. Pemimpin Redaksi VHR Media (2012–2013)
8. Redaktur Eksekutif Rimanews.com (2015–2017).
BACA JUGA : WAJIB TAHU! 7 REKOMENDASI USAHA UNTUK ENTERPRENER MUDA
10 Tulisan Eksotis Rusdi Matahari
Malam
Malam sudah semakin larut, Nod. Di antara asap rokok dan bau bir di ruangan ini, tak ada lagi kursi buat kita. Mestinya kita bisa keluar melihat bulan. Memeluk angin barat yang menusuk pinggang.
Tapi kita terus disini merasakan sakit. Mungkin tidak ada air mata. Mungkin tidak ada yang melihat kita menangis. tapi kau dan aku sudah lama tahu. Hati kita sama-sama berdarah.
Malam semakin larut, Nod, tapi tetap tak ada kursi buat kita.
Kenangan
Dan Kamu Tahu, Dik,
yang paling menyesakkan dan membuat laki-laki berdarah-darah adalah kenangan
Adil
Seperti halnya keadilan, Ketidakadilan juga beringkat-tingkat. Begitu pula dengan kebencian dan juga dendam
Telepon
“Telepon Seluler tertinggal di mobil orang itu, seperti kehilangan kamu di pasar malam yang sudah tutup. Dunia jadi sepi, tapi asik. Dunia jadi asik, tapi sepi”
Tua
“Aku Pernah Bilang padamu, aku telah memilihmu dan akan terus seperti itu hingga kita sama-sama tua dan tak berdaya. Aku akan merawatmu dan engkau akan merawatku karena engkalulah perempuan bertuah itu, Dik”
Waktu
Pada akhirnya akan ada waktu untuk kita, menyaksikan bunga-bunga bintaro bermekaran di pagi hari. Kita hanya perlu bersabar melewati malam. Meraba-raba. Tersandung batu. Tertusuk duri.
Hei, tidakkah kita sudah melalui banyak malam yang lebih kelam sebelumnya, meskipun pagi yang kemudian kita jumpai juga selalu penuh kabut?
Bersabarlah. Akan ada waktu untuk kita pada akhirnya.
BACA JUGA : MATI SURI FILM INDONESIA DALAM PUSARAN BUDAYA
Maaf
Bila masih ada istilah “Aku menerima dan memberi maaf, tapi tak akan melupakan perbuatanmu,” itu artinya, hati masih terhimpit oleh kemarahan. Hati yang semacam itu lama-lama bisa menjadi keras. lebih keras dari batu yang paling keras. Meminta dan memberi maaf, mestinya meluluhkan semua. Memulai dari yang baru dan tidak lagi mengingat-ingat perbuatan yang pernah menyakiti dan disakiti.
Lebaran
Kalau kamu sudah saling memaafkan, bergembira berkumpul keluarga, dan perutmu sudah kenyang, cobalah tengok tetanggamu kiri-kanan, siapa tahu di hari lebaran ini ada yatim piatu dan orang-orang yang tak berdaya yang terisak karena tak punya siapa-siapa, lunglai karena tak punya pakaian baru dan merintih karena kelaparan. Cobalah Tengok.
Istimewa
Tapi bahkan orang kaya yang bersedekah melebihi ketentuan yang diminta oleh syariat, orang kaya yang tidak pelit, yang tidak kikir, yang tidak suka dipuji, perbuatan mereka sebetulnya juga biasa-biasa saja. Mereka punya harta dan karena itu mudah bagi mereka untuk mengeluarkannya. Tidak ada yang istimewa dari perbuatan mereka. Biasa-biasa saja.
Menjadi istimewa, apabilaorang semacam kalian yang justru bersedekah, beramal, dan berinfaq. Benar, kalian mungkin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, tapi justru karena kesulitan hidup kalian itulah, sedekah kalian menjadi luar biasa. Sangat Istimewa. Orang miskin yang mampu berinfaq. Orang setiap hari yang hidup pas-pasan, mampu memberi pinjaman kepada orang yang lebih membutuhkan. Bisa membantu orang lain yang lebih membutuhkan.
Perempuanku
Aku mengingatmu malam ini ketika bulan separuh yang menggantung di langit di atas genteng rumahmu yang sepi, menggodaku. Angin menerbangkan harum pandan yang tumbuh dihalaman. kita telah melewati beratus-ratus jam sejak aku menyingkap BH-mu dan mengusap payudaramu menjelang subuh.
Suaramu memangil namaku. Merambat kedinding jiwaku. Aku terus menciumi lehermu yang berpeluh. kita menumpahkan kegelisahan jiwa yang sama di atas kasur dipan di kamarmu yang di lapisi seprai nyaman.
Aku mengerti rasa cemasmu. Badai kita sama. Bergemuruh dan mengguncang haluan. Tak ada yang aku tawarkan padamu. Aku lelaki pendayung sampan yang mengajakmu mengarungi samudra kehidupan, sebab kita telah melewati kesumpekan masing-masing. Hidup hanyalah soal di atas dan di bawah.
Lalu sore itu, kita rebah di sofa berwarna dongker. Engkau berkata mencintaiku sambil menyorongkan susumu ke wajahku. Nafasmu wangi kembang tembakau. Sukmaku di pacu dari puncaknya yang paling dalam. Melayang-layang de savana hidupmu yang penuh gelora. Kita bicara tentang hari-hari yang panjang dan terik yang mungkin akan kita lalaui setelah sore itu.
Aku Mengingatmu, Perempuanku, karena beratus-ratus jam yang telah kita lalui di atas kasur kamarmu yang semerbak dupa. Engkau duduk di pangkuanku. Aku memeluk pinggulmu. Tanganmu mencekeram pundakku. Engkau menari sampai pagi. Saat itu aku tahu, padamu ada sebagian darahku.