Mudabicara.com_ Puisi karya Chairil Anwar merupakan karya sastra cerminan pengalaman, pengetahuan dan perasaaanya tentang hidup dan tertuang dalam bentuk tulisan yaitu puisi.
Jenis karya sastra ini relatif sulit untuk dihayati secara langsung, kadang puisi memerlukan proses kontemplasi yang tinggi. Salah satu pujangga terbaik Indonesia adalah Chairil Anwar.
Chairil Anwar selain menciptakan karya sastra tinggi melalui puisi, namun sosok pujangga terbaik ini juga mampu mempengaruhi kosakata baru dalam khazanah bahasa Indonesia. Bahkan Chairil Anwar termasuk salah satu pelopor angkatan 45 dalam sastra Indonesia.
BACA JUGA : 11 Jenis Pantun Indonesia, Lengkap Beserta Contohnya
Nah! kali ini mudabicara ingin mengulas tentang 9 puisi terbaik karya Chairil Anwar. Selengkapnya simak ulasan berikut ini:
9 Karya Puisi Chairil Anwar Terbaik
1. Karawang Bekasi
2. Aku Berada Kembali
Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna, kapal-kapal, elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa laut telah berubah dan ‘ku punya wajah juga disinari matari lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.
Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar seterang guruh.
3. Prajurit Jaga Malam
Prajurit Jaga MalamWaktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
4. Persetujuan Dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu, dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mula tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal² kita berlayar
nDi uratmu di uratku kapal² kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal² kita bertolak & berlabuh
Sudah dulu lagi terjadi begini
jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil
jangan tanya mengapa jari cari tempat di sini
Aku tidak tahu tanggal serta alasan lagi
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang penghabisan
Yang akan terima pusaka: kedamaian antara runtuhan menara
Sudah dulu lagi, sudah dulu lagi
jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil.
5. MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
6. Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak genta. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
7. Di Masjid
Kuseru saja Dia
sehingga datang juga
Kami pun bermuka-muka.
Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada.
Segala daya memadamkannya
Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila.
8. Derai Derai Cemara
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
9. Aku
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi