Mudabicara.com_ 3 Puisi Putu Wijaya merupakan tiga karya puisi yang memiliki kedekatan dengan realitas sosial budaya masyarakat pada umumnya.
Seorang sastrawan kelahiran Puri Anom, Tabanan, Bali pada 11 April 1944 tidak hanya piawai dalam membuat puisi namun juga mahir dalam membuat naskah drama, cerpen dan novel.
Karya yang lahir dari tangan dingin seorang Putu Wijaya baik fiksi maupun non fiksi mampu terlihat nyata sebab kedekatannya dengan realitas kehidupan.
Baca Juga : 22 Puisi Sutan Takdir Alisjahbana Yang Wajib Anak Muda Baca
Bahkan susunan kata dan kalimat dalam puisi Putu Wijaya mengambarkan persoalan-persoalan sosial baik pribadi maupun berhubungan dengan permaslahan sosial kemasyarakatan.
Oleh sebab itu, puisi karya Putu Wijaya juga mampu memberikan ruang kepada pembaca untuk melakukan kontemplasi tentang hakikat kehidupan. Berikut 3 puisi Putu Wijaya Yang Wajib Anak Muda Baca.
3 puisi Putu Wijaya Yang Wajib Anak Muda Baca
1. Puisi Putu Wijaya Berjudul “KUNYANYIKAN LAGU INI“
Kunyanyikan lagu ini, meskipun tak ada yang peduli, biarpun semua orang sudah tuli.
Aku dengar, bayi-bayi menjerit di malam sunyi, Haus, kelaparan, takut setan minta belaian.
Tetapi orang tuanya entah di mana, Mungkin sudah tak ada,
Atau banting tulang, menangkap uang, bagai anjing mengorek tong sampah di lorong-lorong kumuh,
Atau sedang teler melupakan hidupnya yang terlanjur remuk,
Hingga jerit itu padam, dikanibal nafas ringkih yang kehabisan pulsa.
Aku dengar perang mulut di dalam rumah.
Suara pecah-belah berpelantingan, lalu tamparan, pukulan, berakhir tendangan,
Puncakenya benda tajam, yang membuat hingar-bingar bungkam.
Lalu sepi, tinggal isak tangis anak-anak yang tak paham, kenapa dia dijatuhkan nasib di tengah prahara,
Sementara para elit politik berjudi posisi, Mempertaruhkan nyawa para pengikut setianya, untuk monopoli kursi,
Jangankan mendengar raungan kecoak dari dalam perut bumi,
Suara batinnya pun ia tak dengar lagi.
Mereka terlalu sibuk dengan ambisi menulis sejarah pribadi,
Sambil memakai jubah Sang Pencipta, Mereka bunuh segala apa yang berbeda,
Musnahkan bianglala dunia, Ciptakan mahakarya tunggalnya,
Aku nyanyikan lagu ini, untuk mengingatkan mereka yang belum disekap ketakutan,
Jangan baru lantang suara setelah tenaga tak ada,
Kunyanyikan lagu ini, agar nanti tak perlu diulang lagi,
Akan kunyanyikan sekeras-kerasnya ke langit, dengan darah sukmaku, sampai aku tak perlu menyanyi lagi,
Karena dia akan terus menyanyi sendiri, Sebagai lagu sejati.
Yang berlalu tak pergi, la selalu tunggu kau teringat lagi,
Yang pergi memang telah berlalu, Tapi itu pun kembali bila kau rindu,
Begitulah sejarah yang kita tulis bersama,
Mengendap ke mana pun wajah tengadah,
Walau jarak dan waktu telah membelah,
Walau rumah dan tubuh terpisah, Kita tetap mengalir ke satu arah,
Ya Allah, karunia persaudaraanMu begitu indah.
Baca Juga : 13 Puisi Amir Hamzah Yang Wajib Anak Muda Baca
2. Puisi Putu Wijaya Berjudul “KEBANGKITAN”
Menembus waktu dengan menunggang sebuah film tua, adalah danau yang lebih biru dari lautan, di situ angin berisik di atas pelana kuda yang meringkik oleh instingnya, tentang padang luas yang sudah lama dijanjikan serta bulan yang dapat dibelai
Ah aku tak mau bermimpi. tetapi kulihat kembali harapan yang memberiku mata hati dan bunga. yang kutanam di sanubari dan kini setelah perjalanan kita entah kandas di mana, kembang itu menabur wangi semerbak sehingga aku hampir menangis karena keindahan itu tak raib dalam lumpur malam, apalagi hanya kepedihan, ia tetap berseri dan tersenyum mengajak melangkah lagi, sekali lagi, buat siapa pun yang sudah putus asa
Kau selamatkan aku wahai layar tua. yang tak bisa tak kucintai, kau tampar seluruh permenunganku, karena kau terus juga meniupkan cinta sesama tak pernah dapat dihentikan oleh apa pun, itulah arti kehadiranmu. membuat yang tak bergerak bergegas lagi, lalu menerjang nasib yang selalu ingin mengalahkan
Aku jadi kembali mendengar, merasa dan tergoda, tapi tahu tak harus kumiliki yang tak mungkin, biar mimpi tetap hanya menggelepar di langit ketujuh dan aku hanya jadi pelari yang mengejar karena bukan sampai yang paling penting, tetapi melangkah tanda aku mensyukuri kehidupan karuniaNya ini
Kau ajarkan aku bercerita tanpa berkata, berhenti tapi tak berakhir, kau selalu memandang dalam gelap ada cahaya, ketika tertawa pikiran bergerak, dalam kosong banyak yang terucap, kau bukan hanya menemani tetapi menerangi, bagai pohon palem yang tetap tegak kuat tetapi juga ramah dan indah, kau yang membuatku ingat rumah, anak-istri serta saudara-saudara yang berharap aku kembali berjuang untuk mereka
Tapi kau juga selalu mengepalkan tangan, urat-urat bajamu membayangkan tekadmu yang gila untuk mendukung setiap gerak dan suara kebebasan, kau yang setia dan mencintai kebenaran lebih dari cintamu kepada dirimu sendiri, kau yang selalu terbawa dalam ingatanku, kaulah yang menyalakan api, mengusir lelah dan membuat seluruh kelemahan dan kekalahanku jadi kemenangan, selama kau tetap kau, aku akan bangkit dari mati sekali pun, itulah yang tak ternilai dari persahabatan, cinta dan perjuangan kita yang tak akan kita biarkan berakhir, kau, kau yang menyebabkan aku ingin terus ada
Jangan pernah ucapkan selamat berpisah, tidak ada kata tua dalam perjuangan, singsingkan saja lengan baju kembali, kita bahu-memahu, pegang tiang bendera kuat-kuat untuk mengibaskan: layar putih itu bukan hanya hiburan tapi perenungan, genderang sudah berbunyi, kita akan bertempur lagi saudaraku, siapkan pengorbananmu karena kita harus menang
Jakarta 2012
Baca Juga : 10 Puisi Rivai Apin Yang Wajib Anak Muda Baca
3. Puisi Putu Wijaya Berjudul “Raksasa Karya Putu Wijaya”
Kepalanya gundul sekeras baja
Dari Mulutnya menyembur kata-kata jahatHai anak kecil kamu tak usah rajin
Buang buku ayo main di jalanan
Jangan dengar kata orang tua
Ikut ogut berpesta pora
Tetapi aku bukan anak ingusan
Tubuhku masih kecil tapi hatiku besar
Ibu sudah melatihku jadi kuat
Dan papaku tak senang aku bodoh
Guruku di sekolah selalu bilang
Hati-hati dengan orang jahat
Mulutnya manis tetapi akibatnya berat
Raksasa itu marah dan merengut
Karena aku tak sudi tekuk lutut
Dari mulutnya keluar api panas
Tangannya mau mencekik ganas
Hai anak berani, katanya marah
Kalau kau bandel awas kumamah
Lau menganga taringnya berkilat
Lalu melompat mau menyikat
Aku tenang tapi waspada
Tidak teriak takut pun bukan
Sambil berdoa aku bertindak
Keluarkan raportku serentak
Angka delapan, sembilan, dan sepuluh
Meloncat melilit raksasa
Dalam sekejap mata ia menyerang
Ampun, jerit raksasa ketakutan
jangan ikat aku dengan angka
Aku berjanji tak lagi nakal
Mengganggu anak yang rajin belajar
Dalam tidurku muncul raksasa
Tetapi ia sudah kapok
Sekarang setia menjaga tidurku
Sambil belajar membaca