Resensi Buku Fihi Ma Fihi: Belajar Menjadi Manusia Bijak

Resensi1337 Dilihat

Mudabicara.com_ Resensi buku Fihi Ma Fihi kali ini akan mengajak pembaca mengenal sekaligus memahami seorang Jalaludin Rumi. Sosok ulama mahsyur sekaligus sufi asal Persia yang karyanya mewarnai khazanah sastra di berbagai belahan dunia.

Seorang sufi yang lahir pada 30 September 1207 memiliki berbagai karya tulis dan kitab terkenal, salah satunya berjudul kitab Masnawi dan kitab Fihi Ma Fihi.

Untuk karyanya yang berjudul Masnawi menjadi salah satu karya puisi terbaik sekaligus rujukan bagi para pencinta sufi seluruh dunia.

Baca Juga : Resensi Buku Puisi-Puisi Cinta W.S. Rendra: Jangan Takut Ibu

Selain itu, karya buku  Fihi Ma Fihi merupakan 71 pasal berupa prosa tentang pola pikirnya memaknai kehidupan dari pertanyaan santri-santrinya. Begitu sederhana dan mendalam seorang Rumi mengambarkan tujuan hidup dalam buku Fihi Ma Fihi ini.

Kali ini mudabicara akan mengulas karyanya berjudul Fihi Ma Fihi, tentu selain untuk kontemplasi, resensi buku Fihi Ma Fihi  juga akan membawa pembaca keruang-ruang koreksi. Selengkapnya simak ulasan berikut ini:

Identitas Buku

Resensi Buku Fihi Ma Fihi

Judul: Fihi Ma Fihi

Judul Asli: Kitab fihi ma fihi: ahadits Maulana Jalal al-Din al Rumi, Syiar al-Shufiyyah al-Akbar

Bahasa: Indonesia

Penulis: Jalaluddin Rumi

Penerbit: Zaman

Genre: Spiritual Islam

Edisi: Cet 9, 2021

Tebal: 435 halaman

ISBN: 9786021687987

Baca Juga : Resensi Buku Melawan Korupsi Karya Vishnu Juwono

Resensi Buku Fihi Ma Fihi

Sebagai seorang sufi buku Fihi Ma Fihi memberikan gambaran bagaimana cara seorang Jalaludin Rumi mencintai sang pencipta dan menerima segala bentuk kehendak Allah dengan penuh kepasrahan dan keyakinan.

Bagi Jalaludin Rumi, seorang manusia dilahirkan ke dunia sebenarnya hanya memiliki satu tugas dan tujuan. Apabila ada manusia yang hidup di dunia menghabiskan segala bentuk upaya dan tenaga namun meningalkan dan melupakan satu tugas utama itu, maka sia-sia saja hidupnya.

Begitulah memahami dunia, orang harus fokus terhadap apa yang diperintahkan dan berusaha menjauhi apa-apa yang menjadi larangan.

Apabila ada orang tidak melupakan apa yang menjadi tujuan utama meskipun dia melupakan banyak hal dalam hidup maka bagi Rumi orang tersebut termasuk orang-orang yang sukses.

Baca Juga : Resensi Buku Filosofi Teras: Hidup Harus Bahagia

Begitupun sebaliknya apabila seseorang telah melakukan banyak hal namun melupakan satu tujuan tersebut maka sama saja tidak pernah melakukan apa-apa.

Dalam menjalani hidup, bagi Rumi yang terpenting adalah mengerjakan satu tujuan yang mewakili segalanya, bukan melakukan segalanya hingga lupa tujuan hidup.

Kadangkala orang sibuk dan larut dengan segala aktivitas pemenuhan duniawi dengan segala hiasannya berupa kekayaan, jabatan, kehormartan yang tentu bersifat fisik.

Orang sering lupa bahwa dalam menjalani hidup manusia terdiri dari dua unsur jasmani dan rohani yang meskinya imbang dan berjalan bersamaan.

Keseimbangan hidup antara spritualitas dan hasrat duniawi yang bersifat fisik akan menghantarkan manusia pada ketenangan dan ketentraman hidup sejati.

Jasmani manusia hanya bersifat sesaat bahkan setelah mati badan manusia akan kembali keasalnya yakni tanah. Sedangkan ruh yang bersifat ruhani akan terrus menjalani fase kehidupan hingga hari perhitungan dan pembalasan.

Misalnya dalam resensi buku Fihi Ma Fihi penulis akan menjelaskan pasal 45 tentang Mintalah Kepada Allah, sebagai seorang hamba yang tunduk dan patuh sekaligus percaya bahwa segalanya adalah milikNya maka teruslah memohon dan meminta

Hidup di dunia adalah pilihan, dalam berbagai pilihan tersebut kadang antara jasmani dan rohani sering terjadi pertentangan. Ujian-ujian akan pilihan tersebut mendapat jawaban kelulusan tentu nanti di hari pembalasan.

