Mudabicara.com_ Teungku Ismail Yakub adalah tokoh Agama dan intelektual yang berasal dari Aceh. Ismail Yakub lahir pada 15 Agustus 1915 di Lhoksukon Aceh Utara. Aceh Utara merupakan daerah padat penduduk, yang terletak di provinsi Daerah Istimewa Aceh dan beribukota Lhokseumawe.
Tidak ada cerita tentang peristiwa- peristiwa istimewa menjelang kelahiran Ismail kecil serta tidak ada kejadian-kejadian luar biasa yang menyertai kelahiranya. Ismail lahir secara wajar dan normal dengan bantuan dukun bayi dari kampung. Dukun bayi ini tentu yang sudah biasa menolong para ibu hamil melahirkan.
BACA JUGA : MEMBACA BUKU, JEMBATAN MENUJU KESUKSESAN
Masa Kecil Teungku Ismail Yakub
Tak ada yang istimewa dari masa kecil Ismail Yakub. Hanya saja Ismail Yakub tumbuh menjadi sosok yang sabar dan pendiam.
Diam Ismail Yakub berbeda dengan diamnya remaja seumuranya. Ismail diam karena sibuk membaca, sibuk menulis dan sibuk mempelajari hal-hal baru.
Semenjak kecil Ismail Yakub mempunyai hobi membaca dan menulis. Berkat hobinya tersebut Ia mampu menghasilkan banyak karya yang diterbitkan. Karya-karyanya tersimpan rapi di perpustakaan pribadi.
Pada umur 17 tahun Ismail Yakub menimba ilmu pelajaran dasar agama Islam pada Tengku Mahmud Lampueh Kamuk. Kemudian mulai belajar agama bahasa arab dan kitab-kitab berbahasa arab pada Tengku Syekh Harun yang terkenal dengan panggilan Tengku Lampu Buluh Mulieng.
Pendidikan Ismail Yakub
Setelah lulus dari sekolah dasar. Pada tahun 1926 sampai awal tahun 1928 Ismail Yakub melanjutkan pendidikannya di Dayah Meunasah Manyang Samakuruk di bawah pimpinan Tengku haji Hamzah. Pada tahun 1928-1931 ia melanjutkan belajar di Dayah Pucuk Alue.
Selain itu Ismail Yakub pernah juga belajar sebentar pada Tengku Haji Hasballah Meunasah Kumbang Krueng Pase. Seorang ulama besar bekas murid Teuku Yakub Uleebalang Arun. Tengku Haji Hasballah Meunasah meninggalkan bidang pemerintahan lalu mendirikan pesantren di Meunasah Moncrang Arun.
BACA JUGA : 10 MANFAAT BELAJAR FILSAFATA UNTUK ANAK MUDA
Kemudian terkenal dengan panggilan “Tengku” di Dayah yang rumah tempat tinggalnya sampai sekarang masih ada. Rumah yang sekarang disebut “Rumah Dayah” di Meunasah Muncang Arun titik Arun. Kini terkenal ke seluruh dunia dengan gas alam cairannya LNG.
Ismail Yakub melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Ia mempunyai pendirian yang sangat kuat dan semangat belajar yang tinggi.
Ismail Yakub melanjutkan pendidikannya ke luar negeri dengan memperoleh beasiswa dari pemerintah Aceh pada tahun 1950. Namun Ia dapat berangkat ke Mesir setelah menyelesaikan masa tahanan. Sebab keterlibatanya dalam pemberontakan Darul Islam.
Untuk mendapatkan gelar M.A dari universitas Al Azhar Kairo, Ia harus meninggalkan istri yang sedang hamil dan kelima anaknya kurang lebih 2 tahun.
Saat kuliah Ia mendapat kabar dari kampung halaman bahwa istrinya telah melahirkan bayi cantik dan bayi tersebut Ia beri nama Neli. Terinspirasi dari sungai Nil.
Akhirnya pada tahun 1953 Ismail Yakub menyelesaikan kuliah dan mendapatkan syahadah ‘ Alimiyah atau Syahadah Tadris.
Kontribusi Ismail Yakub
Kontribusi Ismail Yakub sebagai salah seorang intelektual tidak dapat diragukan lagi. Ia mempunyai jaringan yang luas serta aktif di berbagai organisasi.
1.PERGUISA (Perguruan guru madrasah ) 1936-1939
2. PUSA ( Persatuan Ulama seluruh Aceh ) 1939-1943
3. Darul Islam (1943-1946 )
4.Pemimpin Partai Nasionalis Indonesia 1946-1950
5. Rektor IAIN Universitas al-washliyah Medan 1963 1967
6. Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 1967 1972
7. Rektor IAIN Walisongo Semarang tahun 1972 1977
8. Anggota DPR-MPR RI 1977-1982
9. Asisten Menteri Agama Republik Indonesia sampai akhir hayat pada 1988
BACA JUGA : MENGENAL TEORI HUKUM TIGA TAHAP AUGUSTE COMTE
Karya Teungku Ismail Yakub
Jejak intelektual seorang Ismail Yakub.
1. Tengku Cik Ditiro Hidup dan Perjuangan.
2. Tiga Belas Tahun Mengembara Di Hutan Pasei.
3. Cut Meutia Pahlawan Nasional dan Putera.
4. Pemikiran Ulama Dayah Aceh.
5. Orientalisme dan Orietalisten.
6. Terjemahan Ihya’ Ulumuddin.
7. Terjemahan Kitab Al-umm.
8. Terjemahan Muqoddimah Ibnu Khaldun.
9. Mentjari makam Imam Ghazali.
Oleh : Kaipal Wahyudi (Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh)