Mengenang Puisi Chairil Anwar Karawang Bekasi

Sastra742 Dilihat

Mudabicara.com_ Karawang Bekasi merupakan salah satu karya penyair ternama Indonesia yaitu Chairil Anwar. Sosok penyair kelahiran Medan 26 Juli 1922 termasuk penyair yang memiliki pilihan diksi kata tinggi.

Chairil tumbuh besar di saat Indonesia menuju kemerdekaan, oleh karena itu bahasa dan isi puisinya penuh dengan narasi perjuangan, ideologi dan nasionalisne.

Sebagai pelopor angkatan 45 dalam sastra Indonesia, Chairil melihat realitas sosial yang penuh dengan tekanan dan perjuangan. Tidak hanya di kota-kota besar namun juga sampai ke pelosok daerah.

Baca Juga : Mengenal Chairil Anwar, Sastrawan Besar Indonesia

Salah satu bukti jika karya Chairil Anwar tidak hanya di baca oleh orang-orang Indonesia adalah karyanya diterjemahkan ke berbagai bahasa asing.

Di samping itu, Chairil adalah sastrawan dengan kemampuan kecakapan bahasa yang mumpuni. ia adalah sosok sastrawan yang menguasai tiga bahasa sekaligus.

Di sisi lain sosok Chairil juga di dapuk sebagai seorang penyair puisi modern Indonesia berkat karyanya yang juga menambah diksi-diksi baru dalam khazanah bahasa Indonesia.

Buah karya yang kontemplatif kemudian menderu-deru sebagai karya yang demontratif yang terkenal dengan istilah sastra mimbar. Hal tersebut tak terlepas dari realitas yang ia hadapi terkait keadaan sosial dan politik.

Nah! kali ini mudabicara akan memberi ulasan satu karya Chairil Anwar berjudul Karawang Bekasi. Selengkapnya baca ulasan berikut ini.

Baca Juga : 13 Puisi Cinta W.S Rendra Yang Wajib Anak Muda Baca

Puisi Karawang Bekasi, Chairil Anwar

Karawang Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

(*)

Sayangnya sastrawan dan penyair yang memiliki pemikiran brilian melalui karya-karya ini tutup usia begitu muda. Di saat Indonesia masih se umur Jagung sastrawan dengan tampang flamboyan ini meninggalkan generasinya tepatnya 28 April 1949.

Indonesia kehilangan sosok pemikir sekaligus kritikus sosial yang memberi warna baru bagi perjalanan dunia sastra Indonesia. Sebagai seorang

Meskipun umur yang cukup muda saat meninggal namun yang pasti puisi-puisinya melintas batas dari satu generasi ke genarasi selalanjutnya. Berbagai karya yang terus menginspirasi khazanah keilmuwan sastra hingga kini.

Sepanjang hidupnya, Chairil telah memiliki buah karya tulisan sebanyak 94 karya dan termasuk 70 puisi. Namun sayangnya berbagai karyanya tidak pernah diterbitkan hingga nafas terakhirnya.

Salah satu puisi yang terkenal hingga kini berjudul Aku dan Krawang Bekasi dan karya terakhirnya pada tahun 1949 berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh.

Baca Juga : 9 Puisi Karya Chairil Anwar Yang Wajib Anak Muda Baca

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

 

Hingga kini dan tentu  sampai waktu yang tak bisa kalian prediksi, karya Chairil Anwar akan selalu menghiasai khazanah bahasa dan sastra Indonesia.

Pada akhir puisi yang baik adalah puisi yang memiliki jiwa dan mampu mengerakan yang hidup untuk melakukan koreksi dan kontemplasi salah satunya adalah puisi berjudul Karawang Bekasi.

Selamat membaca anak muda!

Tulisan Terkait: