Mengenang Perlawanan Wiji Thukul Lewat “Puisi Untuk Adik”

Sastra1689 Dilihat

Mudabicara.com_ Puisi Untuk Adik merupakan salah satu karya seorang penyair sekaligus aktivis Wiji Thukul. Aktivis yang berani, ceplas-ceplos dengan perawakan kurus dan sederhana.

Perjuangan dan perlawanan adalah bagian dari darah dagingnya. Penyair yang hilang pada 1998 ini menjadikan puisi sebagai peluru-peluru perjuangan untuk menembus tembok kekuasaan.

BACA JUGA : Mengilhami Puisi Peringatan Wiji Thukul

Hampir 22 tahun kabar tentang hilangnya pun masih menjadi teka-teki. Aktivis yang lahir di Sorogenen Kota Solo pada 26 Agustus 1963 piawai memobilisasi massa dan membakar semangat melalui karya puisinya.

Latar belakang keluarga Wiji Thukul berasal dari keluarga miskin dan susah. Bapaknya bekerja sebagai tukang becak sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Tak ada rekam jejak digital tentang Wiji Thukul kecil yang ada hanya foto ijazah sekolahnya.

Salah satu puisi yang terkenal karya Wiji Thukul adalah Puisi Untuk Adik

Puisi Untuk Adik

Apakah nasib kita akan terus seperti

Sepeda rongsokan karatan itu?

O… tidak, dik!

Kita akan terus melawan

Waktu yang bijak bestari

Kan sudah mengajari kita

Bagaimana menghadapi derita

Kitalah yang akan memberi senyum

Kepada masa depan

Jangan menyerahkan diri kepada ketakutan

Kita akan terus bergulat

Apakah nasib kita akan terus seperti

Sepeda rongsokan karatan itu?

O… tidak, dik!

Kita harus membaca lagi

Agar bisa menuliskan isi kepala

Dan memahami dunia

Wiji Thukul Dan Perlawanan

Puisi yang lahir dari olah pikir dan olah rasa Wiji Thukul tak hanya menggambarkan perjuangan kaum miskin dan buruh namun juga menggambarkan kehidupan dan pengalaman pribadinya.

Misalnya saja, pada 11 Desember 1995, Wiji Thukul mampu memobilisasi kurang lebih hampir 15 ribu buruh pabrik PT Sri Rejeki  untuk menuntut kenaikan gaji.

Tak hanya berhenti di situ, Wiji Thukul juga menjadi bagian demonstran proyek waduk Kedung Ombo. Peristiwa yang menyisakan banyak luka dan kecewa sebagian warga di Kabupaten Grobogan, Boyolali dan Sragen.

BACA JUGA : Mengilhami Puisi “Museum Pejuangan” Kuntowijoyo

Tercatat proyek Kedung Ombo menenggelamkan kurang lebih 5.268 keluarga di  37 desa. Masyarakat di relokasi ke daerah lain bahkan juga ada yang terpaksa bertransmigrasi.

Pada 14 Januari 1989 untuk pertama kali waduk Kedung Ombo dialiri air. Meski begitu pembangunan selalu meninggalkan air mata rakyat kecil.

Dana ganti rugi yang tak sesuai dan pemaksaan menjadi trauma tersendiri. Walaupun kini waduk Kedung Ombo menjadi salah satu proyek gagal. Kenang-kenangan jendral murah senyum Soeharto.

Kecintaan dan semangat perjuangannya terhadap demokrasi meyakinkanya untuk bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Bahasa sarkasme Wiji Thukul kepada penguasa Orde Baru Soeharto terasa sangat personal. Misalnya dalam situasi tertentu Wiji Thukul begitu menikmati moment saat tukang pos kesal dan memukul-mukul perangko wajah Soeharto.

Wiji thukul memang suka mengirim puisi ke sejumlah media dengan perangko wajah presiden otoriter tersebut.

Mengilhami “Puisi Untuk Adik”

Apakah nasib kita akan terus seperti

Sepeda rongsokan karatan itu?

O… tidak, dik!

Kita akan terus melawan

Waktu yang bijak bestari

Kan sudah mengajari kita

Bagaimana menghadapi derita

Kitalah yang akan memberi senyum

Kepada masa depan

Faktanya demo PT Sri Rejeki mengakibatkan Wiji Thukul harus operasi mata. Pasca demo Wiji Thukul tertangkap dan mengakibatkan bengkak membiru, konon hingga terancam mengalami kebutaan.

Apakah nasib kita akan seperti 

Sepeda rongsokan karatan itu?

Nama Wiji Thukul bukan nama aslinya dari kecil tapi nama pemberian  dari temannya Cempe Lawu Arta. Wiji Thukul dalam bahasa Jawa berarti biji tumbuh. Mereka sama-sama aktif di teater Jagat Milik W.S Rendra.

Nama adalah doa begitulah adanya, kata-kata yang lahir dari Wiji Thukul faktanya terus tumbuh dan menyebar. Hasil karyanya menyadarkan banyak orang tentang ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasa.

BACA JUGA : Penundaan Pemilu dan Ancaman Populisme

Pada 22 Juli 1996 tepat lima hari sebelum peristiwa Kudatuli Wiji Thukul berangkat ke Jakarta. Ia mengikuti deklarasi Partai Rakyat Demokratik (PRD) di Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

Na’as memang nasib pejuang demokrasi di bawah rezim Soeharto. Orang-orang yang memperjuangkan gagasan demokrasi dianggap menggangu ketertiban umum dan berbahaya. Pemerintah menduga salah satu dalang kerusuhan adalah PRD.

Akibatnya para aktivis yang tergabung di dalam PRD mulai diburu dan ditangkap. Pemerintah menuduh para penggagas PRD sebagai oknum yang ingin mengulingkan Soeharto serta dalang utama kerusuhan.

Jangan menyerahkan diri kepada ketakutan

Kita akan terus bergulat

Apakah nasib kita akan terus seperti

Sepeda rongsokan karatan itu?

O… tidak, dik!

Kita harus membaca lagi

Agar bisa menuliskan isi kepala

Dan memahami dunia

Jangan menyerah terhadap keadaan dan penindasan tidak hanya terucap dari bibir Wiji Thukul. Namun semua itu ia buktikan dengan laku gagah berani.

BACA JUGA : 10 Manfaat Belajar Hubungan Internasional Untuk Anak Muda

Penculikan entah pembunuhan atau kata apa yang bisa mewakili. Negara Indonesia masih menyisakan pekerjaan rumah yang sangat besar terkait isu Hak Asasi Manusia.

Tribute Untuk Sang Ayah

Pada tanggal 26 Agustus 2021 Fajar anak lelaki Wiji Thukul merilis album pertamanya dengan tajuk “Dia Ingin Jadi Peluru (Tribute to Wiji Thukul).

Bertepatan dengan lahir sang ayah, Fajar merilis albumnya tentu dengan tujuan memberi penghargaan sedalam-dalamnya kepada tulisan ayahnya melalui musik. Salah satu lagu dalam album tersebut adalah puisi yang berjudul Puisi Untuk Adik.

BACA JUGA :  Mengenang Ahmad Syafii Maarif, Anak Kampung dan Kemerdekaan Bangsa

Semoga melalui lagu-lagunya Fajar mampu mengalirkan semangat bapaknya kepada seluruh anak muda untuk tidak ambil diam di tengah pemerintah yang menindas. Seperti kata Wiji Thukul

“Bila rakyat tidak berani mengeluh itu artinya sudah gawat, dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah kebenaran pasti terancam”

 

Oleh : Khanafi (CEO Mudabicara)

 

 

Tulisan Terkait: