Mudabicara.com_ Sejarah panjang masyarakat Jawa dengan keislamannya terkait erat dengan tokoh-tokoh penyebar agama yang memulai dakwahnya. Konon Walisongo adalah tokoh utama yang menyebarkan agama Islam hingga merata ke seluruh Jawa.
Tapi dibalik para tokoh utama ada orang-orang khusus yang ceritanya tak sampai melegenda sebagaimana Walisongo. Di Ujung Negoro kabupaten Batang kecamatan Kandeman ada makam yang disebut-sebut sebagai makam Syekh Maulana Maghribi.
BACA JUGA : SETAPAK CINTA YANG TERSAYAT
Tapi jasad siapa yang ada di dalam makam tersebut, saat ini masih dalam perdebatan. Sebab di Kecamatan Blado Kabupaten Batang tepatnya di Wonobdro juga ada makam yang konon kabarnya juga makan Syekh Maulana Maghrib.
Kenapa Ujung Negoro?
Pada abad ke-14 Masehi mendaratlah rombongan dari negeri Maghribi yang berlayar melalui pantai Tuban, Demak dan tiba di pantai Ujung Negoro. Kenapa Ujung Negoro, sebab di situ konon merupakan batas pantai Kerajaan Majapahit.
Setelah berbulan-bulan berlayar dalam misi dakwah menyebarkan agama Islam para rombongan Walisongo berpencar ke masing-masing desa. Alhasil orang-orang mengenal rombongan Walisongo adalah penyebar agama Islam dan salah satunya termasuk nama Syekh Maulana Maghribi.
BACA JUGA : MENGENAL TAMANSARI : JAKARTA DAN YOGYAKARTA
Sedangkan orang Tuban, Sedayu, Majapahit sendiri menyebut negara Maghribi dan Arab sekitarnya dengan sebutan negara “Atas Angin” hingga orang-orangnya disebut dengan sebutan Kyai Atas Angin atau Syekh Atas Angin. Sebutan tersebut mungkin sama dengan Syekh Maulana Maghribi.
Dikisahkan dari rombongan tersebut yg bernama Syekh Hasan Al-Jufri kagum melihat pemandangan disekitar laut Ujung Negoro yg begitu indah dan subur sehingga ia tak sadar kalau dirinya terpisah dgn rombongannya.
Dia berjalan ketimur menyusuri pantai dan melihat ditengah pantai seperti ada kawanan Kerbau atau Mahesa, dihampirinya dan ternyata hanyalah bongkahan batu karang yg dari jauh terlihat seperti kawanan kerbau atau mahesa/maeso.
Dari kejadian itu maka, karang-karang tersebut disebut “KARANG MAESO” dan sekarang terkenal dengan sebutan Pantai Karang Maheso.
Pada siang hari Syekh Maulana Hasan Al-Jufri merasa kehausan dan dia pun berinisiatif untuk mencari sumber mata air untuk diminum. Akan tetapi Syekh Maulana Hasan Al-Jufri tidak menemukan sumber mata air tersebut, maka Syekh Maulana Hasan Al-Jufri sholat sunah dua rokaat di tempat itu dan minta kepada Allah agar diberi air untuk ia minum.
BACA JUGA : Mengenal Abah AOS, Ulama Kharismatik Dari Tanah Pasundan Dan Ajaranya
Selesai sholat Syekh Maulana Hasan Al-Jufri menancapkan tongkatnya ke batu karang dan menyemburlah air dari bekas tancapan tongkatnya, Hingga sekarang air itu masih ada yang berada disebelah barat sekitar 300 meter dari makam Ujung Negoro.
Makam Syech Maulana Maghribi
Dengan adanya sejarah makam Syekh Maulana Maghribi, makam tersebut diuri-uri oleh masyarakat sekitar sampai saat ini. Sehingga menciptakan keislaman yang sangat kental. Sejarahnya, dahulu ada yang bermimpi ditemui dalam alam bawah sadar.
Kemudian ditashih atau diperiksa kebenarannya. Keberadaan makam tersebut dikuatkan oleh Habib Luthfi bin Yahya. Sebelumnya, makam tersebut ditemukan sekitar tahun 1940-an sebelum kemerdekaan.
Makam tersebut mulai ramai dan diketahui banyak orang pada tahun 60-an. Setelah ramai peziarah, makam tersebut terus dijaga, diziarahi, dihaulkan, disyiarkan oleh para ulama.
Makam mulai di pugar pada tahun 1990-an di bawah kepemimpinan lurah Kasmudi. Pemugaran dan perawatan dilakukan secara terus menerus hingga saat ini. Apalagi dengan adanya proyek PLTU 2×1.000 mega watt.
BACA JUGA : Mengenal Sosok Syekh Hamzah Fansuri Sufi Besar Nusantara
Makam tersebut semakin terawat dan semakin rame peziarah yang datang. Di depan bangunan makam Syekh Maulana Maghribi ada sumber mata air suci. Air tersebut terus mengalir dan ditampung ke dalam kendi. Ada dua kendi yang menampung air yang keluar.
Air muncul dalam bawah kendi yang sengaja dilubangi kemudian air tersebut berada di dekat pohon besar yang telah ditebang. Air itu biasanya untuk minum, wudhu, cuci muka, dan bisa buat obat dari segala penyakit.
Makam tersebut berkaitan dengan dataran tinggi Dieng. Tepat dibawah tebing makam ada gua Aswatama atau Aswatomo dalam ejaan bahasa Jawa. Gua tersebut kini kondisinya telah tertutup pasir pantai. Menurut ketua pengurus makam, dahulu gua tersebut lebarnya 2 meter.
Seiring abrasi yang mengikis pantai gua tersebut telah tertutup. Sebenarnya di belakang makam utama ada 2 patok makam lagi, tapi sekarang sudah tidak ada. Sudah menjadi tradisi di makam Syekh Maulana Maghribi Ujung Negoro untuk mengadakan haul setiap tanggal 15 Safar.
Agenda tahunan ini selalu menarik ribuan peziarah dari berbagai daerah atau kota datang. Bahkan mereka datang rombongan dengan menggunakan bus.
Kegiatan Makam Syekh Mulana Maghribi
Makam Syekh Mulana Maghribi sempat tutup selama tiga bulan di awal pandemic Covid-19. Makam mulai beroperasi kembali setelah Hari Raya Idul Fitri tahun 2020 lalu. Secara khusus, Habib Lutfi bin Yahya kembali membuka makam tersebut untuk umum.
Pada agenda salapan biasanya membaca Rothibul Hadad. Sementara untuk satu tahunan, selalu ada kegiatan haul. Rangkaian kegiatan haul makam Syekh Maulana Maghribi Ujung Negoro di mulai sejak tanggal 11 Safar. Sementara puncaknya pada 15 Safar.
Biasanya ulama mengawali kegiatan haul pada tanggal 11 Safar adalah Kyai Ahmad Saifudin dari Batang beserta jamaahnya. Pengurus makam Syekh Mulana Maghribi juga menyediakan tempat istirahat bagi para musafir. Terutama bagi mereka yang menjalankan hajat untuk bermalam di makam. Para musafir biasanya menginap mulai 3 hari ataupun 7 hari.
Kini makam Syekh Maulana Maghribi Ujung Negoro hingga saat ini masih tetap ramai didatangi oleh peziarah dari berbagai kota. Tujuannya adalah untuk mendoakan para wali yang sudah meninggal serta melihat keindahan pantainya.
BACA JUGA : Mengenal Sosok Tokoh Aceh Teungku Ismail Yakub
Kebanyakan dari peziarah sendiri datang nya ketika malam Jum’at Kliwon dan wekeend. Di depan makam sendiri ada tong, biasanya para peziarah sebelum memasuki makam memberikan sedikit sedekah kemudian diletakan ke tong yang sudah tersedia. Tujuan adanya tong tersebut adalah untuk merenovasi makam.
Oleh : Milah Sufianah (Mahasiswa IAIN Pekalongan)