Tak jarang orang menaruh pilihan dan larut dalam kesibukan duniawi sehingga lupa apa hakikat tujuan hidup. Pemenuhan kebutuhan ruhani berupa shalat, dzikir tentu kebalikan dari hasrat jasmani.

Pada titik inilah sebenarnya manusia diuji untuk memilih dan tak jarang banyak orang salah memilih karena lebih mementingkan kebutuhan jasmani yang sesaat dari pada ruhani yang selamanya.

Tujuan hidup di dunia sudah jelas termaktub dalm Al-Qur’an “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Az-Zariyat ayat 56). Namun sayangnya di tengah pilihan-pilihan hidup, manusia sering terpeleset karena godaan gemerlap dunia.

Di sisi lain Allah telah mengingatkan dalam firmannya bahwa “Tidaklah kehidupan dunia ini melainkan hanya permainan dan sendau gurau”(QS Al-Ankabut, 64).

Baca Juga : Resensi Buku Logika Karya Drs Mundiri

Tugas utama seorang manusia adalah menghamba kepada Allah melalui ritual ibadah yang menjadi perintahnya dan menjauhi segala larangannya, salah satu jalan mendekatkan diri kepada Allah hanya melalui satu jalan yakni shalat.

Namun bagi seorang sufi Jalaludin Rumi, gerakan sholat seperti takbir, ruku’, dan sujud hanyalah bungkus, hakikatnya adalah subtansi kedekatan kepada Allah tidak dibatasi pada hal-hal yang bersifat fisik.

Misalnya kepatuhan sebagai hamba dapat diibaratkan kepatuhan kita kepada orang tua. Apabila orang tua menyuruh membeli buku, namun sepanjang jalan kita melakukan banyak hal namun tidak membeli buku maka apa yang kita lakukan sama saja yakni kita tidak melakukan apa-apa.

Kelebihan Buku Fihi Ma Fihi

Melalui resensi buku Fihi Ma Fihi penulis menemukan penjelasan secara jernih dan bijak tentang segala sesuatu yang manusia tempuh dalam penghambaan kepada sang maha kuasa.

Misalnya pada pasal 55 Jalaludin Rumi menjelaskan tentang kehidupan dunia yang paradok dengan judul Orang Kafir dan Orang Beriman, Keduanya Sama-sama Bertasbih. Pada dasarnya yang menyebabkan orang bisa beriman atau kafir adalah dzat yang maha kuasa.

Oleh karena itu melalui buku Fihi Ma Fihi Rumi mengajak melihat kebijaksaan dari sebabnya buka hal yang ditimbulakn dari sebab itu.

Di sisi lain secara bahasa buku ini memiliki diksi yang tinggi dan indah, secara susunan buku pun dapat dibaca secara terpisah dan acak karena satu sub-bab dengan sub-bab yang lain memiliki pembahasan yang berbeda.

Bahasa sufisme Rumi yang tinggi secara perlahan akan menghantar pembaca pada ruang-ruang kontemplasi dan menyelami kebijakan itu sendiri.

Baca Juga : Buku The Limit of Internasional Law Karya J.L Goldsmith dan E.A Posner

Tentu untuk mencapai pemahaman yang baik, buku Fihi Ma Fihi ini harus dibaca berulang kali, meskipun secara sadar Rumi seolah sudah memakai bahasa yang sederhana agar kitabnya ini mampu dipahami oleh orang awam sekalipun.

Kekurangan Buku Fihi Ma Fihi

Ada bahasan yang tentu memerlukan kajian lebih lanjut yaitu pembahasan Rumi tentang Ana al-Haqq. Banyak orang mengira Ana al-Haqq yang berarti Aku adalah al-Haqq (Yang Mahabenar/ Allah) merujuk pada Rumi sendiri.

Padahal maksud Ana al-Haqq adalah seorang hamba harus meniadakan dirinya di depan Ilahhi. Seandainya Jalaluddin Rumi mengatakanAna al-Haqq itulah ekpresi kepasrahan seorang hamba kepada penciptanya, bahwa kita sebagai hamba bukan apa-apa dan siapa-siapa.

Pada tahap inilah sebenarnya seorang hamba telah mencapai pada posisi wushul yaitu penyatuan dengan sang maha kuasa, segala bentuk lahiriah duniawi bukan apa-apa sebab seluruh panca Indera telah menyatu kepadaNya.

Orang yang sudah mencapai maqom ini akan mengerti dan memahami secara mendalam tentang kehendak Tuhan, apa yang terjadi padanya adalah bukan kehendaknya sebab semua berasal dari yang Maha Kehendak.

Semoga Resensi Buku Fihi Ma Fihi memberi sumber mata air oase keimanan dan ketaqwaan kita kepadaNya.

 

Tulisan Terkait: