9 Puisi Karya Chairil Anwar Yang Wajib Anak Muda Baca

Sastra959 Dilihat

Mudabicara.com_ Puisi karya Chairil Anwar merupakan karya sastra cerminan pengalaman, pengetahuan dan perasaaanya tentang hidup dan tertuang dalam bentuk tulisan yaitu puisi.

Jenis karya sastra ini relatif sulit untuk dihayati secara langsung, kadang puisi memerlukan proses kontemplasi yang tinggi. Salah satu pujangga terbaik Indonesia adalah Chairil Anwar.

Chairil Anwar selain menciptakan karya sastra tinggi melalui puisi, namun sosok pujangga terbaik ini juga mampu mempengaruhi kosakata baru dalam khazanah bahasa Indonesia. Bahkan Chairil Anwar termasuk salah satu pelopor angkatan 45 dalam sastra Indonesia.

BACA JUGA : 11 Jenis Pantun Indonesia, Lengkap Beserta Contohnya

Nah! kali ini mudabicara ingin mengulas tentang 9 puisi terbaik karya Chairil Anwar. Selengkapnya simak ulasan berikut ini:

9 Karya Puisi Chairil Anwar Terbaik

1. Karawang Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi,
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinsing yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi kami adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi ada yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
nmenjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi.

2. Aku Berada Kembali

 

Aku berada kembali. Banyak yang asing:

air mengalir tukar warna, kapal-kapal, elang-elang

serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;

rasa laut telah berubah dan ‘ku punya wajah juga disinari matari lain.

Hanya

Kelengangan tinggal tetap saja.

Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;

lebih lengang pula ketika berada antara

yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling

ditarik gelisah yang sebentar-sebentar seterang guruh.

 

3. Prajurit Jaga Malam

 

Prajurit Jaga MalamWaktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,

bermata tajam

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

4. Persetujuan Dengan Bung Karno

 

Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu, dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu

Dari mula tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal² kita berlayar
nDi uratmu di uratku kapal² kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal² kita bertolak & berlabuh

Sudah dulu lagi terjadi begini
jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil
jangan tanya mengapa jari cari tempat di sini
Aku tidak tahu tanggal serta alasan lagi
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang penghabisan

Yang akan terima pusaka: kedamaian antara runtuhan menara
Sudah dulu lagi, sudah dulu lagi
jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil.

 

5. MAJU

 

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

 

6. Diponegoro

 

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak genta. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

 

7. Di Masjid

 

Kuseru saja Dia

sehingga datang juga

Kami pun bermuka-muka.

Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada.

Segala daya memadamkannya

Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda

Ini ruang

Gelanggang kami berperang

Binasa-membinasa

Satu menista lain gila.

 

8. Derai Derai Cemara

 

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

 

9. Aku

 

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

 

Tulisan Terkait: