PB HMI MPO Desak DPR dan Pemerintah Serius Tangani Kekerasan Seksual, Bukan Sekadar Regulasi di Atas Kertas

Hukum7 Dilihat

Arah Baru -Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (PB HMI MPO) menyuarakan keprihatinan mendalam atas tingginya angka kekerasan seksual yang terus meningkat di berbagai wilayah Indonesia.

Dalam pernyataan resminya pada Jumat (18/4), Bagus Pramudya Whardana, Anggota Komisi Hukum dan Pertahanan PB HMI MPO, menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya soal tindakan individu, melainkan krisis sistemik yang membutuhkan perhatian serius dari negara, khususnya DPR dan pemerintah pusat.

Baca Juga: Mengerikan! Karyawan Honorer DPRD DKI Jakarta Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual oleh Rekan Kerjanya di Kantor

“Kasus pelecehan seksual semakin mengkhawatirkan. Belum hilang dari ingatan kita peristiwa oknum tenaga kesehatan yang melecehkan pasien perempuan, hingga insiden pelecehan di transportasi umum. Baru-baru ini juga mencuat dugaan pelecehan yang melibatkan tenaga honorer di lingkungan DPRD di salah satu provinsi termaju di Indonesia,” ujar Bagus di Jakarta, Jumat (18/4).

Ia menyoroti bahwa korban kekerasan seksual berasal dari beragam latar belakang, baik perempuan maupun laki-laki. Namun, budaya patriarki, rasa takut terhadap stigma sosial, serta minimnya kepercayaan terhadap proses hukum menyebabkan banyak korban memilih bungkam.

Ini diperparah dengan belum optimalnya respons aparat penegak hukum dalam menangani laporan secara cepat, adil, dan berpihak pada korban.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) per 15 Maret 2025 mencatat 5.137 kasus kekerasan seksual, mayoritas menimpa perempuan. Menurut Bagus, angka ini seharusnya menjadi alarm keras bagi DPR dan pemerintah untuk tidak lagi memposisikan isu kekerasan seksual sebagai agenda sampingan.

“Lemahnya sosialisasi hukum, termasuk tentang Undang-Undang TPKS, menjadi salah satu akar utama dari tidak optimalnya perlindungan korban dan penegakan keadilan,” ujarnya.

“Banyak masyarakat yang bahkan tidak tahu bahwa hak-hak korban telah diatur dalam UU TPKS, apalagi bagaimana cara mengaksesnya”, tambahnya.

PB HMI MPO mendorong pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, melalui DPR RI, Kementerian Hukum, dan lembaga terkait lainnya, untuk tidak hanya menjadikan UU Nomor 12 Tahun 2022 sebagai formalitas hukum, tetapi sebagai alat perlindungan nyata.

Baca Juga: 2 Tahun Mengakar, KPIC Jadi Wadah Perjuangan Kesetaraan di UICI

Hal ini harus dimulai dengan kampanye nasional yang sistematis dan berkelanjutan untuk menyosialisasikan UU TPKS ke seluruh pelosok negeri.

“Kita butuh lebih dari sekadar regulasi di atas kertas. Diperlukan komitmen hukum dan politik yang kuat, serta edukasi publik yang konsisten untuk menciptakan ekosistem hukum yang berpihak kepada korban, bukan pelaku,” tegas Bagus.

Dengan sosialisasi masif, transparansi dalam proses hukum, serta pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, diharapkan angka kekerasan seksual bisa ditekan secara signifikan, dan kepercayaan publik terhadap hukum dapat dipulihkan.

Tulisan Terkait: