Mudabicara.com_ W.S Rendra salah satu penyair dan sastrawan besar yang memiliki berbagai karya. Sastrawan yang lahir di Solo pada 7 November 1935 bernama asli Willybrordus Surendra dan akrab dipanggil Mas Willy.
Berbagai karya W.S Rendra telah mewarnai beberapa surat kabar dan majalah di Indonesia. Sastrawan yang berkiprah sejak 1950-an diberi julukan Si Burung Merak.
Julukan itu adalah bukti kepiawaiannya dalam membacakan puisi sekaligus penampilan yang mempesona saat di atas panggung bak burung merak yang penuh keindahan.
Satu sajak yang paling teringat ketika berbicara Rendra adalah Sajak Sebatang Lisong. Sajak yang menyuarakan perlawanan-perlawanan atas penindasan penguasa Orde Baru.
BACA JUGA : Resensi Buku Filosofi Teras: Hidup Harus Bahagia
“Aku Bertanya, tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papan tulis-papan tulis pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan”
Sebagai seorang penyair Rendra sudah menemukan estetika yang unik sejak usia muda namun ia terus berkembang dan tak pernah berhenti hingga muncul sajak pamlet yang terus mengusik tembok-tembok kekuasaan. Karya ini terkumpul dalam sebuah buku berjudul Potret Pembangunan Dalam Puisi.
Buku puisi-puisi cinta kali ini adalah kumpulan puisi W.S Rendra yang terangkum dari kumpulan puisinya bertahun-tahun. Selengkapnya simak ulasan mudabicara terkait resensi Buku Puisi-Puisi Cinta karya W.S Rendra.
Resensi Buku Puisi-Puisi Cinta
Sinopsis Buku
Sebagai seorang penyair W.S Rendra membaca realitas zaman dengan jernih. Hal itu terlihat dari transisi karyanya yang bermula dari sajak imajis ke sajak protes.
Kekuasaan yang mulai mencekik dan menindas membuat nuansa karya puisinya dominan menjadi puisi protes. Si Buruh Merak ini berpindah sari satu pangung ke pangung yang lain untuk menebarkan pesona keindahan yang tertuang dalam puisi-puisinya.
Selain itu, Rendra adalah wadah pertemuan bagi para seniman dan penyair muda era Orde kala itu dan berjudul Puisi-puisi Cinta adalah kumpulan 30 judul puisi cinta yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka.
Buku ini terbagi menjadi tiga berdasarkan masa tumbuh W.S Rendra. Pertama, Puber Pertama (1954-1958) merupakan sebiuah kumpulan puisi yang ia tulis saat mengadu dan belajar di Fakultas Sastra di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
BACA JUGA : Mengenal Chairil Anwar, Sastrawan Besar Indonesia
Puisi Puber Pertama mengambarkan semangat dan gairah cinta dari seorang pemuda. Hal tersebut tercermin dari pemilihan diksi yang tepat dan sederhana sehingga puisi pendek ini terlihat jenaka dan elegan.
Kedua, Puber Kedua (1968-1977), adalah kumpulan puisi-puisi Rendra yang ia tulis setelah ia menyelesaiakan studi di New York. Pada Puber Kedua lebih menunjukan kedewasaan Rendra sehingga puisinya lebih banyak mengambarkan realitas zaman yang komplek.
Lebih-lebih kala itu ia mulai dipengaruhi bahtera cinta sehingga puisinya erat dan dekat dengan kehidupan-kehidupan sosial kemasyarakatan.
Terakhir pada Puber Ketiga (1992-2003), puisi-puisi yang ia tulis saat reformasi 1998. Karya dalam periode ini memberikan pesan bahwa Rendra sebagai seniman telah memberi sinyalemen anti terhadap pemerintah yang menindas.
Selian itu, puisinya pun bernuansa bersyukur kepada Tuhan dan seluruh pengalaman cintanya yang sudah berkelok dan berliku.
Meski puisi relatif sulit untuk dipahami namun karya Rendra mengalir dalam kehidupan sosial sehari-hari sehingga mudah untuk menarik benang merahnya.
Kelebihan Buku
Dengan bahasa yang lugas namun penuh dengan pesona Buku ini akan membawa pembaca melayang ke ruang-ruang imaji sekaligus berkontempasi tentang maksud dan tujuan yang sebenarnya.
Tak hanya sampai di situ, dengan buku berjudul Puisi-Puisi Cinta, pembaca akan mengetahui alur berfikir Rendra mulai dari remaja hingga masa tuanya.
Bagaimana pengetahuan dan realitas hidup masyarakat sekitar adalah sumber inspirasi yang terolah menjadi diksi-diksi kata yang mempesona.
BACA JUGA : 13 Puisi Cinta W.S Rendra Yang Wajib Anak Muda Baca
Kompleksitas kehidupan modern tersirat dari puisinya berjudul Jangan Takut Ibu. Puisi yang paling tidak menyadarkan para pembaca tentang ketidaknyaman dan ketimpangan.
Kelemahan Buku
Sebagai pembaca sastra yang terbiasa dengan bacaan-bacaan dengan jumlah halaman tebal tentu buku puisi-puisi cinta ini kurang tebal.
Ditambah lagi belum ada gambaran sosial yang dijelaskan paling tidak pada bab awal tentang perjalanan kehidupan W.S Rendra. Salah satu tujuannya agar pembaca mengetahui konteks sosial yang membentuk lahirnya karya-karya W.S Rendra.
Selain itu, sastrawan besar ini memiliki peran yang tidak sedikit dalam memberi warna khazanah dalam dunia sastra Indonesia.
Terlepas dari semua kelebihan dan kekurangan buku Puisi-Puisi Cinta karya W.S Rendra pas sekaligus cocok untuk sahabat mudabicara.
BACA JUGA : 11 Jenis Pantun Indonesia, Lengkap Beserta Contohnya
Di samping untuk menambah koleksi buku pribadi dan memberi pembelajaran sekaligus inspirasi untuk terus berkarya dan berkarya.
Pemilihan diksi kata yang sederhana dan lugas menjadi ciri khas kaum milenial yang lebih memiliki minat baca tingga namun belum memiliki daya baca.
Dengan membaca buku ini, sahabat mudabicara akan memiliki daya baca yang tinggi sebab dengan membaca puisi kita akan melewati fase kontemplasi untuk pencarian makan.
Identitas Buku
Pengarang : W.S Rendra
Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, September 2015
Cetakan Kedua, Januari 2016
Cetakan Ketiga, Mei 2016
Tebal Halaman : 83 Halaman.